JABARSATU – Konferensi Jaringan Antara Iman Indonesia (JAII) VIII yang dilaksanakan pada 3-5 Agustus 2017 di Hotel Yehezkiel, Bandung, Jawa Barat ini dibuka secara bersama oleh I Nyoman Sukma Arida (perwakilan peserta), Miryam Nainggolan (JAII), dan Obertina (Ketua Panitia).
Konferensi JAII VIII ini membahas fenomena kembalinya agama kedalam politik. Selain tingginya kasus penutupan rumah ibadat dan kekerasan dalih agama yang terjadi sebelumnya, perhatian bagi Jawa Barat juga penting diberikan mengingat provinsi ini akan menyelenggarakan pilkada pada tahun 2018 mendatang.
“Perhatian kepada Jawa Barat juga perlu diberikan mengingat dalam beberapa tahun terakhir ini tingkat radikalisasi agama di kalangan anak, remaja dan pemuda relatif semakin tinggi. Proses radikalisasi ini berlangsung diantaranya lewat institusi pendidikan formal, dari SD hingga perguruan tinggi,”kata perwakilan Jaringan Antar Umat Beragama (Jakatarub), Wawan Gunawan Kamis (3/8/2017).
Selain itu, di Jawa Barat juga banyak terjadi konflik agraria yang bercorak struktural, dimana warga penganut agama lokal, misalnya sunda wiwitan, sering menjadi pihak yang dirugikan.
Penyelenggaraan pelbagai kongerensi ini, selain untuk kepentingan konsolidasi jaringan aktivis lintas iman Indonesia, juga menjadi forum untuk membahas pelbagai keprihatinan bersama dan merumuskan usaha yang perlu dilakukan oleh pemerintah maupun para aktivis lintas iman.
Dalam menyelenggarakan konferensi VIII ini, JAII bekerja sama dengan Institut DIAN / Interfidei Yogyakarta, Gereja Kristen Pasundan, Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub), Komunitas Interfaith (KOIN) Jatinangor, Sahabat Lintas Iman (SALIM), PELITA Cirebon, dan Fahmina Cirebon. | Endah Sarwati
