Home Bandung Komunikasi Politik: Menyatukan yang Tercerai, Menjawab Tantangan Zaman

Komunikasi Politik: Menyatukan yang Tercerai, Menjawab Tantangan Zaman

242
0
Aendra Medita/ist

#NGOPIPAGI,Komunikasi Politik: Menyatukan yang Tercerai, Menjawab Tantangan Zaman

Oleh Aendra Medita
Indonesia sedang bergerak dalam dua kutub: antara kemajuan infrastruktur dan kemunduran dialog sosial. Kita membangun jalan tol, tetapi juga menggali jurang polarisasi.
Kita sambut revolusi digital, tapi abai pada etika komunikasi publik. Maka komunikasi politik bukan lagi soal gaya, tapi soal strategi kebangsaan.
John F. Kennedy pernah berkata, “Let us never negotiate out of fear. But let us never fear to negotiate.” Kalimat ini relevan untuk politik Indonesia hari ini—komunikasi politik harus menjadi ruang negosiasi gagasan, bukan medan tempur kebencian.
Sayangnya, realitas kita berkata lain. Komunikasi politik saat ini lebih sering digunakan untuk memperkuat sekat daripada menjahit perbedaan. Alih-alih menjelaskan kebijakan, banyak pemimpin lebih sibuk menjaga pencitraan.
Padahal, Soekarno sudah mengingatkan kita, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya,” dan pahlawan hari ini adalah mereka yang berani jujur menyampaikan realita dan mengajak rakyat berpikir kritis.
Di era digital, komunikasi politik seharusnya menjadi alat untuk mencerdaskan rakyat. Seorang Barack Obama berkata, “The strongest democracies flourish from frequent and lively debate, but they endure when people of every background and belief find a way to set aside smaller differences in service of a greater purpose.” Yang artinya, keberagaman bukan masalah jika komunikasi difokuskan pada tujuan bersama: keadilan sosial, kesejahteraan, dan kemajuan bangsa. Komunikasi politik strategis bukan berarti manipulatif, tapi visioner. Bukan tentang memoles kata-kata, tapi tentang keberanian menjelaskan masalah dan mengajak publik ikut memecahkannya.
Di titik ini, kita rindu komunikasi yang merakyat, jujur, dan membumi seperti Bung Hatta yang selalu berbicara dengan data dan nurani. Ke depan, Indonesia perlu menata ulang cara para pemimpinnya berkomunikasi. Bukan hanya menyampaikan program, tapi mengajak publik memahami arah bangsa.
Seorang Nelson Mandela menegaskan, “If you talk to a man in a language he understands, that goes to his head. If you talk to him in his language, that goes to his heart.” Maka tugas pemimpin hari ini adalah berbicara dalam bahasa rakyat—bahasa yang jujur, bersahaja, dan penuh solusi.
Di tengah tantangan sosial dan kemajuan yang belum merata, komunikasi politik adalah jawaban. Tapi hanya jika dijalankan dengan tanggung jawab, kepekaan, dan visi besar kebangsaan yang sebenarnya. Ngopipagi dulu aja yuk ahhhh lebih segerr dan semangat. Tabik!!

*) analis di Pusat Kajian Komunikasi Politik Indonesia (PKKPI) Jakarta

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.