JABARSATU – Keasrian alam tatar sunda bukan sekedar cerita. Sungai yang bening, gunung-gunung menjulang tinggi, hamparan pesawahan yang amat luas, hutan lindung yang sejuk. Demikian lukisan alam Jawa Barat tempo dulu. Endah kabina-bina.
Mantan Gubernur Jawa Barat, Solihin GP adalah orang yang amat menghargai alam. Ia memiliki moto euweuh leuweung euweuh cai moal aya masa depan. Pada zamannya, Jawa Barat jauh dari kata darurat.
Kini, seiring kepemimpinan berganti, dengan sendirinya rona wajah tatar sunda pun berubah. Alam perlahan rusak. Gunung dikikis habis, sawah disulap jadi perumahan mentereng, airnya pun berubah warna, dahulu bening sekarang kuning.
Ada apa gerangan? Terkait hal ini, jabarsatu berkesempatan meminta sekelumit pendapat kepada salah seorang putri Solihin GP, Yani Haryani di sebuah saung di Tasikmalaya, Rabu 27 Januari 2016.
Yani merasa alam Jawa Barat saat ini jauh lebih gersang dibanding dahulu saat ayahnya menjadi pupuhu. Seiring hal itu, roda pemerintahan pun mengalami pergeseran nilai. Hal itu karena, para pemangku kebijakan tidak memiliki kepekaan.
“Yang (pemimpin) sekarang mah masyaallah ya, Kalau boleh saya menyampaikan ya prihatin, saya prihatin. Terutama perhatian kepada kepentingan masyarakat kecil dan lingkungan, “ungkap putri kedua dari empat bersaudara itu.
Yani pun bercerita bagaimana cara ayahandanya Mang Ihin (sapaan akrab Solihin GP) memperlakukan alam dan masyarakat Jawa Barat. Karena, kata Yani, Solihin GP memiliki cita cita mulia dalam melestarikan alam dan budaya di negeri sunda.
“Bapak tetap dengan motonya No forest No Water No Future. tidak ada leuweung, tidak ada air, maka tidak ada masa depan. Oleh sebab itu ia selalu ingin masyarakat dan pemimpin di tatar sunda ini memperhatikan itu semua. Demi kepentingan dan kelangsungan kehidupan masyarakat tatar sunda itu sendiri, “tambahnya mengenang.
Secercah harap pun ia sampaikan kepada tunas-tunas muda di Jawa Barat agar berperilaku ramah terhadap alam. Terutama kepada para petinggi, dalam hal ini Gubernur Jawa Barat. Jangan sampai, kata Yani, warisan pesona alam Jawa Barat tidak dirawat.
“Kasihan atuh anak cucu kita kalau diwarisi hutan gundul, sungai keruh, juga terutama kesejahteraan masyarakat kecil, “harapnya. (red)