Saat ini Negeri ini telah menjadi panggung. Pertanyaannya: siapa sebenarnya penulis skenarionya?
Mereka yang mengaku pemimpin, sejatinya hanya aktor—menyuarakan dialog yang telah disiapkan oleh penulis naskah tak terlihat: para pemilik modal, pemilik algoritma, dan para broker kekuasaan.
Di balik layar, mereka menata pencitraan, menyusun agenda, memoles kebohongan agar tampak seperti pengabdian. Dan seperti panggung teater, semua harus tampak megah. Harus ada lampu. Harus ada musik. Harus ada air mata buatan.
Di tengah semua itu, ada rakyat. Penonton setia. Yang datang tiap lima tahun sekali untuk membeli tiket bernama “demokrasi”. Tapi setelah itu, mereka disuruh duduk manis. Tak boleh ikut mengatur alur. Tak boleh bersuara jika dialognya berbeda.
Jika bersikeras, akan diusir dari gedung pertunjukan, atau dijadikan bahan sindiran di akun resmi pemerintah.
Narasi yang dibangun hari ini adalah kebohongan yang dipoles. Tapi bukan sekadar kebohongan kasar. Ini kebohongan berkualitas tinggi.
Didesain, di-framing, diiklankan. Seolah ini cerita yang benar, seolah ini satu-satunya versi realitas yang layak dipercaya. Rakyat tak lagi diajak berpikir, hanya diajak menyukai.
Suka pemimpinnya, suka branding-nya, suka gaya hidupnya.
Soal kebenaran? Itu terlalu rumit untuk dijual. Terlalu sepi untuk jadi trending.
Seperti di lakon Molière, di mana tipu muslihat Scapin dilakukan demi keuntungan sang majikan, hari ini kita saksikan kebohongan dilakukan demi “stabilitas”.
Tapi stabilitas untuk siapa? Untuk yang punya panggung, bukan yang berdiri di luar pagar. Dan kita semua, suka atau tidak, telah dijadikan bagian dari sandiwara ini. Tabik !
*)ANALIS DI PUSAT KAJIAN KOMUNIKASI POLITIK INDONESIA (PKKPI)
PEMERIKSAAN RIZAL FADILLAH & KURNIA TRI ROYANI TIDAK MANUSIAWI
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat
Koordinator Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis
Sungguh zalim, proses pemeriksaan oleh...