Oleh : Imam Wahyudi *)
Tasikmalaya menyeruak. Menghentak perhatian khalayak. Kabar berita langka. Seputar sosok Deni Sagara di sana.
Mendadak viral awal pekan ini. Soal spasi pendek jabatan publik. Seumur jagung pun tidak. Hanya 42 hari, usia jabatan wakil bupati. Bisa jadi (rekor) tersingkat di Indonesia.
Kabupaten di kawasan timur Jawa Barat. Kerap disebut Priangan Timur. Berjuluk “kota pesantren”. Kali ini jadi perbincangan publik.
Pendek berita, Deni Sagara jadi Wakil Bupati Tasikmalaya. Gubernur Jabar, Ridwan Kamil melantiknya 10 Februari 2021. Jabatan itu sudah harus ditanggalkan 23 Maret 2021. Praktis, hanya berdurasi 42 hari. Lantaran sisa masa jabatan 2016-2021. Periodisasi jabatan berakhir. Kali ini, sudah menunggu Ade Sugianto-Cecep Nurul Yakin sebagai bupati dan wabup terpilih. Hasil Pilkada Serentak 2020 ybl.
Setahun lalu, Deni sudah dipastikan menjabat. Wabup sebelumnya, Ade naik tahta. Jadi bupati, yang ditinggalkan Uu Ruzhanul Ulun. Pilgub Jabar 2018 mengantarkan Uu ke kursi Wakil Gubernur Jabar. Mendampingi Ridwan Kamil. Lantas, mengapa kursi Wabup Tasikmalaya dibiarkan kosong?
Suatu keputusan politik, lazim memicu pro dan kontra. Tapi mengorbankan sistem kelola pemerintahan, tidaklah bijak. Apalagi sejajar layanan publik warganya. Toh, prosedur dan mekanisme sudah ditempuh. DPRD Kab. Tasikmalaya menetapkan Deni Sagara sebagai wabup pengganti. Lagi, untuk sisa masa jabatan 2016-2021. Dalam rapat paripurna 24 Februari 2020, politisi PAN ini kantongi dukungan 36 suara dari 49 anggota, termasuk tiga suara abstain. Meninggalkan rivalnya, Heri Ahmadi (PKS) dengan 10 suara.
Prasyarat formal dan material calon wabup — dinyatakan lengkap. Dengan kata lain, seluruh tahapan legislatif berakhir. Lanjut laporan ke Mendagri di Jakarta. Tapi tak berkorelasi dengan perintah pelantikan. Andai saja terealisasi, jabatan wabup bakal berdurasi satu tahun (baca: 12 bulan). Tak juga ada tindaklanjut, setelah lewat masa tujuh bulan. DPRD Kab. Tasikmalaya kembali rapat paripurna pada 09 November 2020. Menguatkan keputusan tentang wabup pengganti atasnama Deni Sagara. Lagi, andai segera dilantik, jabatan wabup itu bakal berdurasi tiga bulan (baca: 90 hari). Akhirnya, baru dilantik 10 Februari 2021. Karuan, spasi masa jabatan Wabup Tasikmalaya sisa periode 2016-2021. Hanya dan hanya 42 hari. Tak lagi, perlu kata “andai” — serupa kronologi di atas.
Sebuah proses pelantikan yang menyita waktu panjang. Setahun atau 12 bulan tertunda. Lagi, Wabup Tasikmalaya dibiarkan ompong. Apa pun, proses itu begitu adanya. Sudah berlangsung, bahkan sudah berakhir. Apa pun, Deni Sagara pernah menjabat Wakil Bupati Tasikmalaya. Maaf, dalam periode 10 Februari 2021 – 23 Maret 2021. Meski tak lazim, itu pula faktualnya. Periodisasi formal, jabatan kepala daerah — selalu tertulis dalam rentang tahun.
*
Bab Deni Sagara yang akhirnya dilantik, kiranya lebih kepada pemenuhan tertib administrasi pemerintahan daerah. Ikhwal jabatan kepala pemerintahan daerah. Betapa pun, substansi tak terpenuhi. Catatan pentingnya, menggulirkan sebuah preseden tak patut. Sependek tanpa penjelasan yang memadai, pasal preseden itu akan mengalir di kali publik.
Sosok muda Deni Sagara (44) cukup cerdas menangkap sinyal ini. Malah memaknai sebagai sinyal alam dari langit. Mengabaikan sebagai sinyal politik. Kali ini mantan Wabup Tasikmalaya. Toh, jauh hari — sudah bersiap diri. Mental, fisik dan tanggungjawab moral terhadap urgensi sejarah. Sederet jurnal kinerja durasi singkat, disiapkan. Catatan serbalintas perjalanan dikemas. Bertajuk “42 Hari Memimpin dengan Nurani” (Perjalanan Deni Ramdani Sagara Menjabat Wakil Bupati Tersingkat di Indonesia). Jurnal yang ditulis Ahmad Bahar dkk ini, dirilis bersamaan akhir jabatan singkatnya itu.
Sebagai wabup, Deni Sagara tak menyerah. Tiada gelisah. Tak serta-merta duduk, menikmati jabatan. Toh, cuma 42 hari. Bak “sagara” seirama lautan perjuangan. Berlari dan berlari. Meneguk dahaga warga di tepian. Blusukan dan blusukan. Menjemput suara tak terdengar. Nuraninya menuntun makna peduli. Nun jauh di sana, menemukan yang tak terduga.
Warganya, janda dua anak terpapar lapar. Di rumah kecil bilik bambu. Bak “gubuk derita”. Keseharian, lebih sering makan nasi bertabur garam dan dedaunan. Sang wabup tak kuasa berlinang air mata. Deni merangkul. Menjadikan kedua anak yatim itu menjadi “anak angkat”nya. Siap membiayai keseharian dan melanjutkan hak sekolah yang pernah terputus.
Durasi singkat bukan kendala bagi Deni. Langkah-langkah kecilnya, sungguh menginspirasi.*
*)Ketua Komunitas Wartawan Senior (KWS) Jawa Barat.