Oleh: Tjahja Gunawan, (Penulis Wartawan Senior)
Ibarat orang sakit kepala tapi dokternya memberi obat sakit perut. Jika pun ada yang demikian, dapat dipastikan itu dokter abal-abal alias palsu. Analogi ini sepertinya tepat untuk menggambarkan pilihan kebijakan yang diambil Presiden Jokowi dalam menyikapi terjadinya tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang pada tanggal 1 Oktober 2022.
Sudah sangat jelas bahwa penyebab utama tewasnya 132 penonton dalam tragedi itu akibat tembakan gas air mata oleh aparat kepolisian, tapi Presiden Jokowi justru membuat keputusan aneh dan di luar nalar sehat yakni memerintahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk membongkar Kanjuruhan Malang dan membangun stadion baru.
Untuk membenarkan keputusannya tersebut, Jokowi sengaja mengundang Presiden FIFA Gianni Infantino ke Istana Merdeka Jakarta. Walaupun sebenarnya FIFA juga memahami bahwa penggunaan gas air mata dilarang dalam menangani keributan dalam pertandingan sepak bola dimanapun. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion.
Sementara itu akibat penggunaan gas air mata yang tidak sesuai prosedur, mengakibatkan suporter di tribun stadion Kanjuruhan Malang satu sama lain saling berdesakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan akhirnya saling bertabrakan. Hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari. Itu loh Pak Presiden akar persoalannya!
Kenapa jalan keluarnya justru stadionnya yang dirobohkan ? Supaya ada proyek baru ? Sehingga dengan begitu nanti stadion lain yang belum memenuhi standar FIFA juga bisa dirobohkan dan dibangun baru lagi. Lalu dana untuk membongkar dan membangun stadion baru dari mana? Bukankah sekarang ada masalah urgent yang perlu segera ditangani pemerintah, misalnya mengatasi jalan dan jembatan yang terputus akibat longsor dan hujan deras di berbagai akhir-akhir ini ? Kenapa cara berpikir seorang presiden selalu proyek dan proyek terus ya?
Dulu diresmikan Megawati
Seharusnya menjelang berakhirnya masa jabatan sebagai Presiden, Jokowi bisa meninggalkan legacy bagi masyarakat Indonesia. Bukan malah justru mewariskan beragam persoalan bagi generasi mendatang. Jika kilas balik ke belakang, stadion Kanjuruhan, ternyata diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 9 Juni 2004. Stadion tersebut dibangun sejak tahun 1997 dengan biaya lebih dari Rp 35 miliar.
Ketika Jokowi pergi ke Malang untuk mencari akar persoalan tragedi kemanusiaan di Kanjuruhan, sejak awal dia sudah “menyalahkan” pintu stadion yang kecil dan sebagian terkunci serta tangga stadion yang curam. Luar biasa seorang Presiden sudah seperti mandor proyek saja. Sekali kunjungan langsung bisa menyimpulkan penyebab tragedi kemanusiaan itu semata masalah teknis.
Lalu untuk apa dibentuk Tim Independen Gabungan Pencari Fakta (TIGF) yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD dengan wakilnya Menpora dimana para anggotanya terdiri dari berbagai unsur masyarakat yang independen. Dan hasil temuan TIGPF sebenarnya sudah cukup obyektif dan telah memenuhi harapan masyarakat terutama para pecinta sepak bola. ***