Padahal budayawan Sunda kelahiran Jatiwangi Majalengka, Jawa Barat 31 Januari 1938 ini pendidikannya hanya sampai SMP (SMPN VIII Jakarta-1953). Selanjutnya otodidak. Tapi ketika masih di SMP (1952) itulah anak sulung Dayim Sutawiria dan Hjh. Sitti Konaah menjadi penulis kreatif dan tulisan sajak, cerpen, roman, drama serta tulisan lainnya dalam bahasa Sunda dan Indonesia dimuat dalam majalah-majalah terkemuka di Indonesia seperti Mimbar Indonesia dan Kisah (redaktur H.B. Jassin), Zenith, Gelanggang, Siasat (pimpinan Sudjatmoko dan Rosihan Anwar, redakturnya Asrul Sani, Rivai Apin dan Nur’aini Sani), Indonesia (pimpinan Armijn Pane), Konfrontasi ( pimpinan Sutan Takdir Alisjahbana), Panghegar (bahasa Sunda, redaktur Oot Hidajat), Sipatahoenan (redaktur Mh. Kendana), dll. Buku pertamanya ketika ditulis pada usia 17 tahun (1955) kumpulan cerita pendek “Tahun-tahun Kematian” hingga sekarang Ajip sudah menulis lebih dari 130 judul buku, baik kumpulan cerpen, kumpulan sajak, drama, esai, kritik baik tulisannya sendiri maupun terjemahan dan banyak karyanya (bahasa Indonesia dan Sunda) yang sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa asing. Budayawan Sunda yang pernah menjadi redaktur penerbit Balai Pustaka (1955-1956) ini pun dikenal sebagai pemimpin umum majalah bulanan bahasa Sunda Cupumanik (2003-2009), mendirikan Penerbit Kiblat Buku Utama di Bandung (2000), mendirikan Yayasan Kebudayaan Rancage yang kegiatannya setiap tahun memberikan Hadiah Sastera Rancage kepada para pengarang bahasa daerah, dari mulai husus sastera Sunda (1989) kemudian untuk sastera Jawa, Bali, Lampung, Batak, dan Banjar.
Tahun 2002 menyelenggarakan KIBS (Konferensi Internasional Budaya Sunda) pertama di Gedung Merdeka Bandung, kemudian mendirikan Yayasan Pusat Studi Sunda.
DI USIA 80 TAHUN, IA MASIH AKTIF MEMBACA DAN MENULIS, TERMASUK BUKU KAMUS ISTILAH SASTRA YANG AKAN TERBIT TAHUN INI. PULUHAN RIBU JUDUL BUKU, DOKUMEN DAN ARSIP-ARSIP PENTING KEBUDAYAAN IA SIMPAN DI PERPUSTAKAAN JATINISKALA, PABELAN, JAWA TENGAH DAN PERUSTAKAAN AJIP ROSIDI DI JALAN GARUT BANDUNG. SEBUAH WARISAN BERHARGA UNTUK GENERASI MENDATANG.
Tepat di usianya yang ke-80 tahun, Rabu 31 januari 2018, Ajip merayakan ulang tahunnya di halaman gedung Perpustakaan Ajip Rosidi di Jalan Garut Bandung.
Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar yang hadir saat itu mengungkapkan kekaguman pada sosok budaya Ajip, ” Kang Ajip ini dalam usianya yang panjang banyak menginspirasi anak bangsa karena hidupnya detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam diiisi dengan berkarya dan bekerja, beramal. Bahkan dalam keadaan sakit harus meminum obat pun beliau menyempatkan diri mempersiapkan hadiah Sastra Rancage dan hadir di sini, Sebab katanya kalau tidak bekerja justru akan sakit, “ puji Dedi Mizwar.
Bahkan suatu hari kata Dedi, dia ketemu Ajip di pameran dan dia minta dipeluk karena mau pingsan, “Itulah Kang Ajip semangatnya luar baiasa, sebuah tekad yang besar untuk bisa menyelesaikan berbagai pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, sangat menginspirasi buat kita,” imbuh wagub.
Dalam acara “Ajip Rosidi Delapan Puluh Tahun” banyak dihadiri para inohong (tokoh) Sunda, mahasiswa, seniman dan budayawan diantaranya hadir Saini KM, Eddi D. Iskandar, Endang Saefullah, Tisna Sanjaya, Coni Suteja, Endang Caturwati, Otih Rosoyati, Aam Amaliya, Abdullah Mustafa, Cecep Burdansyah, Tedi ANM, Undang Ahmad Darsa, Sahala Tua Saragih, Dadi P. Danubrata, Keri Lestari (mewakili rektor Unpad Prof.Tri Hanggono Akhmad) Karno Kartadibrata, Uu Rukmana, bahkan Kang Yoyon alias Mohamad Sunjaya Aktor teater toga generasi sobat Ajip yang tengah sakit menyempatkan hadir memberi selamat. Beberapa orang diantaranya tampil di atas panggung seperti Godi Suwarna (membacakan sajak “Umur Beuki Ngolotan”, “Jati Walagri”, “Di Jero Torowongan”, “Sajak Ahir Taun”), Dodi Eka “Kiwari” (Monolog puisi Sunda “Tapak Meri”), Iman Soleh membaca sajak “Jante Arkidam” dengan gaya teatrikalnya, Ferry Curtis (musikalisasi puisi “Angin Berkesiur”, “Sajak Buat Tuhan”, “Hirup”).
Tidak ketinggalan Bimbo pun kumplit bertiga (Kang Sam, Kang Acil, Kang Jaka) menyanyikan “Sajadah Panjang” sebagai rasa terima kasih dan kado ulang tahun buat Ajip, karena Ajip pernah membela ayahnya wartawan Raden Dajat Hardjakusumah ketika difitnah dan dipenjarakan (1965).
Tentu saja Ajip sangat bersyukur dan berterima kasih atas anugerah umur panjang ini, “Tapi lebih bersyukur lagi saya masih bisa memberi dorongan dan penghargaan kepada para penulis dalam bahasa daerah, “ Ujarnya berapi-api. Sambil tidak lupa membagikan buku karya tulisnya dalam bahasa Sunda “Surat-surat Ti Jepang (4 jilid berisi surat-suratnya selama tinggal dan mengajar di Jepang dari tahun 1981-1994) dan buku “Tapak Meri”.
Yang tak kalah menjadi perhatian saat itu adalah sang istri aktris senior Nani Wijaya yang dengan sabar dan setia mengikuti seluruh prosesi acara bahkan Ajip mengenalkannya dengan bangga kepada para hadirin, “Dia mah lebih terkenal daripada saya”, katanya sambil melirik mesra. Bahkan ketika Nani di atas panggung memberikan bunga, Ajip mengecupnya mesra mengundang tepuk riuh hadirin semua.
Wilujeng Milangkala Kang Ajip apanjang-apanjung mugia sehat, bagja salawasna, sareng teras medalkeun karya. | sumber : SENI.CO.ID/AGP