Oleh Imam Wahyudi. *)
Wadas menghentak akal waras. Bukan semata cerita di balik berita. Sebuah desa di Kecamatan Bener, Kab. Purworejo, Jawa Tengah. Mendadak memicu perbincangan. Desa Wadas yang bagai pesawat tinggal landas. Bergemuruh membuat pekak telinga. Bersahutan perhatian dan pernyataan.
Berbeda pendapat, berbeda pandangan. Padahal tak sulit menuju lokasi. Mencari tahu yang terjadi secara presisi. Cuma 16 km dari kota Kab. Purworejo. Cukup 30 menit perjalanan darat. Hanya 101 km dari Semarang, ibukota Provinsi Jawa Tengah. Lokasi kantor gubernur dan kapolda. Lagi, hanya butuh waktu sekira tiga jam manuver darat. Berjarak 508 km dari Jakarta. Lokasi Desa Wadas bukan di belantara Papua yang sangat jauh, mencapai 4.500 km.
Dengan kata lain, Desa Wadas bukan di belantara hutan nun jauh di sana. Rasanya tak sulit akses ke lokasi, atau pantauan komunikasi. Lantas, malah terjadi hiruk-pikuk. Kontra pendapat dan pernyataan, mengabaikan pertimbangan akses. Pada kesempatan pertama menjadi kontraproduktif. Ada apa gerangan?
Gerangan itu kian mencuat. Terkuak “ada udang di balik tepung”. Ya, rebutan proyek penambangan batu andesit. Sementara warga mengartikan sebagai merusak lingkungan. Mereka yang sudah beranak pinak dan bersahabat dengan alam Wadas, bakal terdampak. Terbayang tangis dan sesal di kemudian hari.
Lantas, terjadi Insiden Wadas. Lantas, dilakukan penangkapan 64 warga Wadas. Lantas, dinyatakan tidak ada kekerasan oleh aparat. Lantas, Kapolda mengklaim tidak ada penangkapan dan penahanan. Lantas, hanya semalam dan esok harinya dipulangkan. Lantas, gubernur meminta maaf kepada warga Desa Wadas.
Sebelumnya, Menko Polkam serta-merta membuat pernyataan, tidak ada apa-apa di Wadas. Lho?! Lantas, dikatakan — bentrokkan itu antarwarga. Lagi-lagi, ada apa gerangan? Bukankah sudah ada kapolda dan gubernur, bahkan kapolres dan bupati di sana?! Rasanya, lebih dari cukup keutamaan peran mereka dalam melokalisasi insiden. Tampak mendadak menjadi repot. Berkecenderungan, banyak pihak berkepentingan. Mendadak terbuka.
Karuan, mengundang perhatian lingkaran luar kekuasaan. Tak sebatas pengamat sosial dan pemerhati lingkungan. Ada YLBHI dan LBH Yogya yang menyorot dugaan intimidasi. Pun Komnas HAM terkait hak asasi manusia. Belakangan Komisi III DPR RI yang menyisir aspek pemolisian sengkarut. Desa Wadas tak seharusnya tertindas. Butuh penanganan waras nan cerdas.
Gambaran terlintas kandungan batu andesit di kawasan Wadas. Prakiraan mencapai 19 miliar ton. Konon, sudah terbukti 262,7 juta ton. Kandungan “harta karun” andesit di Desa Wadas, setara 40 juta meter kubik. Luarbiasa.
Berdekatan hamparan kandungan andesit, lokasi rencana pembangunan Bendungan Bener. Desa Wadas, termasuk wilayah administrasi Kecamatan Bener, Kab. Purworejo. Ruas Wadas dijadikan area penambangan terbuka. Sejatinya, saling mendukung. Batu andesit Wadas bakal salah satu material proyek bendungan. Konon, berdaya tahan kuat terhadap cuaca dan usia lama.
Konon pula, termasuk Pembangunan Strategis Nasional (PSN). Lantas, dibiayai APBN melalui KemenPUPR. Lantas, rebutan perhatian sejurus kepentingan. Lantas, potensial koruptif. Lantas….?!
*) Wartawan senior di Bandung.