Selamatkan Bangsa Ini dengan Martabat Bangsa yang ada dan berdiri di atas pengorbanan. Dari darah para pejuang, dari doa para ibu, dari jerih payah para petani, nelayan, buruh, dan semua yang meyakini bahwa kemerdekaan adalah harga diri.
Tetapi hari ini, kita menyaksikan bagaimana martabat itu perlahan-lahan terkikis. Kita merdeka, tetapi kerap terasa terjajah oleh kerakusan sendiri. Kita punya sumber daya, tetapi sering dikhianati oleh pengelolaannya. Kita punya hukum, tetapi hukum itu tumpul terhadap yang kuat dan bengis terhadap yang lemah. Kita punya budaya luhur, tetapi kadang kita lebih bangga meniru daripada memelihara. Maka inilah seruan: Selamatkan bangsa ini dengan martabat.
Martabat adalah Pilar Bangsa
Martabat bukan sekadar kata indah. Martabat adalah fondasi yang membuat bangsa ini tegak berdiri. Tanpa martabat, kita hanya kerumunan yang rapuh, mudah diombang-ambingkan oleh kepentingan asing, modal besar, atau nafsu kekuasaan. Martabat berarti harga diri. Martabat berarti keberanian untuk berkata benar, meski sendirian. Martabat berarti kesediaan memelihara kejujuran, meski menggoda untuk mengkhianatinya. Martabat berarti menolak suap, menolak manipulasi, menolak pembodohan. Bangsa yang kehilangan martabat, pada akhirnya kehilangan arah.
Korupsi: Luka yang Menggerogoti
Kita harus jujur: korupsi telah menjadi kanker yang membusukkan sendi-sendi negeri ini. Korupsi bukan hanya soal uang yang dicuri, melainkan martabat yang diperdagangkan. Korupsi mengajarkan bahwa integritas bisa dibeli, bahwa hukum bisa dinegosiasikan, bahwa jabatan bisa diwariskan. Ketika pejabat mencuri, rakyat kehilangan teladan. Ketika hukum diperjualbelikan, rakyat kehilangan rasa percaya. Dan ketika kepercayaan hilang, sebuah bangsa sedang menuju kehancuran.
Maka, selamatkan bangsa ini dengan martabat: perangi korupsi, bukan sekadar dengan lembaga dan aturan, tetapi dengan keteguhan nurani. Hukum untuk Semua, Bukan untuk Segelintir Hukum adalah panglima, katanya. Tetapi realitas kerap memperlihatkan hukum yang tunduk pada kekuasaan. Rakyat kecil diadili karena mencuri kayu bakar, sementara pejabat yang merampok triliunan bisa berkelit dengan pasal-pasal. Hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah bukanlah hukum, melainkan pisau pengkhianatan.
Maka, selamatkan bangsa ini dengan martabat: tegakkan hukum untuk semua, tanpa pandang bulu. Seorang pemimpin yang adil tidak akan takut menghukum orang dekatnya sendiri jika bersalah. Itulah martabat negara hukum. Pendidikan yang Membebaskan Bangsa ini tidak akan selamat tanpa pendidikan yang bermartabat. Hari ini, terlalu banyak sekolah yang mengajar menghafal, bukan berpikir. Terlalu banyak kurikulum yang menyiapkan pekerja, bukan pemikir.
Terlalu banyak universitas yang menjual ijazah, bukan membentuk karakter. Martabat bangsa ditentukan oleh mutu generasinya. Jika generasi muda hanya dicekoki, bukan dididik; diarahkan untuk patuh, bukan kritis; dimanjakan dengan teknologi, bukan ditempa dengan tanggung jawab; maka masa depan bangsa hanya akan menjadi penonton di panggung global. Selamatkan bangsa ini dengan martabat: berikan pendidikan yang membebaskan pikiran, menguatkan hati, dan menajamkan moral.
Ekonomi yang Berkeadilan
Kekayaan bangsa ini luar biasa: hutan, laut, tambang, tanah subur. Tetapi terlalu sering rakyat hanya jadi penonton ketika kekayaan itu diangkut keluar negeri. Modal asing berkuasa, sementara rakyat hanya menjadi kuli di tanahnya sendiri. Martabat bangsa bukan diukur dari gedung pencakar langit atau statistik makroekonomi, melainkan dari apakah rakyatnya bisa makan dengan layak, anaknya bisa sekolah, keluarganya bisa berobat tanpa takut miskin. Selamatkan bangsa ini dengan martabat: kembalikan ekonomi untuk rakyat. Jangan biarkan segelintir orang menimbun kekayaan, sementara jutaan lain hidup dalam kesenjangan.
Budaya: Roh Bangsa Bangsa yang kehilangan budaya adalah bangsa yang kehilangan jiwanya. Modernisasi bukan alasan untuk meninggalkan tradisi. Globalisasi bukan alasan untuk memalukan warisan leluhur. Kita bisa modern tanpa kehilangan akar. Kita bisa maju tanpa harus menjiplak. Justru dengan menjaga budaya, kita menjaga martabat. Selamatkan bangsa ini dengan martabat: pelihara seni, bahasa, adat, dan kearifan lokal sebagai kekuatan.
Bukan sekadar sebagai tontonan turis, tetapi sebagai sumber nilai dan inspirasi hidup. Pemimpin yang Bermartabat Bangsa ini butuh pemimpin yang bukan hanya pintar, tetapi juga bermartabat. Pemimpin yang tidak sibuk membangun citra, melainkan membangun bangsa. Pemimpin yang tidak hanya hadir di layar kaca, tetapi hadir di hati rakyat. Sejarah membuktikan, bangsa ini kuat ketika dipimpin oleh orang yang mengutamakan pengabdian, bukan kekuasaan.
Pemimpin yang mendengarkan, bukan sekadar memerintah. Selamatkan bangsa ini dengan martabat: pilih dan dukung pemimpin yang berani jujur, sederhana, dan berkorban untuk rakyat. Tanggung Jawab Kita Semua Manifesto ini bukan sekadar seruan kepada pemimpin. Ini adalah panggilan kepada kita semua. Rakyat bukan hanya penonton; rakyat adalah pemilik sah negeri ini. Martabat bangsa bukan hanya urusan elite, tetapi urusan bersama. Ia dimulai dari hal kecil: tidak membuang sampah sembarangan, tidak menyontek saat ujian, tidak menyogok untuk urusan pribadi, tidak berdiam diri ketika ketidakadilan terjadi. Setiap tindakan kecil bermartabat adalah pondasi bagi bangsa yang besar.
Kesimpulan: Jalan Selamat Bangsa Bangsa ini tidak akan selamat dengan tipu daya politik. Tidak akan selamat dengan sekadar pembangunan fisik. Tidak akan selamat dengan kebohongan yang dibungkus retorika. Bangsa ini hanya akan selamat dengan martabat. Martabat dalam memimpin. Martabat dalam hukum. Martabat dalam ekonomi. Martabat dalam pendidikan. Martabat dalam budaya. Martabat dalam setiap langkah rakyatnya.
JABARSATU.COM -- Bandung tidak hanya diam. Di balik riuh rendah media sosial dan gelombang informasi yang membanjiri layar kaca, ada sebuah ruang diskusi yang...