JABARSATU.COM – Pemilu 2019 di Jawa Barat akan diikuti sekitar 54 calon anggota DPD RI Priode 2019-2014. Sampai ditutupnya batas waktu pendaftaran pencalonan, hari Rabu kemarin, menurut pantauan Jabarsatu.com ada 54 orang yang menyerahkan berkas persyaratan. Para calon nantinya akan berkompetisi memperebutkan 4 kursi dengan jumlah suara terbanyak dari 31 juta lebih pemilih Jabar.
Maulidan Isbar, pemuda yang belum genap berusia 24 tahun, namanya masih bertengger diantara 54 bacalon lainnya. Dia telah melewati tahap demi tahap seleksi yang diatur berdasarkan PKPU 14/2018.
Boleh jadi usahanya kebilang ulet untuk pemuda yang masih minim pengalaman dan pengetahuan politik. Untuk pendaftaran kemaren saja dia harus menempuh perjalanan 8 jam dengan bus dari Bogor, dia datang ke kantor KPUD Jawa Barat dengan menumpang Gojek.
“Kekurangan saya hanya ijazah SMA yang belum dilegalisir..” katanya ketika ditemui di Masjid dekat kantor KPUD. “Saya belum sempat datang ke pondok di Salawu Tasikmalaya, tempat dulu saya sekolah dari SMP sampai SMA. Selain disibukan melengkapi persyaratan calon juga bertepatan banyaknya kegiatan pameran yang harus saya ikuti. Belum lagi saya sedang mempersiapkan tugas akhir di kampus,”jelasnya.
Lidan, demikian dia biasa dipanggil, adalah seorang mahasiswa fakultas pariwisata yang bulan ini menghadapi sidang sarjananya. Dia juga co-founder Kayuh Woodenbike, produk kreatif sepeda yang berbahan baku limbah kayu karet yang memiliki workshop di Depok.
Dia dan rekannya sudah hampir 2 tahun ini berhasil menciptakan Kayuh dan sudah bisa dipasarkan sekalipun produksinya masih minimal.
“Kami belum menemukan pemodal yang cocok, karena itu produksi Kayuh masih terbatas pada pemesanan. Alhamdulilah hampir setiap minggu Kayuh menerima undangan untuk ikut pameran. Banyak pameran yang tidak bisa saya ikuti. Saya sekarang lebih fokus untuk ikut lomba. Tahun ini saja Kayuh sudah masuk sebagai finalis 7 kompetisi. Saya sedang berusaha untuk bisa memenangkan lomba, hadiahnya gede. Siapa tahu bisa dapat juara sehingga selain untuk modal produksi, saya bisa punya dana untuk mengikuti proses pencalonan sebagai DPD,”bebernya.
Nada suaranya terdengar optimis, ciri khas semangat anak muda. Menurutnya jika kelak dia masuk daftar calon tetap, butuh uang untuk oprasional dan sosialisasi. Selama ini untuk mengikuti proses pencalonan DPD yang sudah sekitar 5 bulan dia ikutui, biayanya dari honor sebagai narasumber atau moderator berbagai kegiatan seminar dan dari sumbangan kerabat dan relasinya.
“Mungkin karena saya masih muda, dan berasal dari keluarga sederhana, alhamdulillah banyak orang memberi support. Tidak hanya moril bahkan materil. Ya… kalau hanya untuk biaya fotocopy atau ongkos kesana kemari saya tidak terlalu susah. Allah sungguh banyak memberikan pertolongan dan kemudahan, ketika saya susah untuk biaya foto copy, penjilanan dan membeli 600 materai untuk memenuhi syarat dukungan, ada saja orang yang bantu,” paparnya yang terlihat matanya menatap nanar dan lurus kedepan, seolah siap menghadapi segala tantangan.
Kebilang jarang anak muda yang memiliki prestasi seperti Lidan. Dia kuliahnya terlambat 1 tahun sebagai konskuensi dari aktivitas di luar kampus. Lidan adalah mantan Presiden Nasional Himpunan Mahasiswa Pariwisata Indonesia (HMPI), dia juga pernah menjabat Ketua Senat Fak. Pariwisata Universitas Pancasila. Sekarang selain sebagai co-founder Kayuh, Lidan adalah Ketua Bidang Kajian Pariwisata ADWINDO (Asosiasi Duta Pariwisata Indonesia), Komisioner Bidang Branding dan Pemasaran KPPH (Komite Percepatan Pariwisata Halal) DKI Jakarta, Wakil Kepala Pokja Pariwisata MES (Masyarakat Ekonomi Syari’ah) DKI Jakarta, serta lebih dari 10 jabatan lainnya.
Motivasinya masuk di dunia politik karena ingin mengubah paradigma masyarakat yang selama ini menganggap politik itu kotor, penuh tipu daya, munafik dan hanya sebagai alat meraih kekuasaan. Lidan ingin membuktikan bahwa dia yang tidak memiliki uang bisa masuk ke politik dan bertekad bisa ke Senayan. Sebenarnya kalau diamati, pemuda dengan potensi seperti yang dimiliki Lidan, tidak terlalu sulit untuk meniti karier lain; kemampuan presentasinya baik, penguasaan bahasa asing juga bagus, relasinya juga cukup luas. Lidan hampir setiap bulan menerima undangan dari beberapa kementerian dan instansi lain sebagai narasumber dalam kegiatan seminar bidang kepariwisataan, industri creative dan kepemudaan.
“Motivasi saya lebih kuat terjun di politik dibanding segala jenis kegiatan yang selama ini menyibukkan saya. Saya orang Sunda, orang Tasik, mondok 6 tahun di Salawu, sekarang tinggal di Bogor, sebuah keniscayaan kalau saya memberikan kontribusi yang maksimal untuk Jawa Barat. Pilihan saya masuk DPD agar saya tidak terikat, kalau kelak saya terpilih; hutang saya kepada masyarakat. Pemilih saya pasti suara murni yang mahal harganya, karena mereka tidak bisa saya beli lalu, mereka tulus memberikannya kepada saya. Itu tidak gratis, saya harus membalasnya dengan sepadan, saya harus berjuang mengedapankan kepentingan masyarakat. Semoga saja Allah memberikan kekuatan supaya saya bisa tetap tegak lurus istiqomah,”kisahnya.
Intonasi bicaranya penuh semangat, tertib dengan raut muka yang selalu kelihatan semarak segar. Seorang anak muda dengan tampilan millenial.
Bebincang dengan Lidan bisa lupa waktu. Anak muda ini memiliki pengetahuan yang luas dan cita-cita yang besar dalam bidang politik. Dia ingin menjadi interpreter politik Indonesia, menurutnya beda pendapat dalam berbagai forum tidak perlu dengan saling menyudutkan. Politisi kita merasa pintar semua dan benar semua, ini yang membuat rakyat bingung mencari mana yang harus diikuti.
“Manusia itu fitrahnya memiliki kekurangan disamping kelebihan sebagai anugrah Maha Pencipta, tapi politisi kebanyakan merasa tidak memiliki kekurangan,”pungkasnya menutup pembicaraan dengan JABARSATU.COM | ASP/AM/JBS