Oleh : Salamuddin Daeng
Masih ingat kasus peternak ramai-tamai buang ayam hasil peternakan mereka? Membagi secara gratis hasil produksi ayam ke pasar-pasar? Ini adalah puncak keputusasaan yang dihadapi oleh peternakan skala kecil akibat kehilangan pasar.
Wabah bukan penyebab pertama atas kelumpuhan usaha peternakan ayam milik masyatakat saat ini. Usaha peternakan rakyat telah sakit sebelum wabah datang, saat wabah sekarang usaha ini benar-benar telah lumpuh.
Hal ini diakibatkan tidak perlindungan sama sekali oleh pemerintah melalui regulasi yang dibuat untuk merespon krisis parah yang berlangsung saat ini. Perlindungan terhadap apa?
Pertama, ayam impor semakin hari semakin menguasai pasar Indonesia yang memicu over supply dalam pasar ayam.
Kedua, pasar Indonesia makin didominasi oleh perusahaan perusahaan besar yang memiliki rantai supply kuat dari urusan impor, bibit ayam, pakan ayam, hingga rantai pemasaran.
Ketiga, sistem keuangan, suku bunga, kredit, yang sangat memberatkan, dimana tidak ada mekanisme bagi usaha-usaha rakyat untuk menegosiasikan, meminta keringanan atas utang mereka. Ketiadaan perlindungan mungkin dikarenakan Sinuhun sudah lupa dengan ayam, mungkin karena tidak ada yang mengingatkan beliau tentang ayam, mungkin para pembantu beliau menutup-nutupi semua masalah yang berkaitan dengan ayam.
Atau bisa jadi para pembantu Sinuhun mengambil keuntungan besar atas masalah yang terjadi pada peternakan ayam rakyat. Semua hal di atas bukanlah asumsi belaka. Faktanya saat ini daging ayam yang disuplai ke masyarakat mengalami over supply, kelebihan pasokan yang mengakibatkan peternakan rakyat kehilangan pangsa pasar.
Pada saat wabah corona datang yang diikuti dengan resesi, daya beli yang merosot, praktis pasar berada di dalam genggaman perusahaan perusahaan besar.
Di sisi lain tidak ada regulasi yang dibuat pemerintah untuk memberikan perlindungan dalam menjawab krisis ini yang menjadi solusi atas lumpuhnya usaha peternakan rakyat. Hal ini semakin dibuktikan dengan terbitnya Perpu Nomor 1 tahun 2020 yang selanjutnya disahkan menjadi UU Nomor 2 Tahu 2020, yang tidak mengandung muatan penyelamatan usaha-usaha rakyat.
Undang – undang ini hanya bicara penyelamatan perusahaan besar, bank, BUMN. Meskipun ada kata UMKM didalam undang-undang tersebut namun semua penyelesaian masalah UMKM hanya dilakukan melalui mekanisme perbankkan. Jangankan mau menyelamatkan peternakan ayam, Undang-undang dan seluruh regulasi penanganan wabah covid 19 sama sekali tidak menyebutkan petani, nelayan dan peternak. Usaha-usaha yang dikerjakan oleh rakyat sama sekali tidak menjadi prioritas pemerintan dalam penanganan krisis akibat covid 19.
Dengan demikian akan sangat mudah menebak siapa saja yang akan menikmati uang negara yang disalurkan melalui APBN hampir Rp700 triliun rupiah yang dianggarkan pemerintah untuk menyelamatkan krisis. Surat yang saya kirim awal tahun lalu belum dibalas oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Bisa jadi para pembantu Sinuhun menutup-nutupi masalah krisis peternakan ayam rakyat, agar uang negara cukup dinikmati oleh segelintir perusahaan besar saja, karena hanya perusahaan besar yang bisa setor kepada birokrasi binaan
Sinuhun. Jika hal ini terus terjadi, dapat dipastikan usaha peternakam ayam rakyat akan gulung tikar di tahun ini. Harapan terakhir bagi peternak, mudah-mudahan ingatan Sinuhun pada ayam segera pulih.
*Penulis adalah Peniliti Pada Asosiasi Ekonmi dan Politik Indonesia (AEPI)
sumber ajnn.net