OLEH M. RIZAL FADILLAH
Upaya menyandingkan Jokowi dengan Prabowo untuk Pilpres 2024 yang bermakna Jokowi akan menjabat tiga periode adalah mengada-ada dan hanya sebuah mimpi. Masalahnya Konstitusi hasil amandemen yang mencerminkan produk reformasi adalah membatasi masa jabatan Presiden hanya dua periode. Pasal 7 UUD 1945 menyatakan “…dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan”.
Komunitas Jokpro 2024 pimpinan Qadari adalah lembaga serius yang dibuat untuk menggolkan Jokowi agar menjabat tiga periode. Ada kalangan yang tegas menyatakan Qadari telah melangkah menentang aturan Konstitusi, bukan lagi sekedar berwacana. Karenanya muncul tagar #tangkapqadari. Mengingat Jokowi belum bersikap maka upaya Qadari dianggap masih menggantung. Hanya saja diamnya Jokowi dapat menimbulkan multi interpretasi dan layak dicurigai.
Tiga periode meski dapat dipaksakan tetapi dinilai hanya mimpi atau halusinasi, karena :
Pertama, melawan arus reformasi dan usaha kembali ke sistem politik orde lama dan orde baru. Keduanya membawa Soekarno dan Soeharto menjabat untuk waktu tak terbatas. Soekarno dan Soeharto jatuh akibat nafsu untuk terus berkuasa.
Kedua, rakyat merasa terkhianati dan sulit menerima penambahan masa jabatan tiga periode. Gerakan perlawanan yang sangat kuat akan membawa kegoncangan politik. Sulit ditoleransi pemerintahan otoriter yang terus menerus menggerus hak-hak politik rakyat.
Ketiga, berbeda dengan Soekarno dan Soeharto yang berjasa besar bagi pendirian dan pembangunan bangsa, Jokowi adalah Presiden minim prestasi, bahkan beberapa kalangan menilai gagal. Hutang luar negeri yang besar dipastikan akan membebani pemerintahan baru maupun rakyat.
Keempat, partai-partai politik yang ada sudah mulai menggulirkan Capres/Cawapres 2024 di luar Jokowi. Tidak mudah membawa partai politik ke ruang amandemen pasal 7 UUD 1945 yang bertentangan dengan aspirasi rakyat. Jokowi cenderung semakin ditinggalkan.
Kelima, Jokowi sejak awal telah menyatakan penolakan untuk menjabat tiga periode. Bahkan dengan nada keras mengecam dan menyatakan dukungan itu sebagai “menampar muka”, “mencari muka”, dan “menjerumuskan”. Jika menjilat ludah sendiri atau makan omongan sendiri maka predikatnya adalah Munafik.
Keenam, oligarkhi yang berkepentingan tiga periode akan berfikir ulang jika penentangan dari rakyat cukup besar. Kepercayaan rakyat kepada Jokowi terus merosot akibat kasus korupsi, pelanggaran HAM, serta kondisi ekonomi yang semakin morat-marit.
Ketujuh, pemasangan Prabowo sebagai Wapres hanya “main-main” karena Prabowo tidak akan menerima status sebagai Cawapres. Prabowo telah dua kali maju sebagai Capres karenanya tak rasional dan sangat bodoh jika mau menerima sebagai Cawapres.
Karena tiga periode hanya sebagai mimpi atau halusinasi, maka Jokowi tidak cukup hanya menyatakan menolak untuk menjabat tiga periode tetapi harus meminta agar Komunitas Jokpro 2024 pimpinan Qadari segera membubarkan diri.
Jokowi sebenarnya berada di ujung tanduk ketika Banteng tunggangannya pergi. Jokowi yang duduk di atas tanduk dapat jatuh sekurangnya pada tahun 2024. Namun jika menyelamatkan diri dengan cara berjuang untuk tiga periode, maka hal itu berisiko jatuh dari tanduk dengan lebih cepat.
Tiga periode adalah inkonstitusional dan bertentangan dengan aspirasi rakyat. Tiga periode mengebiri partai politik dan menambah tumpukan dosa rezim.
Tiga periode adalah mimpi dan halusinasi sekaligus idiotisasi dalam berbangsa dan bernegara.
Mimpi dan halusinasi itu harus segera diberangus dan dimusnahkan.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 21 Juni 2021