JABARSATU.COM – Pilgub Jabar itu banyak tantangannya. Ada rayuan, hoax, politisasi identitas berupa SARA, dan radikalisme.
Bahkan ada oknum penyelenggara pemilu yang terkena rayuan pembajak demokrasi sehingga mau menerima gratifikasi, beredar berita-berita tidak benar, berkembang pula isu SARA, dan bahkan radikalisme. Tapi tantangan itu bisa diatasi karena masyarakat Jawa Barat memiliki modal sosial, yakni komitmen terhadap nilai budaya “jaga lembur”, kaidah silih asah silih asih dan silih asuh, keberagaman dalam bingkai persatuan, persiapan dan perencanaan yang matang, serta pengalaman melaksanakan dua kali pilgub.
Hal itu disampaikan Ketua KPU Jabar Yayat Hidayat saat menyampaikan materi pada acara Focus Group Discussion (FGD) Penegakan Hukum terhadap Pelanggaran UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, yang diselenggarakan Polda Metro Jaya di Hotel Falatehan Kebayoran Lama Jakarta, Selasa (27/2).
Menurut Yayat, modal sosial itu harus digunakan penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan pemilih. “Berbekal modal sosial itu pula, KPU dan Bawaslu harus profesional, mandiri, dan berintegritas. Begitu pula peserta pemilu harus berintegritas, yakni memenangkan kompetisi dengan cara-cara yang demokratis. Sedangkan pemilih harua berintegritas dengan memiliki informasi dan wawasan yang cukup saat menentukan pilihan,” sebutnya.
Nilai-nilai ini perlu diterapkan karena menurut Yayat, Pilgub Jabar harus menjadi sarana edukasi demokrasi, yakni adanya nilai-nilai yang menjadi rujukan dan pembelajaran tentang bagaimana berkompetisi dengan beradu gagasan secara damai. Demikian pula dalam peran sebagai wahana wisata politik, pesta demokrasi ini harus bisa dinikmati dan menghibur setiap orang.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya yang diwakili Kabid Hukum menjelaskan, kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan wawasan jajarannya dalam mengantisipasi pilkada di wilayah Polda Metro Jaya. FGD juga dihadiri para pejabat utama Polda, Kapolres dan Kapolsek, terutama yang terlibat langsung dalam Pilgub Jabar yakni Kota Depok dan Bekasi. |HER/JBS