Home Hukum Lima Kejanggalan Kasus Novel Baswedan. Apa Saja?

Lima Kejanggalan Kasus Novel Baswedan. Apa Saja?

1516
0

JABARSATU – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, masih berjuang untuk kesembuhan. Insidennya penyiraman air keras yang dilakukan orang tidak dikenal di dekat rumahnya kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 11 April 2017 tak menyurutkan niat memberantas korupsi.

Kejadian yang menimpa pria lulusan Akademi Polisi pada 1998 itu tak akan berpengaruh untuk kembali sebagai penegak hukum.

Ada video yang direkam Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak. Video itu diambil saat Dahnil mengunjungi Novel di Singapura bersama Haris Azhar.

Dalam video berdurasi 2,5 menit itu, Novel yang memakai kaos berwarna hitam dan peci putih, menyampaikan sebuah pesan khusus untuk para peneror.

Kini, suami dari Rina Emilda itu memang sudah dapat beraktivitas, namun, belum diperbolehkan pulang ke tanah air karena memerlukan pengobatan mata kiri di salah satu Rumah Sakit (RS) di Singapura.

Kakak Novel Baswedan, Taufik Baswedan, mengatakan tim dokter akan kembali mengoperasi mata kiri Novel. Semula operasi itu direncanakan dilakukan pada 1 bulan lagi, namun, kata dia, tim dokter memutuskan untuk mempercepat operasi tersebut.

“Belum (diperbolehkan pulang,-red). Justru dalam waktu dekat ini mau operasi lagi yang kedua untuk mata kiri,” tutur Taufik kepada wartawan.

Selama berada di Singapura, Novel banyak beraktivitas di masjid dan tempat penginapan sementara. Menurut Taufik Baswedan, adiknya sudah dapat bergerak serta tidak hanya berbaring di kasur. “Ini kan sakitnya mata saja,” kata Taufik.

Berselang 106 hari setelah insiden penyiraman Novel, sampai saat ini  aparat kepolisian belum menemukan titik terang. Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK meminta Presiden Joko Widodo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang bekerja secara independen.

Ketua Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan Novel dan Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK sudah tidak percaya terhadap kinerja para penyidik kepolisian.

“Sederhana saja, Novel itu mantan penyidik polisi, mantan kasatreskrim Bengkulu, artinya Novel mempunyai insting kuat untuk mengungkap kasus ini. Dan insting yang sama, kami yakin juga dimiliki polisi yang lain hanya masalah komitmen,” kata Dahnil.

Setelah bertemu dan mendengarkan keterangan dari Novel di Singapura, dia menilai ada kejanggalan selama penanganan kasus.

Kejanggalan pertama, tidak ditemukan sidik jari dalam gelas yang ditemukan di sekitar lokasi kejadian yang diduga digunakan pelaku penyiraman.

Kejanggalan kedua, dilepaskannya tiga orang yang diduga pelaku penyerangan berdasarkan keterangan saksi di sekitar lokasi kejadian. Padahal Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK meyakini dua dari tiga orang itu merupakan pelaku yang sudah lama mengintai Novel di kediamannya.

Kejanggalan ketiga, ada ketidaksepahaman antara penyidik Polda Metro Jaya dan Mabes Polri selama penanganan kasus ini.

Kejanggalan keempat, munculnya ancaman-ancaman terhadap beberapa anggota Komisioner Komnas HAM dalam proses usulan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta.

Kejanggalan kelima, adanya tim di internal Polri yang bergerak di luar proses penyidikan. dia menjelaskan, beberapa anggota yang mengaku dari Mabes Polri juga mendekati para saksi dan meminta informasi mengenai peristiwa penyerangan Novel.

“Itu yang kemudian upaya ini agak tersendat. Kami tidak bisa berharap kepada institusi lain. Kami hanya bisa berharap kepada yang paling tinggi secara nyata adalah presiden,” tambah Dahnil.(TJ/JBS/MD)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.