Home Bandung KONSEP STRATEGIK KETAHANAN PANGAN & PENINGKATAN PRODUKSI BERAS NASIONAL

KONSEP STRATEGIK KETAHANAN PANGAN & PENINGKATAN PRODUKSI BERAS NASIONAL

704
0

KONSEP STRATEGIK KETAHANAN PANGAN & PENINGKATAN PRODUKSI BERAS NASIONAL

Memet Hakim, Senior Agronomis, Indonesian Design Engineering for national defence and Ketua Dewan Penasihat Aliansi Profesional Indonesia Bangkit

Sebagaimana diketahui bahwa produktivitas beras saat inibaru tercapai sekitar 50% nya saja dari potensi produksinya. Tentu alasannya bermacam-macam, tetapi yang pasti dengantingkat produktivitas padi sebesar itu, produksi beras Nasional tidak mencukupi. Produktivitas padi saat ini adalah 5 ton GKP (Gabah Kering panen atau 30 ton Beras, sedang potensinyaadalah 50 ton GKB atau 6 ton beras. Seandainya produktivitasBeras ini ditingkatkan sebesar 25 % saja, maka produktivitasBeras akan meningkat dari 3 ton menjadi 4 ton/ha, hal itusetara dengan 30 juta ton beras menjadi 40 juta ton beras. Kebutuhan Beras Nasional adalah 35 juta ton (dengan 2 bulanCadangan atau 37.5 juta ton (tyermasuk 3 bulan Cadangan).

Konsumsi beras Nasional sekitar 2,5 juta ton/bulan. Artinya untuk bisa swasembada diperlukan 30+5juta ton = 35 juta juta ton (cadangan 2 bulan) atau 30 + 7.5 juta ton = 37.5 juta ton (cadangan nasional 3 bulan). Jadi untukmencapai swasembada beras, setidaknya produksi berasnasional perlu ditingkatkan antara sebesar 17%-25%. Saat iniproduksi beras nasional sekitar 30-32 juta ton, sehinggakekurangannya 3-5 juta ton saja, sedang potensinya Beras lapangan sebanyak 40.79 juta ton. Indonesia masih bisamenjadi lumbung pangan, tanpa perluasan areal di Asia Tenggara.

Indonesia memiliki beberapa pengalaman membuat sawah di Kalimantan dan Merauke yakni. :

1. Pada pemerintahan Soeharto tahun 1996 proyek sawah di lahan gambut 1 juta ha dan hasilnya gagal,
2. Tahun 2008 di jaman pemerintahan SBY mencoba lagi di Papua Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) 1,23 juta hektar, hasilnya juga gagal
3. Tahun 2013, Food Estate Bulungan 300.000 hektarSelanjutnya proyek ini juga tak berbuah hasil.
4. Tahun 2023, proyek Food Estate Ketapang 100.000 hektardi Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Program yang dicanangkan dapat menjadi lumbung padi ini tidak berhasil.
5. Tahun 2015, dibuat lagi Rice Estate 1,2 juta hektar (2015)di Merauke. Lahan tersedia 4,6 juta hektar. Hasilnya gagaljuga
6. Tahun 2021 dicoba lagi Food Estate Gunung Mas, Kalimantan Tengah, ditanami singkong dan Jagung. Froyekini sering disebut proyek Hankam yang gagal
7. Proyek Merauke dilanjutkan kembali oleh PemerintahanPrabowo, bahkan sampai mengirimkan 1.000 prajurit untukmembantu proyek ini.

PortalMerauke (27 September 2024) melaporkan bahwasaat ini bahwa padi yang dihasilkan di Merauke ituproduktivitasnya rendah dari 49.573 ha yang dipanenmenghasilkan 189.200 ton gabah kering giling atau hanya 3.8 ton/ha GKG atau sekitar 2 ton Beras (67 % terhadap rerata di Indonesia). Artinya proyek berbiaya besar ini menghasilkanproduk sedikit. Tetapi tentu kita tidak boleh pesimismenghadapi kegagalan demi kegagalan diatas, justru kitaharus belajar dari pengalaman a.l. Proyek perluasan sawah yang terpusat (dijadikan proyek Pemerintah Pusat umumnyatidak membuahkan hasil, kerugian demi kerugian terusdialami.

Oleh karena Pemerintah Pusat harus merobah mindset dan strategi tentang perluasan sawah ini, jadikan proyekpengembangan sawah ini ke Kabupaten, denganpembiayaan dari pusat. Apabila setiap kabupaten penghasilpadi (diperkirakan ada 200 kabupaten dari 416 kabupaten di Indonesia) diberikan tugas menambah areal sawah sebesar 50-100 ha/tahun/kabupaten, maka setiap tahun akan nada pertambahan 10.000-20.000 ha sawah baru. Proyek padisebaiknya sejalan dengan program transmigrasi, supaya tenagakerja tersedia, dan sumber kehidupan terjaga.

Selain itu dengan mewajibkan sawah irigasi atau tadahhujan yang dimiliki oleh pengembang, ditambah denganperbaikan lahan irigasi teknis, maka maka diperkirakan akanada 1.57 juta ha sawah lagi, setara dengan penambahanproduksi Beras sebanyak 4.5 juta ton/tahun.

Proyeksi Pertambahan Produksi Beras Nasional (2025-2030)

Kemauan politik  sudah ada yakni tekad presidenPrabowo untuk menghentikan impor beras dan memenuhikebutuhan pangan sendiri, masalah teknis sudah tersedia, tinggal yang belum siap adalah masalah Organisasi dan “Iklim Usaha”.

Masalah teknis semuanya adalah tugas dari Kementerian Pertanian a.l Meningkatkan dan menambah peran PenyuluhPertanian, Menggunakan hasil riset dari Balitbangtan, Mengurangi losses padi, Menjamin pupuk subsidi sampai kePetani dengan lancar, Menjamin kredit Ketahanan Pangan, Menyiapkan unit Mekanisasi (Panen, Angkut dan Pengeringan) di setiap Kecamatan penghasil Padi dan memperbaiki HPP GKP agar petani tertarik.

Jika petani bertambah kaya, tentu uang yang beredarberedar didaerah akan bertambah, roda perekonomianakan bergerak lebih cepat. Berbeda dengan impor beras, uang akan nyangkut dipengusaha, pejabat dan petani di luarNegeri, hal ini sungguh merugikan bangsa dan Negara.

Iklim Usaha yang maksud adalah penetapan Harga GKG pada level petani tahun 2025 sudah ada perbaikan dari Rp 6.000 menjadi Rp 6.500/kg GKP. Sebaiknya menggunakanformula sederhana misalnya harga beras medium dipasar(HET) Rp 14.000/kg, maka harga GKP dihitung 50 % x hargaBeras = Rp 7.000 kg GKP. Dengan demikian harga patokanakan lebih baik, tetapi tidak menambah beban konsumen. Hanya saja Bulog sebagai pembeli Gabah ini harus mau turunkebawah dan membeli langsung pada kelompok-kelompoktani apapun kondisinya. Pengeringan dan penyimpananmerupakan tugas Bulog, pelaksanaan pembelian ini harusdimonitor oleh seluruh stake holder, karena pada proses pengadaan GKP ini sering terjadi permainan yang menyebabkan petani malas berurusan dengan Bulog.

Pokok perbaikan iklim usaha adalah berupakemudahan mendapatkan pupuk subsidi dan kemudahanmendapatkan kredit perbankan serta adanya penetapanharga patokan GKP yang menarik. Dengan penyederhanaanproses mendapatkan pupuk subsidi & kredit khusus untukpetani, ditambah dengan menariknya pedoman harga patokanGKP di Tingkat petani, diprediksi produksi akan meningkatdengan sendirinya sebesar 10-15 %.

Masalah Organisasi pada Ketahanan Pangan rupanyatidak sesederhana yang diperkirakan, karena ternyataKementerian Pertanian harus didukung oleh banyak instansiyakni 1. Kementerian PU, untuk urusan bendungan dan perbaikan jaringan irigasinya, 2. Kementerian Perdagangan, yang memberikan ijin impor Beras,  3. Kementerian Perindustrian yang memberikan ijin industri Pengolahan padidi pedesaan menyiapkan pupuk subsidi, 4. Kementerian Koperasi sebagai Pembina Badan Hukum Koperasi di daerah, 5. Bulog yang bertugas menerima dan menyimpan padi dan beras dari Petani, 6. BPN/ATR yang mengatur Tata Ruang di seluruh Kawasan, 7. Pemerintah Daerah sebagai pemilikwilayah didaerahnya dan 8. Perbankan (biasanya BRI karenajaringannya paling luas sampai ke pedesaan).

Masalah organisasi jarang sekali diperhatikan, karenamerasa setiap Kementerian dan Instasi dpat berjalan masing-masing, padahal sangat penting agar sasaran dapat dicapaidengan baik. Kementerian Pertanian sebagai core nya, harusdidukung oleh 8 instansi, ini pekerjaan tidak mudah, sebaiknya Menteri Pertanian minta bantuan ke Menhan untukmenempatkan personal Angkatan Darat yang pernah bertugasmengurus teritotial menjadi untuk menjadiKoordinator/Penanggung jawab  tim Pangan ini, sekaligusuntuk memonitor operasionalnya di lapangan. Dengandemikian urusan pangan jelas siapa penanggung jawabnya.