Menafsir Ceramah Rizal Fadilah berjudul Nubuwwah dan implementasinya pada 26 Oktober 2021, ruang serba guna PCM Kota Bandung
LANGIT menjelang sore hari di Jl Nilem Bandung terlihat mendung, awan hitam bergayut berat pertanda hujan lebat akan datang, namun sore redup itu tak menyurutkan Jamaah yang terus berdatangan ke ruang Serba Guna PCM Lengkong Jl Nilem 9 Kota Bandung, mereka terlihat antusias untuk menghadiri dan mendengarkan figur tokoh aktivis dan pemerhati Politik dari Muhammadiyah ini yang akan membahas tentang tema judul diatas. Beliau sudah lekat dalam ingatan Umat Islam Jawa Barat. Haji Rizal Fadillah SH
Dengan pembicaraan isi pra ceramahnya yang cool dan jelas, Haji Rizal Fadillah memulai dengan bahasa yang familiar dan tegas sehingga memberikan inspirasi bagi hadirin untuk berani memberikan respon harapannya tentang isi ceramahnya, agar menyentil hal yang sangat kontekstual dengan kondisi saat ini, yakni masalah Departemen Agama sebagai hadiah untuk NU. Yang di ungkapkan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil. Pak Rizal merespon dengan santun serta hangat harapan para jamaah tersebut
Kenabian atau nubuwah adalah suatu isu yang jarang diperbincangkan oleh masyarakat umum. Namun teori kenabian dalam agama Islam telah menjadi perdebatan sengit yang belum berhenti hingga saat ini. Sayangnya, perhatian umat Islam terhadap tema ini tidak terlalu besar. Meski kenabian menjadi tema penting dalam kajian Islam, tetapi itu tidak berarti terjadi pula pada agama lain. Tema kenabian hanya menjadi tema serius pada agama Islam dan Yahudi. Agama-agama timur, seperti Hindu, Buddha, Tao, dan lainya, tidak menaruh perhatian serius pada tema kenabian.
Dengan mengambil intisari salah satu paragrap Pedoman Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah, Bagian dua, Ustad Rizal Fadilajh mengungkapkan Bahwa Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata kepada Allah, Agama semua Nabi-nabi, Agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Agama yang menjadi petunjuk bagi manusia, Agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama, Agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam.
Islam satu-satunya agama yang diridhai Allah dan agama yang sempurna. Dengan beragama Islam maka setiap muslim memiliki dasar/landasan hidup Tauhid kepada Allah, fungsi/peran dalam kehidupan berupa ibadah, dan menjalankan kekhalifahan, dan bertujuan untuk meraih Ridha serta Karunia Allah SWT. Islam yang mulia dan utama itu akan menjadi kenyataan dalam kehidupan di dunia apabila benar- benar diimani, difahami, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh pemeluknya (orang Islam, umat Islam) secara total atau kaffah dan penuh ketundukan atau penyerahan diri.
Dengan pengamalan Islam yang sepenuh hati dan sungguh-sungguh itu maka terbentuk manusia muslimin yang memiliki sifat-sifat utama: a. Kepribadian Muslim, b. Kepribadian Mu’min, c. Kepribadian Muhsin dalam arti berakhlak mulia, dan d. Kepribadian Muttaqin. Setiap muslim yang berjiwa mu’min, muhsin, dan muttaqin, yang paripuma itu dituntut untuk memiliki keyakinan (aqidah) berdasarkan tauhid yang istiqamah dan bersih dari syirk, bid’ah, dan khurafat; dari sini H Rizal Fadillah memberikan penekanan yang lebih jelas bahwa seorang Muslim harus memiliki cara berpikir (bayani), (burhani), dan (irfani); dan perilaku serta tindakan yang senantiasa dilandasi oleh akhlaq al karimah yang menjadi rahmatan li-`alamin.
Gemercik suara Hujan diluar ruang serba guna itu terdengar riuh, namun tidak mengganggu kejelasan suara verbal sang Ustad mengupas isi ceramahnya. Sesekali jamaah tertawa dan tersenyum lepas mendengar beberapa ungkapan ustad Rizal Fadilah yang bernada canda namun tetap berisi dan padat ungkapannya.
Penulis sempat terperanggah ketika nada canda pembicaraan Ustad Rizal mengupas pemikirannya bahwa Allah Subhanawaala telah menyatakan peran yang harusnya dimainkan Islam, yaitu sebagai ummatan wasathan (umat yang serasi dan seimbang) dalam istilah lainnya umat yang ditengah tengah, yang diperkuat dengan mengutif salah satu ayat QS Al-Baqarah ayat 143:
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ
“Wa kadzalika ja’alnaakum ummatan washatan litakuunu syuhadaa’a ‘alannasi wayakuna ar-rasulu ‘alaikum syahiidan”, artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”
Ustad Fadillah menyatakan umat yang di tengah tengah ini bukan berarti umat yang bisa dibawa kesana kemari tanpa sikap yang jelas terhadap mana yang mungkar dan mana yang dianggap amanah, Pernyataan Ustad ini menohok kesadaran penulis karena kenyataannya umat Islam saat ini, ada yang terjebak oleh cinta dunia dan takut mati atau yang disebut dalam istilah Wahn yang bisa kita artikan bahwa penyakit wahn adalah terlalu cinta dunia dan terlalu takut mati hingga membuat seseorang menjadi lemah.
Karena lemahnya sehingga mereka digiring oleh yang mensubsidi kehidupannya. Bahkan cenderung mengikuti paham yang jelas jelas mendeskreditkan umat Islam dan akan menghancurkannya, tapi karena ada subsidi untuk keberlangsungan hidupnya, sebagian umat Islam bahkan yang dianggap tokoh rela berada di posisi pendukung sosok yang diusung oleh komunitas penghancur Islam tersebut.
Ini sangat menyedihkan, mereka sangat fasih berdawah lisan di depan mimbar namun Bilhalnya sangat mencolok mata umat tentang kelemahan imannya, mereka dengan dalih siasah lalu mendukung kaum yang jelas jelas akan menghancurkan keyakinan tauhidnya, dan menapikan kegelisahan umatnya, dunia begitu mereka cintai, kematian begitu mereka takuti
Peristiwa Pilpres 2019, bagi sebagian orang cukup menyimpan memori kekecewaan dalam berbagai hal, kekalahan, penghianatan, perpecahan, kawan jadi lawan, lawan jadi kawan, lalu saling menusuk dari belakang, militansi dan kesetiaan berakhir dengan kesia sian. Kepentingan dan saling memmanfatkan menjadi standart silaturahmi hubungan persaudaraan. Dendam dan kebencian diam diam menumpuk menjadi kotoran hati dan pikiran, akal sehat tumbang oleh ketidak berdayaan. Dan akhirnya umat tercengang kebingungan melihat imamnya gaduh saling menjatuhkan.
Mungkin ini yang di sentil Ustad Haji Rizal Fadilah yang membaca situasi kekinian secara tersirat, umat pada saat ini harus sadar , bahwa kita semua begitu rentan dengan lemahnya iman, Umat yang seharusnya menjadi penegak kebenaran yang berada di tengah tengah, jangan sampai menjadi umat yang tergusur kesana kemari menjadi bola permainan kaum penista kebenaran.
Penulis menjadi teringat bagaimana, sebagian umat mayoritas ini berdarah darah bergerak memperjuangkan kebenaran hasil pilpres 2019, tapi sebagian saudaranya berdiam diri malah menjadi bagian yang di pertanyakan oleh para pencari kebenaran, 21 22 Mei 2019 adalah peristiwa yang tidak bisa diungkap oleh media apapun, gelap, hitam dan tragis. Semua terdiam membisu. Mungkin hanya Allah yang nanti akan mengungkap kebenaran peristiwa tersebut. Dan peristiwa peristiwa lainnya yang diakibatkan lemahnya keyakinankeimanan para tokoh umat akan ketentuanNya.
Ummatan washatan adalah umat yang berada ditengah tengah dengan keteguhan militansi pada ketentuan Allah. Bukan sebaliknya di tengah tengah hanya menjadi bagian kepentingan pribadi yang akan berakhir lunturnya keteguhan iman Umat Islam Negeri ini.
Naudzubillah Min Dzalik
Langit Diluar ruang serbaguna masih mendung, cahaya kilat dari petir yang jauh menerpa ruang serba guna, Ustad Rizal Fadillah menutup pembicaraannya dengan sedikit mengupas tentang masalah Departemen agama yang di klaim sebagai hadiah untuk warga Nahdlatul Ulama (NU), menurutnya peristiwa ini justru membuka hal yang selama ini tidak terungkap kepermukaan, masyarakat Islam pada umumnya jadi faham, ketidak jelasan pigur menteri ini dalam melihat sejarah Perjuangan bangsa Indonesia yang sebenarnya. Begitu kata Pak Ustad Rizal Fadillah sambil menutup ceramahnya dengan senyum yang santun, tegas dan jelas
Menjelang magrib, hujan rintik terbawa angin Barat yang berhembus cukup kencang menyirami Jl Nilem yang lenggang, langit masih mendung, pohon pohon basah kuyup di terpa hujan lebat, merunduk dingin, menatap jamaah yang hilir mudik meninggalkan lokasi ruang Serba Guna PCM Lengkong yang berdiri tegap kearah Barat, hari ini sebagian besar menjadi semakin yakin kemana seharusnya umat berkiblat
Cecep Ahmad Hidayat