Polemik Eiger Camp di Tangkuban Perahu: Antara Bisnis dan Kelestarian Lingkungan
Pembangunan Eiger Camp di kawasan dekat Gunung Tangkuban Perahu, Kabupaten Bandung Barat (KBB), menuai kontroversi. Satpol PP pun membubarkannya. Proyek yang digagas oleh merek perlengkapan outdoor ternama ini mendapat sorotan setelah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Ia mengungkap bahwa lahan tersebut merupakan aset negara yang dikelola oleh PTPN, bukan milik Eiger. Hal ini memicu perdebatan soal legalitas dan dampaknya terhadap lingkungan.
Kontroversi Kepemilikan Lahan Dedi Mulyadi dalam inspeksinya menyatakan bahwa Eiger tidak memiliki hak kepemilikan atas lahan tersebut.

Menurutnya, Eiger hanya memiliki perjanjian kerja sama operasional (KSO) dengan PTPN untuk mengelola area tersebut. Namun, pernyataan ini ditanggapi berbeda oleh pihak Forum Penyelamat Lingkungan Hidup (FPLH), yang menegaskan bahwa lokasi Eiger Camp bukan berada di lereng Gunung Tangkuban Perahu, melainkan di kawasan perkebunan teh yang telah diakomodasi dalam perjanjian kerja sama.
Perwakilan FPLH, Thio Setiowekti, menyebut bahwa lahan yang digunakan berada di bawah 1.000 meter di atas permukaan laut dan memiliki perizinan yang jelas. Bahkan, papan informasi mengenai perjanjian tersebut telah dipasang di Pos Sukawana sebagai bentuk transparansi kepada masyarakat.
Dampak Lingkungan di Kawasan Bandung Utara Meski pihak Eiger dan PTPN menyatakan bahwa proyek ini telah sesuai regulasi, kekhawatiran tetap muncul dari kalangan pegiat lingkungan.
Kawasan Bandung Utara (KBU) dikenal sebagai wilayah yang memiliki aturan ketat dalam tata ruang guna menjaga keseimbangan ekosistem. Pembukaan lahan untuk pembangunan komersial dikhawatirkan dapat mempercepat degradasi lingkungan, meningkatkan risiko longsor, serta mengganggu keseimbangan sumber daya air di daerah tersebut.

Aktivis lingkungan menyuarakan agar proyek ini dikaji ulang untuk memastikan tidak ada pelanggaran terhadap aturan perlindungan lingkungan. Mereka menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap proyek-proyek komersial di kawasan konservasi agar tidak menimbulkan dampak jangka panjang bagi ekosistem dan masyarakat sekitar.
AKhirnya Kontroversi pembangunan Eiger Camp di dekat Tangkuban Perahu menyoroti pentingnya keseimbangan antara kepentingan bisnis dan kelestarian lingkungan. Meski memiliki potensi untuk mendukung wisata alam dan ekonomi lokal, proyek ini harus tetap diawasi secara ketat agar tidak menyalahi aturan yang berlaku.
Transparansi, kepatuhan terhadap regulasi, serta evaluasi dampak lingkungan harus menjadi prioritas utama sebelum proyek ini berjalan lebih jauh. Ke depan, pemerintah dan pihak terkait harus lebih tegas dalam menegakkan aturan tata ruang agar kasus serupa tidak terulang. Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan harus sejalan dengan upaya pengembangan ekonomi, agar kelestarian alam tetap terjaga bagi generasi mendatang. Ayo….mau apa lagi..?