by M Rizal Fadillah
Andai direnungkan lebih dalam, maka pak Mahfud MD ternyata menjadi Menteri yang paling sering bikin gaduh di masa jabatan kedua Pemerintah Jokowi. Hal Ini di luar dugaan, karena sang guru besar dikenal bukan orang yang radikal, kecuali dua pernyataan yang pernah dikemukakan yaitu “Pejabat yang sudah tidak dipercaya rakyat, sebaiknya mundur” dan “Malaikat pun jika masuk sistem di Indonesia dapat berubah menjadi Iblis”.
Pada 10 Desember 2019 Prof. Mahfud MD menyatakan bahwa sejak reformasi 1998 tidak ada kejahatan HAM. Banyak yang mengkritisi pernyataan ini, sebab baru saja di bulan Mei pasca Piilpres 2019 sebanyak enam atau bahkan 9 orang dinyatakan tewas dan teraniaya oleh aparat Kepolisian yang menangani unjuk rasa di depan kantor Bawaslu.
Demikian juga soal Papua yang menurut laporan Amnesti Internasional terjadi 69 kasus pembunuhan “unlawful killings” dan sepanjang 2010 hingga 2018 tercatat 95 orang meninggal yang sebagian besar oleh tindakan aparat. Meski Mahfud MD menyebut itu sebagai laporan sampah, tetapi faktanya Papua telah menjadi masalah serius bagi bangsa Indonesia.
Menghadapi Pandemi Covid 19 Mahfud MD bulan April 2020 mengancam pemudik bahkan jama’ah tarawih untuk dapat dikenakan sanksi pidana karena dianggap melawan Pemerintah. Dengan menyentuh masalah sensitif keagamaan seperti ini Mahfud MD dinilai “off side”. Masa mudik dan tarawih dianggap kriminal ?
Masyarakat khususnya umat Islam menolak keras proses penetapan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) karena di samping merongrong ideologi Pancasila, juga dinilai berbau orde lama bahkan Komunis. Mahfud MD mewakili Pemerintah mengajukan RUU BPIP “bodong” untuk meredam aksi. Buktinya RUU BPIP tidak menjadi agenda pembahasan DPR. Dewan sendiri bandel tetap mejadikan RUU HIP sebagai agenda prioritas Prolegnas tahun 2021.
Terakhir Pak Mahfud membacakan SKB pembubaran dan pelarangan FPI sebagai suatu keputusan menginjak-injak hukum. Menzalimi FPI dengan menahan HRS, mengganggu aset pesantren, memblokir rekening, serta membantai 6 anggota Laskar FPI yang hingga kini masih dalam proses penyelidikan Komnas HAM.
Sebagai Menkopolhukam Prof Mahfud MD seyogyanya diharapkan mampu menjadi pengendali keamanan negara, bukan pencipta kegaduhan politik dalam negara. Menjaga wibawa hukum dengan menegakkan keadilan. Tidak terlibat dalam melakukan perekayasaan hukum untuk kepentingan politik.
Mereferensi pandangan bijak seorang negarawan moralis bahwa apabila seorag pejabat sudah merasa tidak dipercaya oleh rakyat seharusnya mundur, maka berdasarkan Ketetapan MPR No VI tahun 2001 tentang Etika Berbangsa sebaiknya Menkopolhukam Mahfud MD segera mengundurkan diri.
Pak Mahfud MD lebih baik menjadi pakar hukum tata negara atau cendekiawan muslim atau mubaligh yang selalu memberi pencerahan di mimbar daripada menjadi pejabat negara. Bergaul dengan Malaikat lebih membuka pintu bagi keselamatan dan keberkahan.
Ruangan pak Mahfud MD cocoknya bukan di Pemerintahan. Banyak sekali gangguan yang mengharuskan beliau untuk selalu berlindung dari segala godaan Syetan yang terkutuk.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 5 Januari 2021