by M Rizal Fadillah
Ketika Habib Rizieq Shihab (HRS) serius akan kembali ke tanah air tanggal 10 November 2020 para penyambut tengah bersiap-siap menjemput ke Bandara. Isu hambatan dari Pemerintah mengemuka sebagaimana ucapan Menkopolhukam Mahfud MD dan Duta Besar RI untuk Saudi Arabia Agus Maftuh. “Character assasination” menohok HRS.
Publik khususnya pendukung tentu tak terpengaruh. Program penyambutan berjalan terus. Jama’ah ber bis bis akan berangkat menuju Bandara Soekarno Hatta untuk mengawal pulang ke Petamburan tempat kediaman HRS. Begitu juga konvoy kendaraan bermotor. Bahkan banyak yang bertekad untuk menyiapkan jiwa raga untuk melindungi HRS dari kemungkinan berbagai gangguan.
Soal sambut menyambut jadi teringat pada Prabowo Subianto saat menjadi Capres. Ketika kunjungan ke Pesantren Mamba’ul Ulum Pamekasan Madura, ia berjanji jika menang dalam Pilpres 2019 maka sehari setelah kemenangan akan menjemput pulang HRS dengan pesawat pribadi ke Saudi. “Beliau difitnah dan dizalimi”, serunya. Janji ini sesuai dengan apa yang pernah diungkapkan pada Ijtima Ulama II di Jakarta.
Tentu kita bukan berharap Prabowo merealisasikan janji, karena toh Pilpres itu “dimenangkan” Jokowi. Namun kini HRS pulang sendiri. Direncanakan tanggal 10 November tiba. Lalu apa yang dapat dilakukan oleh Prabowo yang kini jadi Menteri Pertahanan dan menjadi bagian dari Pemerintah. Apakah menyatu dengan rezim yang terus “memfitnah dan menzalimi” atau ada upaya sebatas kemampuan ?
Terlalu jauh mungkin jika menganalisa bahwa pertemuan Menhan Prabowo dengan Menhan AS di Pentagon ada pembicaraan terkait HRS. Atau tindak lanjut berupa kedatangan Suga dan Pompeo serta Dubes baru AS untuk Indonesia juga membahas hal-hal strategis termasuk kembalinya HRS ke Indonesia.
Yang dekat saja, adakah kontribusi “pengamanan politik” Prabowo sebagai pejabat Pemerintah untuk melancarkan dan melindungi kembalinya HRS hingga ke rumahnya ? Jika Prabowo masih “concern” dengan janjinya dan tetap berkeyakinan bahwa HRS “difitnah dan dizalimi” semestinya ada langkah heroik di “Hari Pahlawan” yang bisa dilakukannya.
HRS sendiri menyatakan bahwa kepulangannya tidak atas dasar bantuan siapa-siapa apakah Pemerintah Indonesia atau negara lain. Hal ini dikemukakan tentu untuk antisipasi akan situasi sebaliknya, yaitu lancar dan mulusnya kepulangan HRS tersebut.
Klaim-klaim sering bermunculan.
Langkah heroik Prabowo adalah kehadiran di Bandara Soekarno Hatta untuk bersama umat menyambut kedatangan HRS.
Tetapi hati kecil dan hati besar bertanya, mungkinkah ?
Nampaknya probabilitas untuk itu sangat rendah mengingat gonjang-ganjing reshuffle semakin menghangat serta Prabowo yang sedang “bermanja-manja” dalam Kabinet Jokowi.
Dalam konteks global, Pilpres AS ada olok olok yang lucu bahwa untuk meredam “ngamuk” Donald Trump, segera tawarkan pada Trump untuk menjadi Menteri Pertahanan Presiden Joe Biden.
Indonesia menjadi rujukan dan Prabowo adalah model.
Maklum saja, namanya juga olok-olok.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 9 November 2020