Home Bandung Ramah PLT GUBERNUR JABAR dari POLRI…ADA APA?

Ramah PLT GUBERNUR JABAR dari POLRI…ADA APA?

1008
0

JABARSATU – Kabar mengejutkan datang dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Wakil Kepala Kepolisian (Wakapolri) terkait Plt Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Kabarnya, Mendagri Tjahjo Kumolo orang yang mengusulkan kedua perwira tinggi (Pati) Polri tersebut untuk menjadi Plt Gubernur.

Gubernur Jabar dan Sumut diketahui berakhir masa jabatannya pada Juni 2018 mendatang. Dan tanggal 27 Juni, Pilkada Serentak digelar.

Mendagri mengusulkan Asisten Operasi Kapolri Irjen M. Iriawan jadi Plt Gubernur Jabar dan Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin jadi Plt Gubernur Sumut.

Dalil yang digunakan Mendagri tak lain adalah Permendagri Nomor: 74 Tahun 2016 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara Bagi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

Namun, jika mengacu pada Pasal 4 ayat 2 dan dari Permendagri tersebut, Tjahjo Kumolo tampaknya telah melanggarnya jika dirinya justru menunjuk Irjen M. Iriawan dan Irjen Martuani sebagai Plt Gubernur.

Pelaksana Tugas Gubernur sebagaimana dimaksud berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya Kementerian Dalam Negeri atau Pemerintah Daerah Provinsi. Pelaksana Tugas Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud berasal dari pejabat pimpinan tinggi pratama Pemerintah Daerah Provinsi atau Kementerian Dalam Negeri,” bunyi Pasal 4 ayat (2,3) Permendagri itu.

Politisi PDIP ini berkilah, jabatan Irawan dan Martuani sejajar dengan pejabat eselon I. Artinya, yang ditunjuk adalah pejabat I eselon Kemendagri. Dan seperti diketahui Polri bukan institusi yang berada di bawah Kemendagri melainkan berdiri sendiri langsung di bawah presiden sebagaimana TAP MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri dan TAP MPR No. VII/MPR/2000 tentang peran, fungsi dan kedudukan TNI dan Polri. Kedudukan Polri langsung di bawah presiden, sebagaimana tecantum dalam pasal 8 UU No 2 Tahun 2002.

Lebih terang lagi, mengenai kegiatan anggota Polri di luar kepolisian juga sudah diatur dalam Pasal 28 ayat (3) UU nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. UU Kepolisian ini secara terang benderang menyebut bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Dengan kata lain, berdasarkan ketentuan hukum tersebut, seorang anggota kepolisian hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah dirinya dinas kepolisian. Atau, jika ditafsirkan secara a contrario ketentuan tersebut berarti seorang anggota kepolisian yang masih aktif dilarang menduduki jabatan di luar kepolisian.

Terkait maksud dari jabatan di luar kepolisian juga dipertegas lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Kepolisian. Bunyinya, Yang dimaksud dengan jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.

Artinya, anggota Polri hanya dapat menjadi anggota atau ketua dalam organisasi kemasyarakatan yang mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau berdasarkan penugasan dari Kapolri.

Sehingga, penunjukkan Iriawan dan Martuani sebagai Plt Gubernur Jabar dan Gubernur Sumut patut diduga ada kaitannya dengan pelaksanaan Pilkada Serentak yang akan bergulir pada 27 Juni 2018 mendatang. Dan semangat serta retorika untuk menempatkan Polri di posisi netral dalam pelaksanaan Pilkada hanya omong kosong belaka.

Ativis Hukum Habiburokhman ACTA menulis:

JELAS ANGGOTA POLRI AKTIF TIDAK BISA JADI PLT GUBERNUR

Usulan Mendagri untuk menempatkan dua jenderal polisi sebagai Plt Gubernur sangat tidak tepat, ada dua alasan

Yang pertama, usulan tersebut jelas bertentangan dengan Pasal 201 ayat (10) UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentaang Pilkada yang mengatur penjabat Gubernur berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya. Dalam pasal tersebut tidak tertulis “atau yang sederajat”. Nomenklatur pimpinan tinggi madya adalah untuk jabatan Pegawai Negeri Sipil. Tidak bisa dianalogikan pimpinan tinggi madya PNS sederajat dengan Jenderal bintang tiga Polri karena memang tidak ada aturannya.

Yang kedua usulan tersebut bertentangan dengan Pasal 157 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 yang mengharuskan anggota Polri mengundurkan diri sebelum mengisi jabatan pimpinan tinggi madya. Saya tidak tahu apakah peraturan yang belum berusia enam bulan ini sudah dirubah demi memuluskan usulan Mendagri atau belum, tapi yang jelas aturan tersebut terbut justru untuk mengoreksi aturan sebelumnya yang banyak ditentang karena tidak ada keharusan mundur.

Kami berharap agar pemerintah benar-benar hati-hati dan tegak lurus mematuhi aturan perundang-undangan dalam membuat keputusan strategis terkait Pilkada. Jangan sampai kebijakan pemerintah dipersepsikan tidak profesional. Hal lain yang juga penting adalah seharusnya kebijakan yang mengacu pada peraturan, bukan peraturan yang dirubah demi memuluskan kebijakan. |RED/BEKE

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.