Home Bandung “Fair Play” Berlaku, Copot atau Mundur?!

“Fair Play” Berlaku, Copot atau Mundur?!

458
0
IMAM WAHYUDI Wartawan Senior/IST

Oleh Imam Wahyudi

Kapolri, Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mencopot Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat. Keputusan yang patut, bersifat sesegera. Kelaziman standar dalam hirarki institusi Polri. Saat emergency, butuh reaksi dan tindakan cepat. Tegas, lugas dan jelas.

Adalah resiko jabatan. Buntut kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang. Berikutnya siapa lagi, Om Kapolri?

Kepatutan dan kepatuhan itu tak mesti berhenti pada kapolres setempat. Dia dimutasi sebagai Pamen SDM Polri di Jakarta. Dari Jakarta pula dikirim AKBP Putu Kholis sebagai pengganti. Dari pos Kapolres Tanjungpriok. Tak cukup pula sejumlah komandan Brimob Polda Jatim diganti.

Baru sampai level perwira menengah. Di atas mereka adalah perwira tinggi. Bakal menyusul dinonaktifkan? Atau posisi antri menunggu? Dengan kata lain menanti investigasi dan evaluasi Polri.

Lokasi stadion dalam wilayah provinsi Jatim. Polda Jatim dalam kendali Irjen Pol. Nico yang baru sehari lolos dari “jebakan” skenario Sambo. Secara hirarkis wilayah, dia mesti terlibat bertanggungjawab. Terlebih alasannya penggunaan gas air mata untuk menghalau massa sepakbola. “Gas air mata ditembakkan, karena polisi dipukul suporter,” kata Nico. Jelas, melanggar konstitusi FIFA. Awam pun faham soal ini.

Perlu rekonstruksi sistem kelola pertandingan sepakbola. Di tingkat aparat kepolisian, perlu berlaku standar internasional. Polisi berdiri menghadap tribun penonton. Bukan sebaliknya yang selama ini kasat mata, polisi menatap arena. Alih-alih antisipasi dan preventif, malah ikut menonton pertandingan.

Fair Play, please! bukan cuma diberlakukan kepada pemain. Tapi juga secara otomatis berlaku kepada para pihak dalam pengusutan Tragedi Kanjuruhan. Tragedi kemanusiaan yang (kabar terakhir) merenggut 131 orang meninggal dunia. Ranking ke-2 dalam catatan dunia kerusuhan yang terbanyak menelan korban nyawa manusia. Urutan pertama terjadi di Stadion Nasional Disaster, Lima, Peru pada 24 Mei 1964 dengan 328 orang supoter sepakbola meregang nyawa.

PSSI patut turut bertanggungjawab. PSSI sebagai _leading sector_ persepakbolaan Indonesia. PSSI dengan ketum Moch. Iriawan, membawahkan Liga 1 Indonesia yang tengah bergulir putaran pertama. Fair play, please!

Semua pihak yang terlibat harus diperiksa. Berlaku sanksi sebagai manifestasi bertanggungjawab. Tak cuma sebatas cabut hak tuanrumah penyelenggara laga bagi Arema. Tak cukup stop sementara jadual kompetisi.

Ini soal nyawa manusia yang bahkan masuk rekor tragedi sepakbola dunia. Malu dan memalukan. Jutaan mata menangis. Tragis! Sejumlah 131 nyawa melayang, sejatinya tak setara tahta harus melayang. Pernyataan Mundur, toh sebatas resiko jabatan. Sejalan jiwa ksatria dan sikap empati tinggi. Mundur itu bukan mati.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.