Inilah laporan lengkap kasus KK Bodong yang melibatkan dosen. Bagaimana kisah akhirnya, silakan simak saja.
JABARSATU.COM – Dalam BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 40 tentang PERATURAN GUBERNUR (pergub) JAWA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2019 2016 TENTANG PEDOMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS, SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN, DAN SEKOLAH LUAR BIASA tertulis jelas bahwa “Khusus untuk pelaksanaan PPDB tahun ajaran 2019/2020, ketentuan mengenai domisili calon Peserta Didik berdasarkan alamat pada kartu keluarga atau surat keterangan domisili sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), dapat diterbitkan paling singkat 6 (enam) bulan sebelum pendaftaran PPDB. Pasal diatas adalah korelasi dengan SANKSI Pasal 39 yang isinya Gubernur memberikan sanksi kepada pejabat Dinas, kepala sekolah, guru dan/atau tenaga kependidikan dalam hal melakukan pelanggaran dalam penyelenggaraan PPDB
sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur ini.
Aturan lebih tingginya lagi ada di Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menilai Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB berbasis zonasi mencegah terjadinya kecurangan di sekolah.
“PPDB ini salah satu cara mencegah kecurangan. Sama halnya seperti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) pada UN,” ujar Mendikbud dalam seminar di Jakarta, Senin (8/7/2019).
Sebelum dilaksanakan UNBK, kata dia, kecurangan kerap terjadi. Mendikbud menyebut ada di suatu daerah yang soal ujiannya tidak sampai di sekolah, dan dikerjakan di kecamatan karena jarak ke sekolahnya mencapai empat jam dan beda pulau pula. Akhirnya, soal UN yang masih berbasis kertas itu dikerjakan selain siswanya. “Begitu sekolah yang UN pakai kertas ganti ke UNBK nilainya langsung turun,” kata dia.
Ia menambahkan, memang kualitas pendidikan penting, namun apa artinya jika tidak jujur. Dengan nilai UN yang salah, langkah yang diambil untuk perbaikan pendidikan juga salah.
Oleh karena itu, katanya, hasil yang diraih dengan jujur menentukan langkah perbaikan apa yang diambil. Begitu juga dengan PPDB, yang sebelumnya banyak terjadi praktik kecurangan, namun dengan sistem zonasi hal itu tidak terjadi lagi. “Banyak yang harus diselesaikan, seperti praktik curang pada PPDB, jual beli kursi, titipan pejabat hingga ada kepala sekolah yang sengaja membuka kelas tambahan padahal PPDB telah selesai,” katanya.
Ini ternyata terjadi di Bandung Jawa Barat. Di duga keras bahwa ada oknum intelektual Dosen Universitas Padjajaran dan sejumlah dosen di kampus nasional.
Kabar kurang sedap itu datang dari Universitas Padjadjaran (UNPAD), salah satu oknum dosen dari universitas negeri di Bandung tersebut diduga melakukan kecurangan dalam proses penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019.
Seperti yang dilansir laman Tribunnews, dosen berinisial M tersebut dilaporkan sengaja memakai Kartu Keluarga (KK) bodong untuk bisa mendaftarkan sang anak di salah satu SMA Negeri favorit (SMA 5 ) Bandung.
Dari data yang ditemukan, KK bodong milik dosen tersebut beralamatkan di Jalan Lombok No. 6 Belakang Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur Bandung kota Bandung. Namun, setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut oleh pihak Masyarakat Pemerhati Pendidikan (MPP), Tim Investigasi Dinas Pendidikan Jawa Barat, Disdukcapil, serta Satpol PP, warga setempat tidak mengetahui atau mengenal M.
Bahkan saat ditunjukkan KTP dan KK milik M, ketua RT dan tokoh masyarakat setempat menduga bahwa surat-surat yang digunakan M untuk melakukan pendaftaran palsu, mengingat nggak ada catatan dari pihak terkait. Mungkin dipastikan KK ini bodong, palsu, abal-abal dan tipu-tipu.
Menanggapi kabar tersebut, Humas Universitas Padjadjaran, Syauqy menyatakan bahwa pihaknya baru mengetahui soal adanya dosen mereka yang memalsukan KK untuk bisa mendaftarkan sang anak ke SMA Negeri favorit (SMAN 5) Bandung.
“Kami baru tahu, Kami perlu mengkonfirmasi dulu perihal kebenarannya,” terang Syauqy ketika dimintai konfirmasi seperti dilansir hai.grid.id
Lebih lanjut, Syauqi menjelaskan bahwa pihaknya harus menunggu dan mengonfirmasi kebenaran dari kabar tersebut kepada pihak bersangkutan sebelum melakukan tindakan lebih lanjut.
Apabila terbukti melakukan pelanggaran, pihak Universitas Padjadjaran akan menghormati apabila M nantinya harus diproses secara hukum.
hai.grid.id juga menuliskan seperti ini: Hmm, kalau menurut kalian sendiri gimana sob? Apa sih yang menyebabkan praktek kecurangan di dunia pendidikan Indonesia terus berlangsung dari tahun ke tahun?
Silakan jawab sendiri.
Siapa “M” itu?
Jika terbukti benar maka Dosen bernama “M” yang dikenal itu ternyata bukan hanya Dosen Sarjana dan Pasca Sar-jana Ilmu Politik dan Pemerintahan FISIP Uni-versitas Padjadjaran (UNPAD), Bandung. M juga aktif juga mengajar di beberapa universitas terke-muka diantara Departemen Hubungan Internasional, Universitas Paramadina, Jakarta dan Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Jenderal Achmad Yani, Cimahi. Selain itu juga mengajar Program Magister Prodi Peperangan Asimetrik, Diplomasi Pertahanan dan prodi Strategi Perang Semesta di Universitas Pertahanan Indonesia, Jakarta, serta Program Magister dan Doktoral Ilmu Kepolisian di STIK-PTIK, Jakarta. “M” mengajarkan Mata Kuliah yang diajarkan antara lain: Politik Pertahanan dan Keamanan, Diplomasi Pertahanan & Keamanan, Teori Peperangan, Demokrasi & Diplomasi di Asia Tenggara, Terorisme dan insurgensi, Budaya Kepolisian, Politik dan Kepolisian.
“M” juga adalah mengampuh mata Kuliah Peperangan Modern SESKOAD, SESKOAL, dan juga SESKOAU, yang mana mata kuliah tersebut adalah pelajaran wajib bagi perwira siswa.
“M” pernah menjadi peneliti dan Direktur Program The RIDEP Institute. Selain sebagai pendiri, “M” juga menjadi Direktur Eksekutif Pusat Studi Pertahanan & Perdamaian (PSPP), Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta. Pada Pusat Studi Keamanan Nasional, Universitas Padjadjaran (PSKN UNPAD), “M” menjabat sebagai Wakil Ketua. Bahkan saat ini “M” menjadi Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan Universitas Padjadjaran (PSPK UN-PAD). “M” dikenal sering menjadi nara sumber dan konsultan ahli baik lokal, nasional mau-pun internasional berkaitan dengan penegakan hukum dan kepolisian serta kajian keamanan dan peperangan ireguler di sejumlah lembaga pemerinta-han, swasta dan juga organisasi internasional. “M” juga banyak mengkaji dan menulis tentang keamanan dan politik di berbagai surat kabar, majalah, serta jurnal naik nasional dan internasional. “M” menyelesaikan tulisan yang menjadi salah satu bab pada buku berjudul Criminologies of the Military yang disunting oleh Profesor Andrew Goldsmith (Hart/Bloomsbury, UK 2015) dengan Judul: “”e Military and Crimes: the TNI Involvement in Criminal Activities in the President Susilo Bambang Yudhoyono Administra-tion (2004-2014)”. Dua tulisan hasil riset “M” juga akan dimuat pada Journal Politics and Laws (2015) dengan judul: “”e Police, the Immigration O#ce & Illegal Immigrants: “e Indonesian’s Cases”, dan “Human Rights and the Po-lice Oversight Model: “e Indonesian’s Cases” pada American International Journal of Contemporary Research (2015). Mempelajari Sejarah Politik Jurusan Ilmu Sejarah UNPAD (2000). Selain mempelajari Politik Keamanan dari Program Magister Ilmu Politik (M.Si) FISIP UI (2003), juga memperdalam Kajian Stratejik dan keamanan (MSc) dari S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University (NTU), Singapura (2008) dengan “esis berjudul: !e Reform of Mobile Brigade of Indonesian National Police and Democratiza-tion. “M” merampungkan studi Doktoral (Ph.D) Ilmu Politik dan Hubungan Internasional pada School of Politics and International Studies, Flinders Asia Center, Flinders University, Adelaide, Australia (2012) dengan Disertasi berjudul: !e Indonesian National Police in Post-Soeharto’s Indonesia: Politi-cization and Decentralization in the Era of Reformasi, 1998-2008. Tulisannya yang berjudul “e Coordination of Counter-Terrorism in Indonesia’ men-jadi salah satu bab dalam Romaniuk, Scott Nicholas (ed) New Wars: Terror-ism and Security of the State. Pittburgh: Red Lead Press. 2012. Selain itu buku berjudul “e Politics and Governance in Indonesia: !e Police in the Era of Reformasi diterbitkan oleh penerbit terkemuka asal London, Inggris, Routledge tahun 2014.
Sejumlah sumber yang sempat redaksi minta keterangan tentang “M” ada yang bungkam atas kasus ini. Namun ada juga yang mengatakan bahwa tidak ada lagi nama “M” di kampus Unpad. “Tapi kami tak tahu apakah “M” punya anak yang sudah mau masuk SMA,” jelas sumber kami.
INVESTIGASI MPP & LOLOSNYA PUTRI SANG GUBERNUR
Masyarakat Pemerhati Pendidikan (MPP) menemukan laporan adanya pendaftar PPDB SMA yang menyalahgunakan Kartu Keluarga atau pakai KK bodong untuk mendapat keuntungan dari sistem zonasi.
Temuan tersebut didapat bersamaan dengan temuan Kartu Keluarga bermasalah dalam PPDB SMAN 3 Bandung dan SMAN 5 Bandung.
Diketahui pendaftar atas nama inisial tersebut mendaftarkan putrinya ke SMAN 5 Bandung menggunakan Kartu Keluarga yang tidak sesuai dengan alamat asli tempat tinggalnya.
Masyarakat Pemerhati Pendidikan (MPP) melaporkan temuan pendaftar KK bermasalah alias bodong yang ada di SMAN 3 Bandung dan SMAN 5 Bandung.
KK yang digunakan bermaksud beralamat Jalan Lombok No 6 Belakang Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur Bandung kota Bandung.

Menurut Ketua MPP Asep Sumaryana melalui surat keterangan tertulis, meminta agar Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil maupun Disdukcapil melakukan tindakan lebih lanjut pada temuan tersebut.berdasarkan penelusuran baik dilakukan MPP maupum Tim Investigasi Dinas Pendidikan Jawa Barat, Disdukcapil serta Satpol PP, kepada warga setempat bahwa tidak mengetahui keberadaan warga tersebut.
Bahkan ketika ditunjukkan KTP dan KK maka baik ketua RT maupun tokoh masyarakat lainnya menduga bahwa surat-surat yang digunakan pendaftar M palsu, tidak ada catatan dari pihak RT terkait.

Demikian berdasarkan temuan tersebut, MPP yang hasil temuan itu kini sudah ditembuskan kepada Ombudsman Jawa Barat, Rektor Unpad, dan Dekan Fisip Unpad, bahkan saat ini saat ini pihak Ombusdman Jabar dengan mengkaji laporan KK bodong dalam PPDB SMA di Jawa Barat itu.
Sebanyak lima peserta PPDB SMAN 3 Bandung didiskualifikasi karena bermasalah dengan kartu keluarga (KK).
Hal itu merupakan hasil investigasi Dinas Pendidikan Jawa Barat, Disdukcapil, dan Satpol PP.
Kepala Sekolah SMAN 3 Bandung, Yeni Gantini, menuturkan bahwa tim investigasi telah menelusuri alamat rumah kelima calon peserta didik tersebut.
Dari hasil investigasi, beberapa keluarga yang memiliki KK masing-masing dan tinggal dalam satu alamat yang sama.
Selain itu, ditemukan pula anak yang dititip ke kerabat yang beralamat dekat dengan sekolah.
“Yang 5 tidak diterima atau didiskualifikasi, setelah diverifikasi karena KK tidak sesuai,” ujar Yeni Gantini, dilaman Tribun Jabar saat ditemui di kantornya, Sabtu (29/6/2019).
Dikatakan Yeni, kelima siswa yang didiskualifikasi itu, selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh Disdik Jabar.
Yeni memaparkan, dari 606 pendaftar ke SMAN 3 Bandung, hanya 335 calon peserta didik yang diterima.
Sedangkan kuota PPDB SMAN 3 sebanyak 340 calon peserta didik yang akan dibagi dalam 10 rombongan belajar (rombel).
Yeni juga mengatakan, kuota untuk jalur Kelompok Ekonomi Tidak Mampu (KETM) dan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak terpenuhi.
Padahal, kata Yeni, kuota yang disediakan cukup besar, yakni 20 persen (68 kursi).
“KETM, Kuota 68, yang daftar hanya 16 orang, dan ABK hanya 2 orang,” ujar Yeni.
Sehingga, 50 kursi yang kosong akan dipindahkan ke jalur zonasi murni.
Dari kuota awal yang disediakan untuk jalur zonasi sebanyak 186 kursi, menjadi 236 kursi.
Begitupun pada jalur perpindahan, dari kuota yang tersedia sehanyak 33 siswa, yang diterima 17 siswa.
Sedangkan pendaftar jalur prestasi UN sebanyak 44 pendaftar dan jalur prestasi non UN sebanyak 44 siswa.
Karena kuota jalur prestasi hanya lima persen, sehingga total siswa yang diterima jalur prestasi UN sebanyak 9 siswa dan jalur prestasi non UN sebanyak 9 siswa.
Putri Ridwan Kamil, Camillia Laetitia Azzahra atau akrab dipanggil Zahra mengikuti mendaftar ke SMAN 3 Bandung dalam PPDB 2019.
Zahra yang waktu mendaftar diantar ibunya, Atalia Kamil, menjadi sorotan lantaran mendaftar menggunakan jalur perpindahan. Beberapa kritik, saran hingga muncul surat kaleng, tak lantas membuat Zahra mundur dari pendaftaran. Hingga pengumuman PPDB tiba, Zahra akhirnya diterima di SMAN 3 Bandung.
Hal itu disampaikan Kepala Sekolah SMAN 3 Bandung, Yeni Gantini, saat ditemui di kantornya, Sabtu (29/6/2019).
“Anaknya kang emil, sudah dinyatakan diterima,” ujar Kepala Sekolah SMAN 3 Bandung, Yeni Gantini, kepada Tribun Jabar.
Yeni menjelaskan Zahra dapat diterima karena tidak menyalahi aturan sebagaimana juknis perpindahan orang tua. Menurut Yeni, perpindahan keluarga Gubernur Jabar itu akurat dan semua anggota keluarga benar-benar pindah. Berdasarkan juknis diperbolehkan syarat perpindahan dalam satu kota atau kabupaten. Selain itu, Yeni mengungkapkan, jika Zahra tidak menempuh jalur perpindahan ia juga masih bisa diterima melalui jalur kombinasi. “Putrinya Ridwan Kamil sebetulnya punya dua peluang, bisa megambil jalur perpindahan orangtua atau kombinasi, karena NEM-nya tinggi 38,50,” ujarnya.
Yeni menjelaskan, andai Zahra masuk kombinasi, dipastikan tetap bisa masuk. Dari 186 peserta yang mendaftar pada jalur kombinasi, SMAN 3 Bandung menerima 51 siswa. Jika diurutkan dalam peringkat, Zahra berada diposisi 31, sehingga bisa diterima.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan telah menindak para penyalahguna Kartu Keluarga dan identitas untuk mendapat keuntungan dari sistem zonasi PPDB SMA di Jabar.
Ridwan Kamil pun menyiratkan penindaklanjutan domisili tidak sesuai kenyataan ini dilakukan Tim Investigasi PPDB SMA 2019 Jawa Barat tanpa tebang pilih, termasuk dalam menindak seseorang yang diduga oknum dosen Unpad.
“Kan udah, kami banyak membatalkan domisili yang ngarang-ngarang,” kata Ridwan Kamil di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (5/7/2019) di laman Tribun..
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, sanksi tegas yang akan diberikan bagi pihak yang melanggar aturan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah didiskualifikasi.
“Sudah saya instruksikan siapa yang melanggar aturan pasti ditindak dan didiskualifikasi. Pokoknya untuk siapa yang tidak semestinya, tidak boleh mendapatkan hak yang didapat dari cara-cara curang. (Mereka) akan diberi sanksi tegas,” kata Gubernur yang akrab disapa Emil ini di Gedung Negara Pakuan Bandung, Jumat (28/6/2019). Orang nomor satu di Provinsi Jawa Barat ini mengajak pihak terkait agar menaati aturan PPDB yang ditetapkan oleh panitia PPDB di setiap sekolah.
“Kita harus belajar taat azas. Siapa yang melanggar pasti ada konsekuensinya. Teknisnya saya serahkan ke disdik, tanpa mengurangi atau buat psikologis anak terganggu. Karena kadang-kadang inisiatifnya lebih banyak dari orang tuanya,” kata Emil.
Sementara itu, Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat menyatakan telah menerima 36 aduan terkait permasalahan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun 2019. Sebagian besar permohonan itu berkenaan dengan pemalsuan surat keterangan domisili calon peserta didik saat mendaftar ke sekolah. “Ada temuan masyarakat juga, ada 36 poin (aduan dari masyarakat) kami sampaikan ada bukti salainannya. Silakan diolah oleh eksekutif karena dewan tak punya kewenangan menyelidiki. Itu 36 laporan yang tumpang tindih.
Dan, kami tak mempublikasikan karena kasihan anak-anak ini,” kata Sekretaris Komisi V DPRD Jawa Barat Abdul Hadi Wijaya. Abdul Hadi sebelumnya menyatakan bahwa Komisi V DPRD Jawa Barat telah berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan Jawa Barat mengenai pelaksanaan PPDB 2019.
Dalam pertemuan antara DPRD dengan Dinas Pendidikan tersebut juga mengemuka masalah pemalsuan surat keterangan domisili calon peserta didik baru. “Jadi kami berkomunikasi dengan Disdik Jabar karena kami membaca berita bahwa ada temuan terkait surat keterangan domisili yang mencantumkan orang yang tak berdomisili di sana. Ada juga data masyarakat kami terima SK domisilinya ganda,” kata Abdul Hadi. Ia menjelaskan bahwa Dinas Pendidikan selaku pihak berwenang akan memeriksa keaslian surat keterangan domisili yang diduga palsu tersebut berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Dari pejabaran diatas bagiamana kelanjutan dengan kasus KK bodong itu apakah ada tindakan hukum lebih riil atau hanya cukup sampai diskulifikasi saja? Bukankah dnegan bodong KK adalah pelanggaran hukum. Ini harusnya lebih baik jika harus ditegakkan hukum, maka ini harus sampai ke meja hijau, agar kasus seperti ini tak akan terulang lagi di tahun akan datang. Bagaimana sanksinya pak menteri semoga setuju?Karena masuk ranah hukum adlaah sebuah kepastian yang adil bukan?
TIM – JABARSATU.COM /ATA, OS, HT & DH