Juru Bicara Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN), Indra Charismiadji menanggapi pernyataan yang dibuat oleh beberapa tokoh dari pihak pasangan calon (paslon) nomor urut 02 terkait masalah etik calon presiden (capres) Anies Baswedan dianggap kurang etis karena menyinggung soal etika dalam debat capres pada putaran pertama.
Dalam hal ini terkait klaim tim paslon nomor urut 02 yang menyebut Anies Baswedan dapat memenangkan pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta pada 2017 lalu berkat pembiayaan dari Prabowo Subianto dan Partai Gerindra yang merupakan salah satu partai pengusung Anies Baswedan.
Demikian rilis diterima redaksi Jakartasatu, Selasa 19/12/2023
“Menurut saya mungkin klaim dari kubu 02, ada perasaan yang tertahan selama belasan tahun. Saya menilai yang mereka tuju bukan hanya Anies Baswedan. Anies Baswedan menjadi puncaknya karena bagaikan bisul yang sudah sekian lama enggak pecah-pecah akhirnya juga,” ujar Indra
Jika bicara etik dan mengungkit balas budi, Indra menuturkan Anies bukan gubernur DKI Jakarta pertama yang diusung oleh Prabowo dan Gerindra yang memenangkan kontestasi. Sebelumnya, ada Joko Widodo (Jokowi) pada 2012, yang bahkan baru dua tahun bertugas di Jakarta menjadi lawannya Prabowo pada kontestasi 2014.
Berkaca hal tersebut, Indra mengatakan masalah etik juga seharusnya ditujukkan pada Jokowi, bahkan Megawati Soekarno Putri, Ketum PDI Perjuangan yang juga melakukan perjanjian batu tulis dengan Prabowo.
“Berarti kritik masalah etik ini juga ditujukan ke Jokowi, dan dalam waktu yang sama kritikan ini juga ditujukan ke Megawati karena menurut pihak Garindra antara Prabowo dan Megawati ada perjanjian batu tulis yang mengatakan pada 2014, PDIP akan mengusung Prabowo Subianto tetapi faktanya mereka mengusung calonnya sendiri Joko Widodo. Berarti ini yang disasar selain Jokowi juga Megawati,” terang Indra.
“Tetapi menariknya mereka menyasar cawapresnya sendiri, Gibran yang menjadi Wali Kota Solo diusung oleh Partai PDIP dan juga telah terlibat kampanye untuk capres Ganjar. Namun kenyataan sekarang menjadi cawapres Prabowo, Itu berarti enggak etis juga.” lanjut Indra.
Untuk itu, Indra mempertanyakan reaksi kubu nomor urut 02 yang terus menyerang Anies Baswedan seolah-olah tidak etis, sementara pada praktiknya hal tidak etis sedang dilakukan oleh cawapresnya sendiri. Selain itu, Indra menilai kubu paslon nomor urut 02 tidak paham substansi apa yang disampaikan oleh Anies Baswedan dalam debat capres pertama.
Indra mengutip Albert Einstein yang menyebutkan ukuran kecerdasan adalah kemampuan membuat perubahan dan mereka tidak mampu membuat perubahan mungkin tingkat kecerdasan di bawah mereka yang mampu membuat perubahan.
Indra menjelaskan hal dipertanyakan Anies Baswedan dalam debat pertama soal Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bukan menunjukkan Anies sebagai sosok yang suci dan selalu menjunjung etika dan tidak pernah melakukan kesalahan. Namun, dalam debat tersebut substansi yang ditanyakan adalah sebuah kasus yang terang benderang dan menjadi polemik di masyarakat terkait kasus sidang MKMK yang mengatakan ada pelanggaran etik berat.
“Jadi itu jelas, faktanya ada pelanggaran etik (dalam penentuan batas usia cawapres). Jadi bukan mengatakan seorang Anies Baswedan itu paling suci enggak, tetapi fakta ini ada masalah bersama di level MKMK ada pelanggaran etik berat,” tegasnya.
Sementara terkait pertanyaan, bagaimana perasaan bapak yang dilontarkan Anies Baswedan terkait pelanggaran etik berat kepada capres Prabowo, menurut Indra untuk melihat ketegasan paslon nomor urut 02 apabila terpilih menjadi Presiden Indonesia.
“Apakah memperduli etika atau mengabaikannya. Ini bagian agar masyarakat lebih paham sosok Prabowo seperti apa itu ditanyakan Anies Baswedan,” ucapnya.
Indra juga menjelaskan kasus pelanggaran etik berat ini menjadi pertanyaan Anies merupakan hal wajar karena hal tersebut merupakan masalah bangsa. Untuk itu, Indra mengaku bingung dengan respons berlebihan dari kubu paslon nomor urut 02.
“Jadi saya dan kami (Timnas AMIN) bingung kenapa respons Prabowo dan timnya baper dan sensitif dan melebar kemana-mana hingga mengungkit apa yang terjadi di masa lampau sehingga ini menjadi tanya tanya,” imbuhnya.
Kendati begitu, Indra menegaskan kondisi tersebut menunjukkan Prabowo dan timnya tidak memahami demokrasi karena masalah etik disangkutpautkan dengan utang budi pernah didukung dan dibiayai saat menjadi cagub. Padahal, kata Indra, tim Prabowo seharusnya menyadari kehadiran Anies Baswedan maupun Jokowi dalam kontestasi capres merupakan kehendak rakyat.
Indra juga menegaskan meski hasil survei menunjukkan elektabilitas AMIN rendah hanya 20%, namun hal tersebut menunjukkan ada 20% rakyat Indonesia yang menginginkan perubahan dengan tokoh yang diinginkan mewakili mereka adalah Anies Baswedan.
Menurut Indra, apabila Anies dibungkam untuk tidak boleh maju dalam kontestasi capres 2024 karena berhutang budi pada Prabowo dan Gerindra tentu semakin membuktikan bahwa tidak paham demokrasi.
“Seberapapun keinginan rakyat harus diperjuangkan, misalnya saya ini sebagai Katolik dan umat Katolik di Indonesia hanya 3%, jadi bukan karena minoritas aspirasi Katolik ini tidak diperjuangkan tapi harus diperjuangkan, urusan menang kita lihat nanti, jangan sampai urusan apapun aspirasi rakyat dibungkam dengan alasan tidak ada adab, tidak etis, dulu didukung, disponsori. Karena akan bahaya tokoh-tokoh nasional ingin membunuh demokrasi, jadi betul Freedom House mengatakan indeks demokrasi Indonesia turun karena ternyata banyak politisi yang tidak paham demokrasi itu apa,” pungkasnya.