Home Bandung Jabar Media Summit 2025: Kisah Konten yang Mengalir, Mengubah, dan Bertahan di...

Jabar Media Summit 2025: Kisah Konten yang Mengalir, Mengubah, dan Bertahan di Tengah Banjir Informasi

165
0
JABARSATU.COM — Bandung tidak hanya diam. Di balik riuh rendah media sosial dan gelombang informasi yang membanjiri layar kaca, ada sebuah ruang diskusi yang justru memeluk kesunyian. Di sana, di sebuah ruang hotel di Jalan Pasteur, puluhan orang berkumpul. Mereka bukan sekadar penonton, melainkan para penggerak yang merajut narasi, mencari makna di balik hingar-bingar konten.
Hari itu, 11 September 2025, dalam gelaran Jabar Media Summit 2025, mereka membicarakan sesuatu yang sering kali terlupakan dalam pusaran klik dan views dampak.
Andres Fatubun, Pemimpin Redaksi Ayobandung.id, membuka percakapan dengan sebuah pengakuan jujur. Konten, katanya, bukan sekadar tulisan yang dibaca lalu terlupakan. Ia bisa hidup, berkembang, bahkan menjelma menjadi aset.
IST
IST
Ia menunjuk Ayo Biz, sebuah kanal yang awalnya hanya memuat profil UMKM. Kini, ia telah bertransformasi menjadi pintu masuk bagi pelatihan keuangan, akses perbankan, hingga strategi pemasaran. Jurnalisme semacam ini, tutur Andres, tidak hanya memberitakan, tetapi juga membangun jembatan menuju solusi.
“Kami menggandeng Rumah BUMN. Konten tidak berhenti jadi berita, tapi ikut mendorong ekosistem berkembang,” ujarnya.
Keberlanjutan adalah kunci. Konten bisa menjadi modal, bahkan diakui di tingkat internasional. Liputan Ayobandung tentang lahan kritis di Bandung Utara, misalnya, terpilih dalam program Earth Journalism Network (EJN). Mereka diundang sebagai perwakilan media lokal dari empat negara. Sebuah langkah awal menuju grant.
Tapi dampak sesungguhnya, menurut Andres, justru lahir ketika warga dilibatkan. Melalui Ayo Netizen, masyarakat Bandung menulis pengalaman sehari-hari naik angkot, mencicipi cuanki, atau berkunjung ke perpustakaan. Laporan warga, katanya, justru lebih menarik, lebih dekat, lebih intim.
Di sisi lain, Subagja Hamara, General Manager Harapan Rakyat, mengingatkan bahwa konten berdampak harus memenuhi kriteria dasar topik yang menyentuh kepentingan banyak orang dan mampu menjawab rasa penasaran publik. Namun, ia menegaskan, akurasi, relevansi, dan narasi yang mudah dicerna tetap harus dijaga dalam koridor etik jurnalistik.
IST
IST
Yang tak kalah penting, distribusi. Konten bagus tapi tidak tersalurkan, percuma. Sebaliknya, distribusi hebat tanpa kualitas, juga sia-sia. Dua kekuatan ini harus berjalan beriringan.
Subagja bercerita tentang masa kejayaan adsense beberapa tahun silam. Harapan Rakyat rela menggelontorkan puluhan juta rupiah per bulan untuk iklan, mendistribusikan konten hingga ke Pangandaran dan Tasikmalaya. Hasilnya, audiens lokal tumbuh, performa distribusi melejit.
Eksplorasi format juga menjadi catatan penting. Media tidak boleh berhenti pada tulisan. Video, live report, infografis, storytelling sinematik, bahkan ilustrasi berbasis AI, semua harus dicoba agar konten tetap menarik dan aman dari klaim hak cipta.
IST
IST
Dewi Laila Sari, Country Coordinator EJN, membawa perspektif baru. Menurutnya, lanskap media digital telah melahirkan logika yang berbeda dari media tradisional. Televisi dan radio cenderung pasif, sementara media digital menuntut keterlibatan aktif.
“Orang mencari informasi dengan kata kunci, memilih konten sesuai kebutuhan, bahkan membandingkan sumber,” ujarnya.
User-generated content telah mengubah wajah jurnalisme. Warga bukan lagi sekadar konsumen, melainkan produsen konten. Interaktivitas pun berubah. Like, komentar, dan share menjadi ukuran baru keterikatan audiens yang nyata dan terukur.
Di tengah persaingan yang semakin deras, Dewi menyarankan media lokal untuk fokus pada kekuatan sendiri. “Sekarang zamannya hiperlokal. Semakin lokal, semakin jelas target audiensnya, semakin niche market-nya.”
Yuda Sanjaya dari Radarcirebon.com mengamini. Media lokal, katanya, harus berani memimpin narasi, bukan sekadar mengikuti keinginan publik. “Kalau salah sedikit, kantornya yang didatangi. Hubungannya dekat, tapi resistensinya tinggi.”
Ia mengakui, tantangan terbesar adalah ketika traffic media sosial tidak lagi mengalir otomatis ke situs berita. Orang membuka Instagram, ya sudah di Instagram. Mereka enggan pindah platform.
Radar Cirebon pun beradaptasi. Alih-alih memaksa audiens masuk ke website, mereka memaksimalkan engagement di setiap platform. Model bisnis diarahkan untuk sesuai dengan karakteristik masing-masing platform.
IST
IST
Di ruang redaksi, proses peliputan menjadi lebih ringkas. Wartawan cukup merekam video dan gambar, lalu mengirimkannya via WhatsApp. Editor bisa membuat beberapa angle dari satu bahan. Konferensi pers belum selesai, berita sudah naik.
Meski traffic tidak sebesar era keemasan iklan programatik 2022, Yuda tak risau. “Traffic kita memang tidak sebesar dulu, tapi audiensnya nyata. Berita jalan rusak, tarif angkot, itu yang dibutuhkan warga.”
Jabar Media Summit 2025 bukan sekadar acara. Ia adalah cermin dari geliat media yang terus mencari cara untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga berarti. Di tengah disrupsi digital, konten berdampak bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.
Dan di Bandung, dari ruang itu, mereka mulai menulisnya bukan dengan tinta, tapi dengan langkah. |WAW-JAKSAT-JBS -mmggroup

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.