Tajuk Jabarsatu.com: Pemerintah Jawa Barat Diam, Teater Kita Tenggelam
Seni teater di Jawa Barat sedang menghadapi kematian yang pelan dan menyakitkan. Bukan karena kehilangan penonton atau kehilangan semangat, tapi karena kealpaan negara—yang semestinya menjadi pelindung dan penggerak kebudayaan.
Jawa Barat, yang dikenal sebagai gudangnya seniman dan budayawan, kini memperlihatkan wajah paradoks: pembangunan fisik jalan tol dan gedung-gedung megah terus digalakkan, tapi panggung-panggung rakyat dibiarkan runtuh tanpa perhatian. Komunitas teater yang selama ini bertahan dalam kesunyian, bekerja dengan idealisme tanpa sokongan, makin terkikis karena tidak adanya kebijakan dan anggaran yang berpihak pada seni pertunjukan.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, juga kabupaten/kota di bawahnya, gagal memahami makna strategis seni teater sebagai cermin sosial, media kritik, dan pendidikan rakyat. Apa yang dilakukan oleh dinas-dinas kebudayaan masih bersifat seremonial, tanpa arah, dan tidak menyentuh akar permasalahan yang dihadapi para pelaku teater.
Tidak adanya desain kebijakan kebudayaan jangka panjang, tidak ada distribusi anggaran yang adil, serta minimnya infrastruktur teater di daerah-daerah luar kota besar, adalah bentuk nyata abainya negara terhadap kerja-kerja kebudayaan yang sesungguhnya.
Hermana Seniman Teater melihat bahwa jika pemerintah tidak segera hadir dan bertindak, maka teater—sebagai salah satu bentuk seni yang paling jujur dan membumi—akan mati perlahan di tangan kekuasaan yang apatis.
Tentu, yang mati bukan hanya panggung. Tapi juga kesadaran kritis rakyat yang selama ini dijaga oleh teater.
Kami menyerukan agar:
1.Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat membuat kebijakan strategis pemajuan seni teater secara berkelanjutan.
2.Ada alokasi anggaran khusus untuk seni pertunjukan, termasuk dukungan produksi, distribusi karya, dan fasilitas pertunjukan di semua wilayah.
3.Komunitas teater dilibatkan dalam perumusan kebijakan kebudayaan—bukan hanya diundang untuk tampil tanpa bayaran.
4.Pendidikan seni, termasuk teater, dimasukkan secara nyata ke dalam kurikulum sekolah dan program komunitas budaya lokal.
Jika negara terus diam, maka rakyat harus bersuara lebih keras lagi. Karena teater adalah suara kita—dan suara itu tidak boleh diredam.
Redaksi Jabarsatu.com, 21 April 2025