By M Rizal Fadillah
Penangkapan tiga ulama Ustad Farid Okbah, DR Ahmad Zein An Najah, dan DR Anung Al Hilmat ditanggapi beragam di media sosial. Orang yang mengenal ketiganya tentu kaget dan tidak percaya ketiga pendakwah tersebut adalah teroris. Orang yang tidak mengenal juga kaget, ada kegiatan Densus yang mengejutkan. Penangkapan ulama. Ketiganya dikaitkan dengan kegiatan terorisme.
Tentu berdampak terutama karena satu diantaranya adalah anggota Komisi Fatwa MUI. MUI telah mengklarifikasi dan mendorong keterbukaan dalam proses hukum. Menegaskan bahwa apapun pembuktian yang melibatkan pengurusnya, maka kegiatannya bersifat pribadi tidak berhubungan dengan MUI. Densus atau Kepolisian harus mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam kasus ini.
Tuduhan terorisme cukup serius karena terorisme bukanlah perbuatan pidana biasa. Perlu kejelasan dan keterbukaan informasi agar tidak menjadi bola liar dalam sikap dan persepsi publik atau membangun persangkaan fitnah. Selama ini penanganan terorisme senantiasa tertutup, lambat, dan jarang sampai hingga kepada tahap peradilan.
Lebih jauh dapat terjawab pertanyaan yang menggelitik, yaitu :
Pertama, sebagaimana diketahui bahwa terorisme adalah tindak pidana untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan rasa takut secara meluas, korban bersifat massal, serta menimbulkan kerusakan. Adakah perbuatan ini telah dilakukan oleh salah satu atau ketiga ulama tersebut ?
Kedua, apakah keterlibatan dalam organisasi yang bernama Jama’ah Islamiyah secara otomatis seseorang menjadi teroris ? Bagaimana jika keberadaannya untuk meluruskan organisasi ? Lalu apa dan siapa Jama’ah Islamiyah itu dalam kualifikasi politik, agama, dan hukum ? Pemerintah belum pernah menjelaskan secara terbuka sosok organisasi ini, termasuk keharamannya.
Ketiga, perlu jawaban benar dan beralasan mengapa Densus 88 enggan atau tidak melakukan aksi apa-apa dalam menghadapi KKB di Papua yang sudah betul-betul melakukan tindak pidana terorisme. Mereka adalah teroris yang sangat berbahaya, melawan NKRI, dan sangat keji.
DALAM KAITAN JAMA’AH ISLAMIYAH, MENARIK APA YANG DISAMPAIKAN PENGAMAT TERORISME AL CHAIDAR YANG MENJELASKAN TELAH TERJADI PERUBAHAN SIGNIFIKAN PADA JAMA’AH ISLAMIYAH (JI) DARI ORGANISASI YANG RADIKAL MENJADI LEBIH HUMANIS. MENURUTNYA, SEJAK 2007 JAMA’AH ISLAMIYAH BUKANLAH ORGANISASI TERORIS LAGI.
Dosen Universitas Malikusshaleh Aceh ini menjelaskan bahwa tahun 2008 hingga 2013 JI menjadi organisasi da’wah dan meninggalkan operasi teror di berbagai wilayah. Tahun 2013 hingga sekarang JI menjadi organisasi humanitarian dengan mendirikan Syam Organizer, Hilal Ahmar Society (HASI, One Care, ABA, dan sebagainya. Zain An Najah dan Farid Okbah belum kuat untuk ditempatkan sebagai teroris hanya karena terafiliasi pada JI, tuturnya.
Uraian Al Chaedar menjadi penting untuk dikonfirmasi dan dibuka lebih luas oleh Pemerintah, jangan sampai penangkapan Densus 88 atas ketiga ulama di atas hanya menciptakan kegaduhan, tanpa bukti kuat, dan hanya sebagai pembenaran bahwa rezim saat ini memang Islamofobia.
Apakah ada pihak yang sedang menciptakan sosok pengganti Abubakar Ba’asyir untuk menakut-nakuti masyarakat ?
Upaya yang sangat tidak mendidik dan tidak bermoral.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 19 Nopember 2021