JABARSATU.COM – Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC) menutup Festival Monolog ke 2 se Jawa Barat dengan menggelar pertunjukan monolog dari peserta yang masuk final secara langsung dan melalui aplikasi google meeting, Kamis 1 Juli 2021 di Studio Mini Bandoengmooi, Jl. Babakan Lao No. 3B Kota Cimahi.
Sekretaris Komite Teater dan Pedalangan juga Ketua Masyarakat Teater Cimahi (Masteci), Ricky Angga Maulana mengetakan, seyogyanya kegiatan ini siap dilaksanakan di gedung Technopark Kota Cimahi dan bisa ditonton secara langsung, sehubungan Kota Cimahi masuk pada zona merah pandemi Covid-19, final festival monolog pun batal dilaksanakan di Technopark.
“Final Festival Monolog ke 2 se Jawa Barat tetap dilaksanakan secara langsung dan daring, tapi hanya disaksikan oleh 3 orang juri dan beberapa orang panitia sebagai tim dokumentasi. Tempat kegiatan kami alihkan ke Studio Mini Bandoengmooi. Sebanyak 4 peseta monolog yang masuk Final dari Kota Bandung dan Kabupaten Bandung pergelaran langsung dihadapan juri dan 2 perseta dari Kota Bogor dan Kabupaten Bogor melalui google meet yang ditayangka lewat proyektor,” ujar Ricky dalam keterangan persnya, Jumat (2/7/2021).
Menurut Ricky, festival monolog diawali dengan melakukan diskusi teater bersama nara sumber tokoh teater nasional, akdemisi Iman Soleh dan Yoyo C. Durahman pada peringatan Hari Teater Internasional 27 Maret 2021 melalu zoom meeting dan siaran langsung di youtube DKKC dalam program Obrolan Seputar Pengetahuan Kebudayaan (OSPeK) DKKC. Kegiatan ini sekaligus dimualinya pendaftaran atau penjaringan peserta festival monolog.
“Sebanyak 30 pendaftar dari beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Barat tercatat melalu form google doc yang disediakan panitia. Sampai batas akhir pengiriman video monolog untuk di kurasi oleh juri, hanya 24 peserta yang masuk dan ditentukan 6 peserta lolos untuk tampil monolog secara langsung di babak final,” ungkapnya.
Setelah menyaksikan secara langsung Dewan juri Yoyo C, Durachman, Yusef Mudiyana dan Hermana HMT menetapkan dari 6 finalis, Fadly Dwi (Kota Bandung) juara ke 1, Nadya Febri (Kab. Bandung) juara ke 2 dan Vioni Novita (Kab. Bandung) juara ke 3 katagori pelajar SMA/SMK. Sedangkan katagori mahasiswa/umum, Tri Monica (Kota Bogor) juara ke 1, Widdy Wandika (Kab. Bandung) juara ke 2 dan Sri Mulyati (Kab. Bogor) juara ke 3.
Ketua juri Festival Monolog DKKC ke 2 se Jawa Barat 2021, Yoyo C. Durachman menberi catatan keci untuk para peserta monolog dan setidak bagi para pelaku teater pada umumnya, dalam pandemi covid-19 seperti sekarang ini mesti pandai-pandai beradaftasi dengan kondisi yang terjadi.
“Agar tidak berhenti total melakukan pertunjukan secara langsung dan disaksikan di panggung karena ada hibauan larangan berkerumun atau melibarkan banyak orang, kita mesti bisa memanfataakan kekosongan panggung dengan gelar pertunjukan teater secara virtual. Semetara waktu kita memindahkan pentunjukan teater ke media sosial seperti youtube dan lain sebagainya,” kata Yoyo.
Tambah Yoyo, tentu ada perbedaan kenikmatan antara melakukan dan melihat secara langsung dengan melakukan dan menyaksikan secara virtual. Tapi pilihan itu harus dijalani kalua karya seni yang dibuat ingin terus diapresiasi oleh publik dan eksistensi seniman dalam berkesenian terjaga.
“Menjadi cataan, pelaku teater yang memanfaatkan media virtual mesti memahami karakteristik perangkat virtual. Jika kurang memahami, pertunjukan yang secara langsung terhat sangat menarik secara visual, tapi bisa kelihatan jelek atau kurang memuaskan bila disaksikan secara virtual,” jelas Yoyo.
Dari sisi keaktoran Yusef Mudiyana memberi catatan khusus bagi para peserta festival monolog, bahwa menyampaikan pesan, mengekspresikan karakter tokoh melalu kata-kata dan aksi tubuh sehingga dapat mewujudkan pertunjukan yang menarik juga dapat dinikmaati dengan baik oleh apresiatornya sang aktor monolog harus mampuh membangun karakter dan menciptakan irama dan tempo permainan yang dinamis.
“Kecenderungan para aktor dalam festival monolog yang telah berlangsung ini berusaha ingin kedengaran jelas dan kelihatan ekspresip, sehingga setiap kata-kata yang dilontarkan terkesan berteriak. Marah, sedih, gembira dan kondisi biasa-biasa harus dibangun dengan diksi, irama dan tempo permainan yang proposional. Jangan buru-buru ingin menyelesaikan pertunjukan karena penonton tidak akan pergi kemana-mana selam pertunjukan itu menarik ditonton,” ungkap Yusef.
Ditambahkannya, suasana bisa dibangun dengan jeda sesaat. Jeda menjadi penting dalam transisi pemindahan karakter satu ke karakter lainnya, dari situasi yang satu ke situasi atau dari adegan ke tiap adegan lainnya. Kesan terburu-beru sering terjadi disebabkan sang aktor tidak rileks atau tegang, sehingga irama dan tempo tidak terjaga, pertunjukan menjadi monotan dan membosankan.
Namun demikian Yusef mengapresiasi semangat para pelaku teater muda dari Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Dalam kondisi seperti ini mereka masih tetap bergairah dan mau meluangkan waktu melakukan proses berteater dan mengikuti kegiatan festival.
“Ajang festival monolog yang digelar DKKC ini mesti didukung agar digelar tiap tahun. Selain memupuk generasi baru pelaku teater di Jawa Barat juga memberi ruang dalam meningkatkan kualitas, kuantitas dan memberi pengalaman yang beraarti bagi pengembangan karier pelaku teater selanjutanya, lebih khusus dalam menggali keaktoran. Selamat bagi para pemenang dan peserta lainnya, teruslah bersemangat untuk menjadi aktor yang mumpuni. Jangan biarkan panggung sepi,” pungkas Yusef. (RL/JBS)