Oleh Ketua Umum RIM Gan-Gan R.A
Pernyataan kontroversial Ketua MPR RI periode 2019-2024 yang terpilih secara aklamasi, Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam orasi pertamanya pada rapat sidang paripurna di gedung DPR/MPR RI, Jakarta, di mana Bamsoet menuduh tanpa dilandasi argumentasi yang kuat, tanpa fakta hukum dan bukti yang valid. Pernyataan Bamsoet lebih condong ke asumsi dan framing, ”Banyak generasi muda yang tidak lagi mengenal Pancasila. Bahkan ada diantara mereka yang lebih menyukai ideologi lain daripada Pancasila.”
Penyataan Bamsoet ini menimbulkan kegaduhan sekaligus bola liar dan memancing reaksi keras khususnya di kalangan aktivis. Suara protes yang paling lantang datang dari aktivis 98 dan Sekjen Rumah Indonesia Merdeka (RIM) Irwan.
Tidak selang berapa lama setelah Bamsoet mengeluarkan pernyataan kontroversial, Sekjen RIM menggulirkan agenda menantang Bamsoet untuk menggelar “Debat Terbuka: Menguji Pemahaman Tentang Pancasila” di Mandaling Cafe dan Bristo, Cilandak Jakarta Selatan, Rabu,16 Oktober 2019 pukul 15.00 WIB.
Surat undangan resmi pun sudah dikirimkan RIM ke Sekretariat MPR RI dan sudah diterima Sekretariat MPR RI pada tanggal 09 November 2019 beberapa hari sebelum acara Debat Terbuka, namun hingga digelarnya acara tersebut, Bamsoet tidak bersedia hadir atau konfirmasi dan tidak mengirimkan delegasi.
Sikap pejabat tinggi negara seperti ini tentunya sangat memprihatinkan dan mengecewakan bagi aktivitas intelektual yang bertumpu pada kajian dan tradisi berpikir rasional. Bamsoet dalam kapasitasnya sebagai ketua MPR RI ternyata tidak aspiratif, kontra dialektik dan tidak memiliki kualitas mumpuni seorang negarawan yang selalu bergairah berhadapan dengan ruang perdebatan ide dan gagasan besar.
Sikap Bamsoet yang tidak apresiatif terhadap letupan dan lompatan pikiran di kalangan gerakan pemuda Indonesia yang gandrung pada ideologi kebangsaan, menimbulkan tanda tanya besar, “Apakah sesungguhnya Ketua MPR RI benar-benar memahami Pancasila?”
*
Sekalipun Ketua MPR RI tidak hadir, acara tersebut tetap digelar dan menjadi ajang Diskusi Interaktif mengusung tema,”Pemuda, Pancasila dan Tantangan Amandemen (kembali) UUD 45.” Narasumber yang dihadirkan RIM adalah Sekjen RIM, Irwan, S (aktivis 98, Penggagas Intelijen Maritim, Koordinator Gerakan Nasional Sadar Maritim), Edyrsa Girsang (Aktivis 98, Ketua Barisan Relawan Nasional, Wakil Ketua Umum RIM) dan Niko Adrian (Aktivis 98, Praktisi Hukum dan Akademisi). Diskusi Interaktif dipandu moderator Rahmat Arafat Nasution (Auditor, Anggota Dewan Pembina RIM).
Sambutan Ketua Umum RIM Gan-Gan R.A ketika membuka Diskusi Interaktif menggarisbawahi, “Menuduh pemuda Indonesia tidak mengenal dan lebih menyukai ideologi lain daripada Pancasila adalah tuduhan prematur. Apalagi pernyataan tersebut diucapkan oleh Ketua MPR RI, tentu hal ini harus dipertanggungjawabkan melalui forum Debat Terbuka demi terciptanya ruang dialektika. Saya percaya dan meyakini pemuda-pemudi Indonesia memahami dan mencintai Pancasila.”
Dalam perspektif Sekjen RIM Irwan, “Bamsoet telah menciptakan opini sesat bahwa seakan-akan pemuda Indonesia menentang ideologi negara. Framing ini jelas merupakan tindakan berbahaya yang dapat mengurung kehendak politik dalam bingkai demokrasi, untuk kemudian dihentikan atas nama anti Pancasila.”
Lebih lanjut Irwan memaparkan, “Pancasila adalah hasil konsensus nasional dan telah disepakati bersama menjadi falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara. Ideologi kebangsaan yang bersifat universal. Jika ada pihak tertentu tidak suka Pancasila, lantas apa gagasanmu menentang Pancasila? Dalam forum ini, saya menantang untuk adu gagasan, karena gagasan harus dilawan dengan gagasan.”
Edyrsa Girsang lebih menekankan bahwa untuk memahami nila-nilai keadilan sosial dalam Pancasila, ”Para pejabat pemerintahan dan petinggi negara harus turun dan bergabung dalam kehidupan rakyat kecil, hidup dalam lingkungan mereka untuk merasakan penderitaan rakyat, mendengar langsung aspirasi rakyat dan pikiran mereka, karena hakikat Pancasila adalah gotong royong. Pancasila bukan alat politik kekuasaan, melainkan alat pemersatu bangsa Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman suku, agama, ras dan golongan. “
Sedangkan Niko Adrian mengkaji Pancasila melalui metodologi sejarah dan sistem tata negara, “Pancasila digali dari akar tradisi dan sublimasi nilai-nilai filosofis bangsa Indonesia, kultur yang beranekaragam dan dirumuskan dalam kerangka dasar konseptual hingga menjadi sebuah rumusan ideologi kebangsaan yang melampui zamannya. Dalam hukum tata negara kita, Pancasila secara hirarki adalah yang paling tertinggi dalam urutan hukum positif di Republik ini dan seharusnya semua produk hukum peraturan perundang-undangan merujuk dan tidak manabrak nila-nilai yang termaktub dalam Pancasila.”
Diskusi Interaktif tentang Pemuda, Pancasila dan Tantangan Amandemen (kembali) UUD 45 ini dihadiri oleh mahasiswa, wartawan, Direktur Eksekutif Etos Indonesia Institut Iskandar dan tamu pengunjung Mandailing Cafe dan Bristo. Peserta diskusi antusias melontarkan berbagai pertanyaan yang kritis terkait implimentasi Pancasila dalam realitas sosial. Moderator Rahmat Arafat Nasution mengucapkan apresiasi atas berbagai pertanyaan yang ingin disampaikan oleh para hadirin, namun karena keterbatasan waktu akhirnya pertanyaan dibatasi.
Rahmat Arafat sebelum menutup acara diskusi menyampaikan pesan bahwa RIM siap untuk ke DPR/MPR RI menggelar Debat Terbuka tentang Menguji Pemahaman Pancasila. Agenda RIM berikutnya adalah menggelar diskusi tentang BPJS dengan narasumber yang berkompeten di bidangnya, antara lain Rhinaldy Yudistira.
17 Oktober 2019