Indonesia dihipnotis mengambil utang segujung untuk mengejar pertumbuhan ala David Copperfield atau Harry Houdini.
Oleh Salamuddin Daeng
Kondisi Sebelum Covid ditandai oleh keadaan yang sudah buruk. Perekonomian indonesia sebetulnya belum pulih sebagai dampak krisis moneter asia 1998 dan krisis keuangan eropa tahun 2008. Sekarang Indonesia malah sedang dihipnotis untuk melipatgandakan utang dalam rangka memperbaiki pertumbuhan ekonomi. Ini pasti logika tukang sulap.
Sementara itu pertumbuhan ekonomi dunia relatif stagnan kecuali China yang menjadi sandaran konsumsi global selama ini berada dalam pertumbuhan positif.
Sisi lain utang global menumpuk sangat besar hampir di seluruh negara di dunia. Utang global telah meningkat sekitar USD 87 triliun sejak tahun 2007 dan USD 70 triliun adalah peningkatan utang pemerintah.
Strategi utang menjawab Krisis yang dipilih dunia merupakan pilihan yang beresiko. Sebuah sumber menyebutkan bahwa bank sentral dan pemerintahan seluruh dunia meluncurkan sekitar USD 15 triliun dari dana utang komersial untuk membiayai krisis.
Tahun ini utang global meningkat 20% menjadi 324 % terhadap Gross Domestic Product (GDP). Utang US federal debt akan tumbuh tahun ini sebesar 100 % GDP.
Dana Moneter Internasional memperkirakan defisit publik sebagai persentase dari pendapatan nasional akan melonjak menjadi hampir 10% tahun ini dari hanya di bawah 4% pada 2019.
Apa yang dipikirkan penata keuangan dunia sekarang adalah sesuatu yahg kurang masuk akal yakni membayangkan dunia saat ini seperti tumbuh dalam utang besar dalam semalam. Lalu setelah itu semua negara terjerat utang yang tak akan terbayarkan sampai kapanpun.
Indonesia sendiri harus menambah utang sedikitnya Rp. 1000 triliun setahun agar dapat tumbuh. Padahal utang yang lama telah menjadi beban yang mencekik APBN, termasuk utang akibat BLBI dan KLBI senilai Rp. 630 triliun kala itu setara dengan 12 kali APBN negara ini. Sekarang Indonesia harus menambah utang baru pada tingkat yang tidak masuk akal sehat agar bisa menyembuhkan kapitalisme pasar bebas yang tengah sekarat. Logika ini berdiri di atas dasar pemikiran para arsitektur ekonomi ubanan yang sakau.***