BANDUNG, JABARSATU – Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar meyakini tanah seluas 2.910 meter persegi yang di atasnya berdiri kantor Dinas Peternakan Jabar di Jalan Ir. H. Juanda No. 358 secara hukum milik Pemprov Jabar.
Karena itu pihaknya bersikukuh akan tetap mempertahankannya walaupun saat ini sengketa atas lahan tersebut dimenangkan oleh ahli waris pada tingkat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung namun Pemprov Jabar menilai adanya kejanggalan dalam putusan tersebut.
“Kita yakin berdasarkan data dan surat-surat yang juga diatas hukum aset tersebut adalah milik Pemprov Jabar,” ujar Deddy saat menerima dukungan dari berbagai LSM yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Jawa Barat (AMPJB) di Gedung Sate, Kamis (16/06/16).
Karena itu Ia tidak menghendaki pihak penggunggat menduduki aset tersebut dan tidak akan mentolerir upaya pendudukan paksa dengan cara-cara premanisme. “Yang jelas kita akan tetap mempertahankan aset ini sampai kapanpun,” katanya.
Menurut AMPJB, kasus eksekusi lahan kantor Dinas Peternakan Jabar sangat mengkhawatirkan. Kantor pemerintah saja bisa diserobot, bagaimana dengan lahan milik rakyat biasa.”Patut diduga ini permainan mafia yang melibatkan oknum-oknum pejabat di PN Bandung dan Mahkamah Agung. Lahan milik pemerintah saja bisa diserobot,apalagi lahan milik rakyat biasa,” kata Yudi, salah seorang pengunjuk rasa.
Dalam aksinya, massa juga menuntut Pemprov Jabar beserta aparat kepolisian untuk membentuk satgas anti mafia tanah. AMPJB juga menuntut Pemprov Jabar meneliti kemungkinan keterlibatan pegawai di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jabar terkait kasus mafia tanah.
Untuk menghadapi eksekusi kedua tanggal 14 Juli mendatang Pemprov Jabar bersama pihak-pihak terkait akan menyusun upaya untuk mempertahankan aset tersebut. “Untuk teknisnya seperti apa dalam mempertahankannya nanti kita bahas dahulu karena ini melibatkan berbagai pihak, artinya kita tetap dan sepakat untuk mempertahankan aset kita ini,” terang Deddy.
Sementara Kepala Biro Hukum dan HAM Pemprov Jabar Jeje Budi Prasetyo mengatakan, sebelum eksekusi tanggal 2 Juni lalu, saat rapat persiapan di pengadilan pihaknya sama sekali tidak diundang, padahal sebagai pihak tergugat Pemprov Jabar seharusnya dilibatkan sebelum eksekusi dilaksanakan. “Ini yang diundang malah DPRD, aparat dan pengguggat saja, jelas ini tidak benar,” katanya.
Walaupun putusan PK terhadap gugatan perdata sudah Inkrah, namun Inkrah tersebut menurutnya sangat tidak wajar. “Kalau secara teknis kami yakin 100 persen pasti menang namun ini banyak permainan nonteknis,” pungkasnya. (ttg)