Catatan: Imam Wahyudi (iW) *)
OTT itu bagai lagu nada sumbang yang kerap dinyanyikan berulang. Operasi Tangkap Tangan, lagu klise yang tak surut hilang dari peredaran. Modus nyanyian kamar mandi alias sembunyi, yang tertangkap kamera KPK.
Kali ini, dinyanyikan sejumlah pengamen lewat jabatan bersifat sementara. Pengamen dalam arti kerja temporary, bukan penyanyi asli. Adalah penjabat (Pj) kepala daerah yang mestinya tahu lagu sumbang. Tak enak dinyanyikan, tapi selalu menggoda di keheningan jabatan. Temporary yang diartikan sebatas “kapan lagi?!”. Cuma setahun masa jabatan. Sejumlah kecil pun lumayan.
Pj. Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa terjaring OTT. Lagu sumbang itu membawanya ke jeruji KPK. Barang bukti “cuma” Rp 1 milyar. Konon hasil colek dana talangan hingga pungutan ke kepala dinas dan OPD (organisasi perangkat daerah). Sejumlah berapa pun, korupsi tetaplah korupsi yang harus dibasmi. Tenggelamkan!
Kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan penjabat (Pj.) kepala daerah bukan sekali ini. Ia menyusul prilaku sejumlah Pj. sebelumnya. Adalah Pj. Bupati Sorong, Yan Piet Mosso yang diduga gratifikasi ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Juga Pj. Bupati Bombana, Sultra, Burhanuddin. Selanjutnya Pj. Bupati Bandung Barat, Arsan Latif; Pj. Bupati Pulau Tanimbar, Maluku, Ruben Benharvioto dan Pj. Walikota Tanjungpinang, Hasan. Meski tiga yang disebut terakhir itu peristiwa lama (sebelum jabatan Pj. kepda).
“Jadi Pj. kan ga perlu balik modal,” sindir Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata. Gayung bersambut, ICW (Indonesia Corruption Watch) menyebut — 138 calon di Pilkada Serentak 2024 terlibat korupsi. Meliputi terdakwa, tersangka, saksi, dan terlapor yang disebut dalam persidangan kasus korupsi. Sementara Kejaksaan Agung menunda pengusutan perkara, karena berpotensi black campaign terhadap calon.
***
TAK bermaksud gebyah uyah, banyak Pj. kepala daerah ditengarai korupsi. Dugaan yang merujuk jumlah penjabat (sementara) bersifat serentak di 545 daerah. Meliputi 37 Pj. Gubernur, 93 Pj. Wali Kota dan 415 Pj. Bupati. Siapa bilang bakal bersih dan lancarjaya.
Tentu, tidak semua dalam dalam kualifikasi tadi. Itu sebab, Wakil Mendagri — Bima Arya Sugiarto melibatkan unsur KPK yang sudah teruji integritasnya — untuk sejumlah posisi Pj. kepala daerah. Atasnama “membangun pemerintahan yang bersih di tingkat kota/kabupaten”.
Sekali layar terkembang, pantang tidak menjaring ikan. Begitulah lanjutan lirik lagu OTT. Cuma setahun jabatan yang bagai peluang tak berulang. Lagu nada sumbang. Tengarai pula terjadi di era Pj. Bupati Bekasi, Dani Ramdan yang nyalon pilkada dan diberitakan kalah. Bahkan dua kali masa jabatan per satu tahunan.
Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchock Sky Khadafi pernah merilis dugaan korupsi pada proyek lapangan squash senilai Rp 43 milyar. Sarana olahraga yang tidak spesifik diperlukan masyarakat Kab. Bekasi dan konon pesanan dari level Provinsi Jabar. Menyusul pengadaan akuarium di kantor bupati, wakil bupati dan sekda Kab. Bekasi masing-masing kisaran Rp 300 juta.
Ada pula petunjuk arah lainnya terhadap dugaan korupsi di kalangan Pj. kepala daerah. Seorang CPNS (calon pegawai negeri sipil) di sebuah kabupaten Jabar, memilih mundur — gara-gara si Pj. hendak menitipkan program dan anggaran. Meminta dicantumkan dalam APBD berjalan yang di mata CPNS tadi berpotensi masalah hukum. Demi integritasnya, ia menolak dan terpaksa kembali menganggur.
Serbalintas di atas menguatkan dugaan, akan muncul ke permukaan — seputar dugaan tindak pidana korupsi dari jajaran Pj. Kepda — pascapilkada nanti. Dimungkinkan pula dari kalangan calon Pilkada Serentak 2024.
Kamera KPK dan Kejaksaan sudah menyorot obyek terindikasi. Juga aparat penegak hukum (APH) lainnya. Bukan tak mungkin diawali dari sistem monitoring Desk Pilkada yang dikoordinasikan Wamendagri, Bima Arya. Tak semata aspek administratif pilkada, mungkin saja jadi pintu masuk indikasi korupsi. ***
*) wartawan senior di bandung.