LABILNYA BEGITU NYATA…..ADA APA NEGERI INI?
Sebenarnya fenomena ini memang menunjukkan betapa kebijakan publik semakin rentan terhadap tekanan opini di media sosial. Seharusnya, kebijakan yang dibuat nampaknya berdasarkan kajian yang matang, data yang jelas, dan keberpihakan kepada kepentingan rakyat, bukan sekadar respons terhadap kehebohan di dunia medsos.
Ketika kebijakan berubah-ubah dalam waktu singkat—seperti pajak yang dinaikkan lalu dibatalkan, subsidi yang dicabut lalu dikembalikan—ini mencerminkan ketidakpastian dalam perencanaan dan komunikasi pemerintah. Begitu juga dengan keputusan PHK di TVRI dan RRI yang mendadak berubah setelah mendapat sorotan luas.
Jika arah kebijakan terlalu bergantung pada viral atau tidaknya suatu isu, lalu bagaimana dengan kebijakan-kebijakan lain yang tidak menjadi trending topic? Apakah itu berarti tidak mendapat perhatian?
Sebagai pemangku kebijakan, pemerintah seharusnya memiliki keberanian untuk mengambil keputusan yang benar, bukan sekadar populer. Keputusan yang baik lahir dari proses yang transparan, konsultatif, dan mempertimbangkan jangka panjang, bukan sekadar menghindari kehebohan medsos sementara.
Apa ini tanda tanya besar bagi tata kelola pemerintahan kita saat ini?
Seharusnya pemerintah dan para pemangku kebijakan lebih sadar akan ruang komunikasi publik dan konsekuensi dari ketidakpastian kebijakan. Perubahan keputusan yang terlalu cepat tanpa kajian mendalam menunjukkan kurangnya perencanaan matang dan inkonsistensi dalam tata kelola negara. Pengambilan Kebijakan Berbasis Data & Kajian Serius harus bergulir. Kebijakan harus didasarkan pada kajian yang kuat, bukan sekadar reaksi terhadap tekanan media sosial. Libatkan pakar ekonomi, sosial, dan hukum dalam proses pengambilan keputusan. Konsistensi & Kepastian Hukum, kebijakan yang berubah-ubah merusak kepercayaan publik dan pelaku usaha. Pemerintah harus menjaga konsistensi agar masyarakat dan dunia ekonomi bisa beradaptasi dengan baik.
Komunikasi Publik yang Jelas dan Terbuka
Jangan biarkan kebijakan baru muncul tiba-tiba tanpa sosialisasi yang cukup. Gunakan media komunikasi yang efektif untuk menjelaskan alasan di balik setiap kebijakan. Jangan Jadikan Media Sosial Sebagai Tolak Ukur Utama tapi malah melilit kebijakan. Aspirasi publik penting, tetapi kebijakan harus tetap berpijak pada prinsip keadilan dan keberlanjutan.
Jangan sampai “No Viral, No Justice” menjadi standar baru dalam tata kelola negara. Karena negara kan bukan dunia maya. Reformasi Birokrasi & Tata Kelola Negara harus Lebih Professional ini bangsa besar. Struktur pemerintahan harus lebih tanggap, tapi tidak reaksioner.
Evaluasi mekanisme pengambilan kebijakan agar tidak terus-menerus terjadi inkonsistensi. Harus ada kesadaran bahwa kebijakan publik bukan sekadar reaksi terhadap tren, tapi keputusan yang harus dipertanggungjawabkan dalam jangka panjang. Jika ini tidak diperbaiki, kita hanya akan terus berada dalam siklus kebijakan yang labil dan tidak memberikan kepastian bagi rakyat. Janganlah jadi negara labil, kikta kan bangsa yang besar dan bermartabat. Tabik…!!!!
*) Pemerhati sosiai dan kebangasaan & analis di Pusat Kajian Komunkasi politik Indonesia (PKKPI)