by M Rizal Fadillah
KPK dilumpuhkan, bahkan dimatikan, baik oleh UU revisi yang kontroversial, maupun oleh kebijakan aneh yang diambil mengenai sumber daya manusia pengisinya. Menjadikan seluruh petugas sebagai ASN dan merekayasa penyingkiran pegawai potensial. Materi test mengada-ada dan tendensius. Pemerintahan korup agar dimaklumi atas nama “ada kemajuan”. Menkopolhukam mengemis pada rakyat. Lirih tapi menjengkelkan.
Menyatukan lembaga riset BATAN, LIPI, BPPT, dan LAPAN menjadi BRIN melalui Perpres No 33 tahun 2021 adalah memporak-porandakan kelembagaan, fokus orientasi, dan budaya riset Nasional. Kritik akademisi cukup keras. Quo Vadis sistem riset Indonesia ? Mengapa soal riset harus dikaitkan dengan model Omnibus Law. Negara tidak boleh dibiarkan berideologi materialistik. Apalagi menjadikan Ketum Partai sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN. Ini sama saja dengan membawa persoalan riset ke dalam ruang politik praktis.
Pembukaan penerbangan Wuhan-Jakarta sangat menyakitkan anak bangsa. WN Cina dengan mudah datang dan pergi ke negeri bumi pertiwi. Ini sangat ironi di tengah repotnya kita menangani pandemi. Wuhan adalah pusat dan awal penyebaran virus ke seluruh dunia. Di lain sisi warga pribumi yang ingin mudik bertemu sanak keluarga bukan saja dipersulit, tetapi dilarang bahkan diancam sanksi hukum segala. Ketidakadilan dipertontonkan Pemerintah secara terbuka.
Kabinda Papua Brigjen Putu Danny tewas ditembak teroris, operasi pemberantasan terorisme Papua lambat dilakukan. Tidak secepat penanggulangan “terorisme” domestik. 53 Awak Nanggala 402 tewas mengenaskan, tanpa perintah pengibaran bendera setengah tiang tanda “duka nasional”. Menunggu godot adanya instruksi penyelidikan menyeluruh atas insiden pahit ini. Menhan bungkam, Presiden membisu. Mushibah besar bangsa yang sepertinya diabaikan begitu saja.
Hutang Luar Negeri di atas 6000 Trilyun membuat kalang kabut. Menkeu Sri Mulyani telah “hands up” dengan berteriak meminta bimbingan IMF dalam mengatasi hutang berat negara. Tahun 1998 mengundang IMF menandatangani bantuan melalui Michel Comdessus menyebabkan krisis ekonomi dan menjatuhkan Pemerintahan Soeharto. Kini tentu rawan “memasukkan” IMF ke dalam keruwetan ekonomi. Rizal Ramli menyebut penerbitan SUN juga justru membuat jeblok pertumbuhan ekonomi. Akhirnya Sri Mulyani putus asa dan hanya bisa meminta masyarakat berbelanja membeli baju baru untuk lebaran.
Masih mampukah Pemerintah mengelola negara dengan tertib, optimis dan pasti ? Atau masihkah sok mampu dengan modus berputar-putar di arena pencitraan melalui selfi atau berfoto aneh bersama “rakyat jelata buatan” ? Usaikah bagi-bagi kue jabatan kepada para pendukung atau masih berlanjut ? Terdengarkah jeritan dan keluh kesah rakyat yang semakin susah ?
Nampaknya Pemerintah mulai goyah dan panik. Kehilangan kemampuan untuk mengelola negara. Kesolidan tim kabinet mulai retak. Koalisi mempersiapkan pelampung dan sekoci untuk melompat masing-masing. Menyelamatkan diri untuk 2024. Sementara kapal terus terombang ambing digulung ombak. Nakhoda tak bisa mengendalikan kemudi yang ternyata memang kemudi telah patah.
Pertanyaan dan renungan bagi semua, masih adakah harapan Pemerintah ?
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 6 Mei 2021