JABARSATU.COM – Kisah dimulai ketika Kota Pekalongan dilanda perang pada pertengahan tahun 1890. Tragedi yang menyeret serta segenap penduduk kota mengungsi ke berbagai daerah di Pulau Jawa, tidak terkecuali Bandung.
Dari sekian banyak pengungsi, terselip satu pria lajang bernama Usman. Seorang pria biasa yang tidak pernah menyangka bila kelak menjadi orang tua dari tokoh legendaris fesyen Indonesia bernama Iming.
Iming atau lebih dikenal dengan Mas Iming lahir di Bandung. Ibunda Iming adalah seorang perempuan berlatar garis keturunan berdarah biru asal Subang.
Keluarga Iming mampu menyambung hidup dengan penghasilan yang didapat dari bisnis telur asin di kawasan Groote Postweg atau kini dikenal sebagai Jalan Ahmad Yani.
Singkat cerita, Iming kecil dididik dengan nilai kejujuran dan kerja keras. Sebuah alasan yang melatarbelakangi Iming dewasa memilih bekerja mandiri sebagai bell boy di salah satu hotel melati di kawasan Pasar Baru.
Tidak terelakan bila pesona Iming mengaburkan logika sehingga memikat putri mahkota sang pemilik hotel bernama Ningsih. Cinta dipertemukan dan keduanya menikah pada awal tahun 1900.
Setelah menikah, Iming segan meneruskan bisnis hotel milik mertuanya. Lantas Iming lebih memilih berjuang sendiri dengan belajar menjahit peci dari kakak kandung Ningsih, Tayubi.
Tayubi memang lebih dulu menggeluti bisnis peci dan biasa berjualan di kawasan Pasar Baru. Saat itu, Pasar Baru belum dibangun maka aktivitas perdagangan dilakukan di sepanjang pelataran jalan dengan mendirikan kedai kecil atau jongko.
Namun Tayubi justru memilih pensiun dini dari bisnis peci dan beralih profesi menjadi musisi violin. Tidak demikian dengan Iming yang tetap melanjutkan kreasi dan menyambung hidup melalui produksi peci.
Iming memang memiliki teknik tersendiri dalam setiap peci yang dibuatnya. Inovasi tersebut tersaji melalui pola jahitan yang variatif pada bagian dalam peci.
Kreasi tersebut menghadirkan kenyamanan karena peci terasa lebih ringan saat dipakai. Nyatanya pola tersebut kini menjadi standar dasar pembuatan peci di Indonesia.
Naik turun prestasi omzet dilalui Iming. Hal itu tidak serta merta membuat Iming menyerah dan berpulang pada bisnis hotel milik mertuanya atau usaha telur asin keluarganya.
Ketekunan Iming membuahkan hasil. Setidaknya pada tahun 1912 Iming memberanikan diri untuk membuka toko peci sendiri di atas tanah warisan keluarga di kawasan Simpang Lima Jalan Ahmad Yani dengan nama M Iming. Modalnya, hanya satu mesin jahit.
Maka tidak heran bila banyak tokoh besar menggunakan peci M Iming semisal Presiden Indonesia pertama Soekarno, para Wali Kota Bandung seperti Dada Rosada dan Ridwan Kamil hingga almarhum pelawak Kang Ibing.
Disaat bulan ramdahan seperti saat ini peminat peci khas H Iming masih ada dan kini selain di A. Yani ada juga tokok M Iming di Jalan Surapati dan workshop-nya di Jalan Kopi Bandung. (JBS/FOTO-FOTO BUDI YANTO)