Dugaan “Ijazah Palsu, Pemimpin Palsu: Ancaman Nyata bagi Masa Depan Bangsa”
Oleh: Aendra Medita*)
Negeri ini berada di tengah pusaran krisis integritas yang serius. Bukan semata krisis ekonomi atau politik, tapi krisis moral yang menjalar hingga ke pucuk kekuasaan. Ijazah palsu yang disangkutpautkan dengan pemimpin publik adalah luka terbuka yang tidak bisa lagi ditutupi dengan basa-basi atau pembelaan setengah hati.
Hari ini publik bertanya: benarkah seorang pemimpin besar pernah atau bahkan sedang berdiri di atas kebohongan akademik? Jika iya, maka ini bukan sekadar skandal pribadi—ini adalah pengkhianatan terhadap republik.
Amien Rais, salah satu bapak reformasi, pernah menegaskan, “Kalau pemimpin berani memalsukan ijazah, itu artinya dia siap memalsukan apapun. Bahaya sekali kalau negara dipimpin oleh penipu.” Pernyataan itu adalah tamparan keras bagi bangsa yang sedang lesu menghadapi krisis kepercayaan.
Rocky Gerung, seorang filsuf yang di publik dikenal paling kritis, bahkan lebih keras lagi menyentil isu ini. Dalam salah satu diskusi, ia berkata, “Ijazah palsu itu adalah simbol dari pemimpin yang tidak pernah bersekolah dalam makna berpikir. Ia bukan hanya memalsukan dokumen, tapi juga memalsukan pikiran.” Ini bukan sekadar soal hukum, tapi soal logika dan etika.
Jika kita membiarkan ini berlalu begitu saja, maka kita sedang membuka ruang bagi kejahatan untuk merajalela dalam birokrasi dan kepemimpinan. Jika yang duduk di kursi tertinggi pun tidak bisa memberi contoh kejujuran, bagaimana mungkin kita bisa berharap rakyat kecil berlaku jujur?
Kita harus mendesak: seluruh pejabat publik, baik yang sedang menjabat maupun yang pernah, wajib membuka data ijazah mereka ke publik. Tidak boleh ada ruang gelap dalam sejarah akademik mereka. Karena seorang pemimpin bukan hanya dituntut punya kecerdasan, tapi juga harus jujur sejak dari identitas pendidikannya.
Kita bukan sedang membicarakan soal kampus atau titel. Kita sedang bicara tentang karakter seorang pemimpin. Dan karakter itu dibangun dari kejujuran, bukan dari fabrikasi masa lalu.
Jika pemimpin berani memalsukan ijazah, maka apa jaminannya ia tidak memalsukan janji? Apa jaminannya ia tidak memalsukan data negara, anggaran publik, atau bahkan konstitusi?
Sudah cukup bangsa ini hidup dalam kabut kebohongan. Saatnya cahaya kebenaran menyorot dengan terang. Jangan biarkan bangsa ini dipimpin oleh bayangan yang lahir dari kebohongan.Tabik..!!!
*)analis di pusat kajian komunikasi politik indonesia (PKKPI)