by M Rizal Fadillah
Vaksin Sinovac sudah didistribusikan ke beberapa Provinsi. Bulan Januari mulai penyuntikan vaksin. BPOM belum mengumumkan izin, jika keluarpun itu tidak sehat karena tanpa penelitian tuntas dan seksama. Dipaksa dan diburu-buru. Tanggal 13 Januari 2021 ini mulai vaksin serentak konon Presiden akan disuntik pertama. Begitu Menkes mengumumkan.
Di beberapa negara banyak pimpinan negara memulai penyuntikan vaksin atas dirinya, kemudian diketahui ternyata itu suntik rekayasa. Rupanya takut terinfeksi virus Covid 19 sama takutnya dengan disuntik vaksin. Ketakutan ini didasarkan pada keraguan akan jaminan keamanan vaksin. Vaksin Sinovac masih uji klinis tahap tiga. Artinya pengujian belum selesai.
Tentu hari ini kita akan menyaksikan penyuntikan perdana atas diri Presiden Jokowi. Belajar dari karakter bawaan yang senang pada pencitraan, maka penyuntikan yang dilakukan mesti diperhatikan dengan seksama. Teliti isi vaksin, maupun cara penyuntikan. Presiden tak boleh bohong atau mekakukan rekayasa. Jika terjadi akan berdampak besar. Di samping akumulasi dari kebohongan juga bakal menjadi bagian dari skandal vaksin.
Penolakan untuk divaksin karena keraguan keamanan khususnya vaksin China ini terjadi dimana-mana. Tenaga medis sebagai klaster pertama target penyuntikan banyak yang menyatakan menolak dan tak bersedia disuntik. Video Menteri Erick yang tak mau disuntik pertama, viral kembali. Begitu juga teraktual video anggota DPR Faksi PDIP dr. Ribka Tjiptaning yang tegas-tegas menolak untuk divaksin. Ia menyatakan lebih baik di denda daripada di suntik vaksin. Memaksakan adalah melanggar HAM.
Di tingkat elit dan kalangan medis saja banyak yang ragu dan menolak apalagi di masyarakat kebanyakan. Belum lagi soal kehalalan vaksin yang masih menjadi persoalan. Wapres terkesan harus “mengemis-ngemis” agar MUI mengeluarkan fatwa halal. Soal halal haram tidak boleh dikaitkan dengan kebutuhan politik dan ekonomi.
Jika program vaksin gagal yakni tidak memenuhi target, maka berapa Trilyun kerugian negara yang secara tergesa-gesa telah membeli vaksin Cina Sinovac. Kecurigaan terjadinya bisnis vaksin dikemukakan oleh banyak kalangan termasuk anggota DPR Ribka Tjiptaning tersebut.
KPK harus mulai menyisir kerugian negara yang mungkin terjadi dari korupsi vaksin. Sementara DPR yang “kritis” soal vaksin juga harus mengejar pertanggungjawaban Presiden atas problema vaksin yang merugikan keuangan negara tersebut. Skandal vaksin harus dicegah dan dipertanggungjawabkan. Rakyat jangan menjadi obyek mainan dengan dalih apapun termasuk kesehatan.
Gagal vaksin adalah manifestasi dari Presiden yang gagal.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 13 Januari 2021