JABARSATU – Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengaku mendukung jika urusan Haji dan Umroh dikelola oleh Lembaga Pemerintah Nonkementerian (LPNK). Hal ini seperti yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh.
“RUU itu kan menginginkan adanya peningkatan pelayanan Haji. Ketika itu yang dimaksud maka kita harus mendukung. Nah, salah satu caranya adalah Undang-Undang yang baru ini akan mengamanahkan membuat lembaga nonkementerian yang menjadi pelaksana dari Ibadah Haji ini,” ujarnya seusai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VIII DPR RI terkait penyusunan Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh di Ruang Rapat Komisi VIII, Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Senin, 13 Februari 2017 malam.
Salah satu hal yang diatur dalam RUU tersebut yakni pembuatan LPNK sebagai pelaksana Ibadah Haji dan Umroh. Sementara pengaturan umum atau regulasi tetap ada di Kementerian Agama (Kemenag).
Menurut Aher, jika UU tersebut bisa dilaksanakan dengan baik akan berdampak pada peningkatan kualitas layanan jamaah. Karena UU ini memberikan pembagian tugas urusan Haji antara Kemenag dengan lembaga tersebut, sehingga menurut Aher tidak akan ada wewenang tumpang tindih antara pelaksana teknis dengan regulatornya.
Adapun dalam RDP tersebut, ia mengusulkan masalah pembinaan dan pelayanan jamaah. Dia menjelaskan, pembinaan penting dilakukan di Tanah Air sebelum Ibadah Haji berlangsung. Hal ini untuk mengantisipasi tercecernya para jamaah di Tanah Suci.
Selama ini, Pemprov Jawa Barat melibatkan pihak TNI dalam melakukan pembinaan. “Dari sisi pembinaan, kita memfasilitasi pelatihan kepala regu (karu) dan kepala rombongan (karom). Jadi untuk mengantisipasi tercecernya para jamaah Haji. Karu dan karom kita bina langsung oleh TNI dan ditunjuk langsung sebelum keberangkatan dengan pelatihan melibatkan pihak TNI. Dampaknya cukup signifikan, berkurangnya jamaah Haji asal Jabar yang tercecer,” ujarnya.
Selain itu Aher juga menyinggung soal kewenangan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Menurut Aher, KBIH harus ditata secara baik, sehingga nantinya KBIH akan berperan serta dalam kelancaran pelaksanaan ibadah haji.
“Tapi kalau selama ini KBIH bisa melaksanakan itu (pelaksanaan haji), mewakili pemerintah, masyarakat bisa lebih nyaman, dekat dengan kiyainya, lebih tenteram dalam melaksanakan ibadah saya kira ya tidak bisa dihindari, KBIH harus bisa diakomodir,” katanya.
“Dengan sebuah kriteria dan persyaratan yang sangat ketat. Jadi, KBIH itu izinnya nanti tidak sembarangan, didata betul, ditata, dan diuji betul, sehingga dia menjadi mitra resmi dari pemerintah atau lembaga baru nanti untuk melaksanakan lancarnya Ibadah Haji. Kalau KBIH diakomodir nanti memang harus diperketat betul persyaratannya,” ucapnya.
RDP dipimpin Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Deding Ishak. Juga hadir Ketua Komisi VIII M Ali Taher, Wakil Ketua Komisi VIII Abdul Malik Haramain dan beberapa Anggota Komisi VIII.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Deding Ishak menjelaskan, RDP tersebut digelar sebagai bahan masukan dalam rangka penyusunan RUU Penyelenggaran Haji dan Umroh. Pihaknya perlu mendengarkan masukan dari pemerintah daerah terkait perannya dalam penyelenggaraan Ibadah Haji. (PR/MD/JM)