by M Rizal Fadillah
Kementerian Agama adalah lembaga pemerintah yang dibentuk untuk menjaga pelaksanaan dan kepatuhan warganegara kepada agamanya. Memelihara keberadaan dan kebebasan menjalankan ketentuan agamanya masing-masing. Tidak saling mengganggu dan tidak saling mengintervensi. Tidak pula membaurkan satu dengan lainnya. Bertoleransi pada perbedaan.
Di era Pemerintahan Jokowi sekarang ini terasa beragama itu aneh-aneh. Atas nama toleransi dan moderasi maka simbol-simbol keagamaan dicampuradukkan. Contohnya viral video bersholawat di gereja atau mengucapkan salam dengan menghimpun semua agama. Ada Assalamu’alaikum digabung dengan salam sejahtera, om swastiastu, namo budaya, salam kebajikan, dan lainnya.
Bagi seorang muslim yang mengerti batasan bersyari’at maka akan meyakini bahwa bersalam dengan mencampuradukkan semua salam agama adalah perbuatan maksiat yang dikategorikan haram.
Itu bukan toleransi tetapi sinkretisme “talbisul haqqa bil baathil”.
Media Radar Tasik tanggal 24 Oktober 2022 memberitakan Kementerian Agama telah menerbitkan Surat Edaran No 28 tahun 2022 tentang Pakaian Dinas Harian Pegawai Kementrian Agama tanggal 19 Oktober 2022. Di antaranya ada model pakaian batik bermotif sinkretisme.
Batik hitam putih itu di samping Masjid ada pula gambar Gereja lengkap dengan simbol salibnya, ada Pura, Kelenteng, dan patung Buddha. Bercecer ornamen-ornamen nuansa salib. Konon Inilah batik Pakaian Dinas Harian yang akan dipakai pegawai Kementrian Agama yang mayoritas tentunya beragama Islam. Batik moderasi.
Mungkin ada yang berpendapat itu kan hanya baju. Bukan ibadah atau akidah. Ia lupa baju itu penting agar kita dapat beribadah dengan senantiasa menjaga akidah. Allah SWT menyinggung soal pakaian seperti “libassut taqwa” baju ketakwaan, “tsiyaaban khudron” pakaian hijau di surga, “saroobiiluhum min qothiron” pakaian ahli neraka dari cairan aspal. Kita diperintahkan juga untuk selalu membersihkan baju “wa tsiyaabaka fathohir”.
Baju bermotif makhluk hidup saja masih diperdebatkan di kalangan ulama tentang kebolehan atau keharamannya. Apalagi batik bermotif rumah ibadah umat lain yang dipakai umat Islam. Dipastikan keharamannya. Pegawai Kementrian Agama itu banyak yang guru agama, ustadz atau kyai. Mereka orang yang lazimnya taat pada aturan agama.
Alangkah janggalnya jika ustad atau kyai Pegawai Kementrian Agama berkopeah dan beratribut keagamaan seperti sorban atau sarung lalu berbatik bergambar Gereja dan Salib atau patung Buddha dan Kelenteng lalu masuk ke dalam Masjid untuk mengimami shalat berjamaah.
Beragama Islam mengenakan atribut umat agama lain dipastikan akan bermasalah secara akidah maupun syari’ah. Berpakaian secara baik dan menjaga kesucian adalah tuntunan. Ulama yang lurus dan takut hanya kepada Allah pasti akan menolak menggunakan seragam batik bermotif rumah ibadah Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu.
Quo vadis Pak Menteri ? takutlah kepada Allah atas perbuatan yang selalu melecehkan aturan syari’at Allah SWT. Takutlah akan pakaian yang dipakai di akhir nanti. Pakaian ahli surga atau ahli neraka ?
Pakaian batik sinkretisme atau batik moderasi dapat membawa Pak Menteri dan jajaran yang menyetujuinya berjalan menuju neraka Jahanam. Karena itu adalah bagian dari amal yang menyesatkan umat.
*) Pemerhati Politik dan Keagamaan
Bandung, 25 Oktober 2022.