Ketua Asosiasi Pengusaha Pasir Laut Kepri, Herry Tousa menyatakan pihaknya sangat bersyukur atas terbitnya PP Nomor 26 Tahun 2023. Meski demikian, ia menegaskan, masih perlu kajian dan masukan dari berbagai kalangan sebelum adanya kegiatan penambangan pasir laut, terutama di Kepulauan Riau.
“Melihat PP Nomor 26 Tahun 2023 ini, setiap kebijakan pemerintah yang memberi dampak positif pada masyarakat wajib kita support. Soal kemelut, tentu kita sudah tahu bahwa tidak ada satu kebijakan yang tidak ada pro kontra,” ungkap Herry Tousa dana acara Business Talk yang disiarkan Kompas TV, Selasa (6/6/2023) malam.
Herry juga menjelaskan, sedimentasi pasir laut di Kepri itu setiap waktu datang dari Laut China Selatan dan Samudra Pasifik.
“Sekarang kondisinya sudah menggunung. Nanti kalau mau saya ajak ke sana. Jadi menurut saya, ini adalah berkah dari tuhan yang jika tidak kita manfaatkan tentu akan mubazir,” ungkap Herry.
Lebih lanjut, Herry juga menjelaskan bahwa sudah sejak lama, setiap provinsi sudah menyusun Rencana Zonasi Tata Ruang Laut dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K).
“Di Kepri sudah disusun mulai dari 2017. Di Karimun sudah ada sejak 2011. Di Provinsi Kepri, itu kita disusun dengan Pansus di DPRD. Sampai Pemilu 2019, RZWP3K tidak selesai, kita Pemilu, parlemen baru, pemerintah baru. Pada Oktober 2020 RZWP3K Kepri itu selesai. Saya mendampingi terus rapat-rapat itu di DPRD, bagaimana mengakomodir supaya kita tidak berdebat masalah pulau tenggelam, carut-marutnya, biota laut,” ungkap Herry.
Herry menjelaskan, pada waktu RZWP3K Kepri itu selesai, Edy Prabowo sebagai menteri.
“Timbang saran pertama dia teken. Turun lagi ke provinsi untuk finalisasi. Timbang saran kedua, itu di November selesai. Naik ke Jakarta, yang sudah teken waktu itu ad interim nya Pak Luhut, terus belum sampai ke meja dia, ad interimnya diganti oleh Pak Yasin Limpo. Saya dengar itu sudah ditandatangan tanggal 20 Desember 2020,” jelas Herry.
Herry juga menjelaskan, RZWP3K penting bagi KKP karena itu dalam RZWP3K Kepri itu, sudah ditetapkan empat zona pemanfaatan ruang laut, yakni zonasi penangkapan ikan, zonasi tourism, zonasi badan usaha pelabuhan dan zonasi wilayah izin usaha pertambangan.
“Jadi setiap provinsi ada tata ruangnya, ada RZWP3K nya, yang betul sudah sesuai dengan keinginan daerah masing-masing supaya tiap provinsi itu bisa berkembang. sedimentasi yang dibicarakan sekarang ini, jelas berada di wilayah izin usaha pertambangan itu,” ungkap Herry.
Menurut Herry, meski RZWP3K Kepri sudah selesai pada 20 Desember 2020, sampai hari ini tidak turun lantaran kabarnya masih nyangkut di Kementerian Dalam Negeri.
Lebih lanjut, masih pada kesempatan yang sama, Herry juga membeberkan, meski saat ini Indonesia masih menerapkan moratorium ekspor pasir laut, ia mengetahui bahwa setiap hari ada tiga hingga empat kapal asing yang lolos membawa pasir laut tersebut.
“Nah ini kan merugikan kita dan tentu ini kelalaian kita. Jadi oleh sebab itu, terkait segala keraguan tentang isu lingkungan hidup ini, nanti saya akan undang semua pihak, termasuk Walhi dan Greenpeace untuk kalau perlu kita adakan FGD di Batam. Saya akan jelaskan semuanya. Bahwa proses ini tidak serta merta terjadi hari ini, tapi merupakan rangkaian pembahasan yang panjang,” jelas Herry.
Meski demikian, Herry menyatakan harapan agar pemerintah tidak terburu-buru mencabut moratorium ekspor pasir laut yang sudah berlaku sejak 2003.
“Kami sebenarnya berharap Kepri bisa menjadi contoh dulu dengan menjadikan pilot project. Bisa mungkin dengan SKB tiga menteri. Nah, saat itu lah kita akan lihat, bagaimana dampaknya untuk pendapatan negara,” jelas Herry Tousa.
Ia juga menyatakan, pihaknya sudah berkomitmen untuk memberikan CSR sebesar 15 sen Dollar Singapura per kubik dari penambangan pasir laut untuk masyarakat. Selain itu, pihaknya juga memastikan sudah memiliki metode penambangan yang ramah lingkungan.
“Kemudian tentu saja pajak dan berbagai kewajiban negara kami komit untuk menunaikannya. Untuk diketahui, kami juga melibatkan Universitas Maritim Raja Ali Haji dalam pembahasan selama ini. Profesor Rokhmin Dahuri juga sudah berkali-kali kami undang dan mitakan pendapat beliau, jadi ini tidak sembarang ya,” jelas Herry.
Sementara itu, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Gustaaf Manoppo yang juga hadir dalam acara Kompas TV tersebut, memastikan tidak akan terjadi kerusakan lingkungan dan dampak negatif lainnya dari penerapan PP Nomor 26 Tahun 2023 tersebut.
“Hal itu sesuai arahan Pak Menteri bahwa aspek ekologi adalah menjadi perhatian utama pemerintah saat ini. Jadi masukan dari semua pihak akan menjadi pertimbangan setiap pengambilan keputusan kami. Makanya kami pastikan tidak akan terjadi dampak negatif yang dikhwatirkan publik tersebut,” tegasnya.
Sementara Wartawan Senior Kontan Titis Nurdiana yang hadir pada acara malam itu, juga menegaskan pentingnya pengawasan ketat atas pelaksanaan penambangan pasir laut tersebut.
“Jangan sampai merusak ekosistem laut dan tentunya jangan sampai merugikan nelayan kita. Makanya menurut kami perlu pengawasan yang ketat dalam pelaksanaanya,” ungkap Titis.(jbs)