Persoalan mutakhir dan isue aktual senantiasa ditangkap Dedy Cobuzer, lalu tokoh yang terlibat di seputaran persoalan aktual tsb segera dia undang dan wawancara melalui kanal Youtubenya. Ketika isu soal vaksin mencuat dia segera menghubungi orang yang banyak tau seluk beluk soal inj, yakni mantan Menkes Siti Fadilah.
Dia bukan hanya Nara sumber yg kompeten tetapi juga termasuk salah satu mantan pejabat yg “again” kpd WHO.
Tidak hanya itu, beberapa hari lalu ketika Syeikh Ali Jaber diserang orang tak dikenal, Dedy Cobuzer berhasil mengundang dan mewawancarai ahli Al Quran tersebut. Bahkan dalam wawancara tsb, Dedy sekaligus mengundang Gus Miftah, da’i terkenal dari unsur NU.
Belum lama ini, Dedy Cobuzer juga mewawancarai Gubernur Jabar Ridwal Kamil. Kang Emil mau repot datang ke Jakarta dari Bandung Khusus untuk memenuhi wawancara dengan Dedy Cobuzer di studionya.
Tidak semua Nara sumber yang diwawancara Dedy Cobuzer orang-orang formal nan serius, mantan mentalist ini jga menginterview para artis yang sdg menjadi perbincangan publik. Bahkan Dedy pernah mewawancarai mantan istrinya. Dalam amatan saya, Dedy mampu menampilkan tokoh2 dari berbagai profesi Dan latar belakang yg beragam.
Memang Dedy belum mampu menghadirkan tokoh dunia seperti misalnya Donald Trump, Erdogan atau Presiden Rusia Putin, tapi kalao suatu saat dia bisa melakukan itu betapa kasihannya media mainstream di Indonesia. Kalah gercep oleh seorang Dedy Cobuzer.
Suka atau tidak dg Gaya Dedy dalam mewawancara narsumnya, yg jelas hampir semua isue-isue aktual yg menjadi pusat perhatian publik di negeri ini, nyaris tidak pernah lepas dari tema wawancara yang dihadirkan Dedy Cobuzer.
Wajar kalo di era digital seperti sekarang, sebagian masyarakat meninggalkan media mainstream termasuk televisi karena saat ini di media sosial sudah tersedia semuanya. Bahkan Dedy yg bukan berlatar belakang wartawan, kini sudah mampu memerankan diri sbg “tukang wawancara” Sama dengan peran seorang jurnalis.
Bahkan Dedy bukan hanya mampu menggali duduk perkara suatu persoalan tapi juga bisa mengorek suara, aspirasi dan uneg2 yang tersimpan dalam sanu bari para Nara sumber yg diwawancarainya.
Wajar juga kalau iklan beragam produk kini beralih dari media konvensional ke media sosial. Apalagi jika pengguna medsos umumnya didominasi kalangan milenial yg komposisinya di dalam struktur demogtafi Indonesia lebih banyak.
Dulu sebelum placing iklan di media konvensional, produsen selalu melihat jumlah oplah atau pembaca, pemirsa dan penonton, kini pertimbangan tersebut berubah. Produsen lebih melihat jumlah sucriber atau viewer dari seorang youtuber seperti Dedy Cobuzer. Pemasang iklan juga bisa melihat profile viewer atau sucriber lebih detil dri para setiap konten creator. (gun/JBS)