JABARSATU – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merangkul PT Bank Jabar Banten (BJB) bersama tujuh bank lainnya menjadi perintis industri keuangan berkelanjutan. Bank lainnya adalah Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.
“Delapan bank ini menguasai 46 persen aset perbankan nasional,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad dalam seminar Pembiayaan Berkelanjutan untuk Mendukung SDGs, di Jakarta, Senin (23/11/2015)
Muliaman meminta perbankan untuk menyeleksi setiap korporasi yang mengajukan kredit pinjaman, dengan indikator diterapkannya prinsip risiko dan mitigasi kerusakan lingkungan dan sosial. “Jadi ke depan perusahaan yang merusak lingkungan jangan harap bisa dibiayai (oleh industri keuangan),” katanya.
Muliaman menegaskan perusahaan-perusahaan yang kerap merusak lingkungan dalam menjalankan bisnisnya, akan sulit memperoleh kredit pinjaman untuk modal usaha, karena perbankan akan sangat selektif. “Bank juga harus hati-hati kalau memberikan kredit kepada perusahaan yang mencemari lingkungan, nanti kualitas kreditnya bisa langsung jelek,” tambah Muliaman.
Misalnya, lanjut dia, perusahaan yang mengajukan kredit minimal harus sudah memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan, seperti yang tercantum dalam Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan.
Otoritas, kata Muliaman, juga akan memberikan panduan agar pengusaha dapat meningkatakn fungsi intermediasi ke sektor-sektor ekonomi prospektif seperti infrastruktur, manufaktur, pertanian, dan UMKM, namun juga tetap mempertahankan prinsip keuangan berkelanjutan. “Jadi perusahaan pandai mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya, ucapnya.
Disinggung apakah OJK akan memberikan insentif mengenai akses dan keringanan bunga pemberian kredit bagi sektor ekonomi berkelanjutan, Muliaman tidak menjawab tegas. Dia lantas mengatakan, pihaknya akan mengawasi sepenuhnya kualitas kredit untuk sektor keuangan berkelanjutan ini.
Sektor pertama yang akan menjadi kajian penerapan industri keuangan berkelanjutan ini adalah sektor industri kepala sawit. “Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK Edi Setijawan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar mengatakan pihaknya baru akan menyusun basis data mengenai saluran kredit untuk sektor ekonomi berkelanjutan ini. [tar]
– See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2254437/bjb-jadi-perintis-industri-keuangan-berkelanjutan#sthash.EnqLsa1G.dpuf
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merangkul PT Bank Jabar Banten (BJB) bersama tujuh bank lainnya menjadi perintis industri keuangan berkelanjutan. Bank lainnya adalah Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.
“Delapan bank ini menguasai 46 persen aset perbankan nasional,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad dalam seminar Pembiayaan Berkelanjutan untuk Mendukung SDGs, di Jakarta, Senin (23/11/2015)
Muliaman meminta perbankan untuk menyeleksi setiap korporasi yang mengajukan kredit pinjaman, dengan indikator diterapkannya prinsip risiko dan mitigasi kerusakan lingkungan dan sosial. “Jadi ke depan perusahaan yang merusak lingkungan jangan harap bisa dibiayai (oleh industri keuangan),” katanya.
Muliaman menegaskan perusahaan-perusahaan yang kerap merusak lingkungan dalam menjalankan bisnisnya, akan sulit memperoleh kredit pinjaman untuk modal usaha, karena perbankan akan sangat selektif. “Bank juga harus hati-hati kalau memberikan kredit kepada perusahaan yang mencemari lingkungan, nanti kualitas kreditnya bisa langsung jelek,” tambah Muliaman.
Misalnya, lanjut dia, perusahaan yang mengajukan kredit minimal harus sudah memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan, seperti yang tercantum dalam Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan.
Otoritas, kata Muliaman, juga akan memberikan panduan agar pengusaha dapat meningkatakn fungsi intermediasi ke sektor-sektor ekonomi prospektif seperti infrastruktur, manufaktur, pertanian, dan UMKM, namun juga tetap mempertahankan prinsip keuangan berkelanjutan. “Jadi perusahaan pandai mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya, ucapnya.
Disinggung apakah OJK akan memberikan insentif mengenai akses dan keringanan bunga pemberian kredit bagi sektor ekonomi berkelanjutan, Muliaman tidak menjawab tegas. Dia lantas mengatakan, pihaknya akan mengawasi sepenuhnya kualitas kredit untuk sektor keuangan berkelanjutan ini.
Sektor pertama yang akan menjadi kajian penerapan industri keuangan berkelanjutan ini adalah sektor industri kepala sawit. “Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK Edi Setijawan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar mengatakan pihaknya baru akan menyusun basis data mengenai saluran kredit untuk sektor ekonomi berkelanjutan ini. [tar]
– See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2254437/bjb-jadi-perintis-industri-keuangan-berkelanjutan#sthash.EnqLsa1G.dpuf
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merangkul PT Bank Jabar Banten (BJB) bersama tujuh bank lainnya menjadi perintis industri keuangan berkelanjutan. Bank lainnya adalah Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.
“Delapan bank ini menguasai 46 persen aset perbankan nasional,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad dalam seminar Pembiayaan Berkelanjutan untuk Mendukung SDGs, di Jakarta, Senin (23/11/2015)
Muliaman meminta perbankan untuk menyeleksi setiap korporasi yang mengajukan kredit pinjaman, dengan indikator diterapkannya prinsip risiko dan mitigasi kerusakan lingkungan dan sosial. “Jadi ke depan perusahaan yang merusak lingkungan jangan harap bisa dibiayai (oleh industri keuangan),” katanya.
Muliaman menegaskan perusahaan-perusahaan yang kerap merusak lingkungan dalam menjalankan bisnisnya, akan sulit memperoleh kredit pinjaman untuk modal usaha, karena perbankan akan sangat selektif. “Bank juga harus hati-hati kalau memberikan kredit kepada perusahaan yang mencemari lingkungan, nanti kualitas kreditnya bisa langsung jelek,” tambah Muliaman.
Misalnya, lanjut dia, perusahaan yang mengajukan kredit minimal harus sudah memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan, seperti yang tercantum dalam Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan.
Otoritas, kata Muliaman, juga akan memberikan panduan agar pengusaha dapat meningkatakn fungsi intermediasi ke sektor-sektor ekonomi prospektif seperti infrastruktur, manufaktur, pertanian, dan UMKM, namun juga tetap mempertahankan prinsip keuangan berkelanjutan. “Jadi perusahaan pandai mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya, ucapnya.
Disinggung apakah OJK akan memberikan insentif mengenai akses dan keringanan bunga pemberian kredit bagi sektor ekonomi berkelanjutan, Muliaman tidak menjawab tegas. Dia lantas mengatakan, pihaknya akan mengawasi sepenuhnya kualitas kredit untuk sektor keuangan berkelanjutan ini.
Sektor pertama yang akan menjadi kajian penerapan industri keuangan berkelanjutan ini adalah sektor industri kepala sawit. “Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK Edi Setijawan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar mengatakan pihaknya baru akan menyusun basis data mengenai saluran kredit untuk sektor ekonomi berkelanjutan ini. [tar]
– See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2254437/bjb-jadi-perintis-industri-keuangan-berkelanjutan#sthash.EnqLsa1G.dpuf
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merangkul PT Bank Jabar Banten (BJB) bersama tujuh bank lainnya menjadi perintis industri keuangan berkelanjutan. Bank lainnya adalah Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.
“Delapan bank ini menguasai 46 persen aset perbankan nasional,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad dalam seminar Pembiayaan Berkelanjutan untuk Mendukung SDGs, di Jakarta, Senin (23/11/2015)
Muliaman meminta perbankan untuk menyeleksi setiap korporasi yang mengajukan kredit pinjaman, dengan indikator diterapkannya prinsip risiko dan mitigasi kerusakan lingkungan dan sosial. “Jadi ke depan perusahaan yang merusak lingkungan jangan harap bisa dibiayai (oleh industri keuangan),” katanya.
Muliaman menegaskan perusahaan-perusahaan yang kerap merusak lingkungan dalam menjalankan bisnisnya, akan sulit memperoleh kredit pinjaman untuk modal usaha, karena perbankan akan sangat selektif. “Bank juga harus hati-hati kalau memberikan kredit kepada perusahaan yang mencemari lingkungan, nanti kualitas kreditnya bisa langsung jelek,” tambah Muliaman.
Misalnya, lanjut dia, perusahaan yang mengajukan kredit minimal harus sudah memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan, seperti yang tercantum dalam Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan.
Otoritas, kata Muliaman, juga akan memberikan panduan agar pengusaha dapat meningkatakn fungsi intermediasi ke sektor-sektor ekonomi prospektif seperti infrastruktur, manufaktur, pertanian, dan UMKM, namun juga tetap mempertahankan prinsip keuangan berkelanjutan. “Jadi perusahaan pandai mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya, ucapnya.
Disinggung apakah OJK akan memberikan insentif mengenai akses dan keringanan bunga pemberian kredit bagi sektor ekonomi berkelanjutan, Muliaman tidak menjawab tegas. Dia lantas mengatakan, pihaknya akan mengawasi sepenuhnya kualitas kredit untuk sektor keuangan berkelanjutan ini.
Sektor pertama yang akan menjadi kajian penerapan industri keuangan berkelanjutan ini adalah sektor industri kepala sawit. “Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK Edi Setijawan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar mengatakan pihaknya baru akan menyusun basis data mengenai saluran kredit untuk sektor ekonomi berkelanjutan ini. [tar]
– See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2254437/bjb-jadi-perintis-industri-keuangan-berkelanjutan#sthash.EnqLsa1G.dpuf
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merangkul PT Bank Jabar Banten (BJB) bersama tujuh bank lainnya menjadi perintis industri keuangan berkelanjutan. Bank lainnya adalah Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.
“Delapan bank ini menguasai 46 persen aset perbankan nasional,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad dalam seminar Pembiayaan Berkelanjutan untuk Mendukung SDGs, di Jakarta, Senin (23/11/2015)
Muliaman meminta perbankan untuk menyeleksi setiap korporasi yang mengajukan kredit pinjaman, dengan indikator diterapkannya prinsip risiko dan mitigasi kerusakan lingkungan dan sosial. “Jadi ke depan perusahaan yang merusak lingkungan jangan harap bisa dibiayai (oleh industri keuangan),” katanya.
Muliaman menegaskan perusahaan-perusahaan yang kerap merusak lingkungan dalam menjalankan bisnisnya, akan sulit memperoleh kredit pinjaman untuk modal usaha, karena perbankan akan sangat selektif. “Bank juga harus hati-hati kalau memberikan kredit kepada perusahaan yang mencemari lingkungan, nanti kualitas kreditnya bisa langsung jelek,” tambah Muliaman.
Misalnya, lanjut dia, perusahaan yang mengajukan kredit minimal harus sudah memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan, seperti yang tercantum dalam Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan.
Otoritas, kata Muliaman, juga akan memberikan panduan agar pengusaha dapat meningkatakn fungsi intermediasi ke sektor-sektor ekonomi prospektif seperti infrastruktur, manufaktur, pertanian, dan UMKM, namun juga tetap mempertahankan prinsip keuangan berkelanjutan. “Jadi perusahaan pandai mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya, ucapnya.
Disinggung apakah OJK akan memberikan insentif mengenai akses dan keringanan bunga pemberian kredit bagi sektor ekonomi berkelanjutan, Muliaman tidak menjawab tegas. Dia lantas mengatakan, pihaknya akan mengawasi sepenuhnya kualitas kredit untuk sektor keuangan berkelanjutan ini.
Sektor pertama yang akan menjadi kajian penerapan industri keuangan berkelanjutan ini adalah sektor industri kepala sawit. “Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK Edi Setijawan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar mengatakan pihaknya baru akan menyusun basis data mengenai saluran kredit untuk sektor ekonomi berkelanjutan ini. [tar]
– See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2254437/bjb-jadi-perintis-industri-keuangan-berkelanjutan#sthash.EnqLsa1G.dpuf
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merangkul PT Bank Jabar Banten (BJB) bersama tujuh bank lainnya menjadi perintis industri keuangan berkelanjutan. Bank lainnya adalah Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.
“Delapan bank ini menguasai 46 persen aset perbankan nasional,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad dalam seminar Pembiayaan Berkelanjutan untuk Mendukung SDGs, di Jakarta, Senin (23/11/2015)
Muliaman meminta perbankan untuk menyeleksi setiap korporasi yang mengajukan kredit pinjaman, dengan indikator diterapkannya prinsip risiko dan mitigasi kerusakan lingkungan dan sosial. “Jadi ke depan perusahaan yang merusak lingkungan jangan harap bisa dibiayai (oleh industri keuangan),” katanya.
Muliaman menegaskan perusahaan-perusahaan yang kerap merusak lingkungan dalam menjalankan bisnisnya, akan sulit memperoleh kredit pinjaman untuk modal usaha, karena perbankan akan sangat selektif. “Bank juga harus hati-hati kalau memberikan kredit kepada perusahaan yang mencemari lingkungan, nanti kualitas kreditnya bisa langsung jelek,” tambah Muliaman.
Misalnya, lanjut dia, perusahaan yang mengajukan kredit minimal harus sudah memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan, seperti yang tercantum dalam Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan.
Otoritas, kata Muliaman, juga akan memberikan panduan agar pengusaha dapat meningkatakn fungsi intermediasi ke sektor-sektor ekonomi prospektif seperti infrastruktur, manufaktur, pertanian, dan UMKM, namun juga tetap mempertahankan prinsip keuangan berkelanjutan. “Jadi perusahaan pandai mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya, ucapnya.
Disinggung apakah OJK akan memberikan insentif mengenai akses dan keringanan bunga pemberian kredit bagi sektor ekonomi berkelanjutan, Muliaman tidak menjawab tegas. Dia lantas mengatakan, pihaknya akan mengawasi sepenuhnya kualitas kredit untuk sektor keuangan berkelanjutan ini.
Sektor pertama yang akan menjadi kajian penerapan industri keuangan berkelanjutan ini adalah sektor industri kepala sawit. “Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK Edi Setijawan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar mengatakan pihaknya baru akan menyusun basis data mengenai saluran kredit untuk sektor ekonomi berkelanjutan ini. [tar]
– See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2254437/bjb-jadi-perintis-industri-keuangan-berkelanjutan#sthash.EnqLsa1G.dpuf
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merangkul PT Bank Jabar Banten (BJB) bersama tujuh bank lainnya menjadi perintis industri keuangan berkelanjutan. Bank lainnya adalah Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.
“Delapan bank ini menguasai 46 persen aset perbankan nasional,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad dalam seminar Pembiayaan Berkelanjutan untuk Mendukung SDGs, di Jakarta, Senin (23/11/2015)
Muliaman meminta perbankan untuk menyeleksi setiap korporasi yang mengajukan kredit pinjaman, dengan indikator diterapkannya prinsip risiko dan mitigasi kerusakan lingkungan dan sosial. “Jadi ke depan perusahaan yang merusak lingkungan jangan harap bisa dibiayai (oleh industri keuangan),” katanya.
Muliaman menegaskan perusahaan-perusahaan yang kerap merusak lingkungan dalam menjalankan bisnisnya, akan sulit memperoleh kredit pinjaman untuk modal usaha, karena perbankan akan sangat selektif. “Bank juga harus hati-hati kalau memberikan kredit kepada perusahaan yang mencemari lingkungan, nanti kualitas kreditnya bisa langsung jelek,” tambah Muliaman.
Misalnya, lanjut dia, perusahaan yang mengajukan kredit minimal harus sudah memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan, seperti yang tercantum dalam Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan.
Otoritas, kata Muliaman, juga akan memberikan panduan agar pengusaha dapat meningkatakn fungsi intermediasi ke sektor-sektor ekonomi prospektif seperti infrastruktur, manufaktur, pertanian, dan UMKM, namun juga tetap mempertahankan prinsip keuangan berkelanjutan. “Jadi perusahaan pandai mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya, ucapnya.
Disinggung apakah OJK akan memberikan insentif mengenai akses dan keringanan bunga pemberian kredit bagi sektor ekonomi berkelanjutan, Muliaman tidak menjawab tegas. Dia lantas mengatakan, pihaknya akan mengawasi sepenuhnya kualitas kredit untuk sektor keuangan berkelanjutan ini.
Sektor pertama yang akan menjadi kajian penerapan industri keuangan berkelanjutan ini adalah sektor industri kepala sawit. “Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK Edi Setijawan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar mengatakan pihaknya baru akan menyusun basis data mengenai saluran kredit untuk sektor ekonomi berkelanjutan ini. [tar]
– See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2254437/bjb-jadi-perintis-industri-keuangan-berkelanjutan#sthash.EnqLsa1G.dpuf
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merangkul PT Bank Jabar Banten (BJB) bersama tujuh bank lainnya menjadi perintis industri keuangan berkelanjutan. Bank lainnya adalah Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.
“Delapan bank ini menguasai 46 persen aset perbankan nasional,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad dalam seminar Pembiayaan Berkelanjutan untuk Mendukung SDGs, di Jakarta, Senin (23/11/2015)
Muliaman meminta perbankan untuk menyeleksi setiap korporasi yang mengajukan kredit pinjaman, dengan indikator diterapkannya prinsip risiko dan mitigasi kerusakan lingkungan dan sosial. “Jadi ke depan perusahaan yang merusak lingkungan jangan harap bisa dibiayai (oleh industri keuangan),” katanya.
Muliaman menegaskan perusahaan-perusahaan yang kerap merusak lingkungan dalam menjalankan bisnisnya, akan sulit memperoleh kredit pinjaman untuk modal usaha, karena perbankan akan sangat selektif. “Bank juga harus hati-hati kalau memberikan kredit kepada perusahaan yang mencemari lingkungan, nanti kualitas kreditnya bisa langsung jelek,” tambah Muliaman.
Misalnya, lanjut dia, perusahaan yang mengajukan kredit minimal harus sudah memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan, seperti yang tercantum dalam Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan.
Otoritas, kata Muliaman, juga akan memberikan panduan agar pengusaha dapat meningkatakn fungsi intermediasi ke sektor-sektor ekonomi prospektif seperti infrastruktur, manufaktur, pertanian, dan UMKM, namun juga tetap mempertahankan prinsip keuangan berkelanjutan. “Jadi perusahaan pandai mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya, ucapnya.
Disinggung apakah OJK akan memberikan insentif mengenai akses dan keringanan bunga pemberian kredit bagi sektor ekonomi berkelanjutan, Muliaman tidak menjawab tegas. Dia lantas mengatakan, pihaknya akan mengawasi sepenuhnya kualitas kredit untuk sektor keuangan berkelanjutan ini.
Sektor pertama yang akan menjadi kajian penerapan industri keuangan berkelanjutan ini adalah sektor industri kepala sawit. “Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK Edi Setijawan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar mengatakan pihaknya baru akan menyusun basis data mengenai saluran kredit untuk sektor ekonomi berkelanjutan ini. [tar]
– See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2254437/bjb-jadi-perintis-industri-keuangan-berkelanjutan#sthash.EnqLsa1G.dpuf
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merangkul PT Bank Jabar Banten (BJB) bersama tujuh bank lainnya menjadi perintis industri keuangan berkelanjutan. Bank lainnya adalah Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.
“Delapan bank ini menguasai 46 persen aset perbankan nasional,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad dalam seminar Pembiayaan Berkelanjutan untuk Mendukung SDGs, di Jakarta, Senin (23/11/2015)
Muliaman meminta perbankan untuk menyeleksi setiap korporasi yang mengajukan kredit pinjaman, dengan indikator diterapkannya prinsip risiko dan mitigasi kerusakan lingkungan dan sosial. “Jadi ke depan perusahaan yang merusak lingkungan jangan harap bisa dibiayai (oleh industri keuangan),” katanya.
Muliaman menegaskan perusahaan-perusahaan yang kerap merusak lingkungan dalam menjalankan bisnisnya, akan sulit memperoleh kredit pinjaman untuk modal usaha, karena perbankan akan sangat selektif. “Bank juga harus hati-hati kalau memberikan kredit kepada perusahaan yang mencemari lingkungan, nanti kualitas kreditnya bisa langsung jelek,” tambah Muliaman.
Misalnya, lanjut dia, perusahaan yang mengajukan kredit minimal harus sudah memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan, seperti yang tercantum dalam Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan.
Otoritas, kata Muliaman, juga akan memberikan panduan agar pengusaha dapat meningkatakn fungsi intermediasi ke sektor-sektor ekonomi prospektif seperti infrastruktur, manufaktur, pertanian, dan UMKM, namun juga tetap mempertahankan prinsip keuangan berkelanjutan. “Jadi perusahaan pandai mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya, ucapnya.
Disinggung apakah OJK akan memberikan insentif mengenai akses dan keringanan bunga pemberian kredit bagi sektor ekonomi berkelanjutan, Muliaman tidak menjawab tegas. Dia lantas mengatakan, pihaknya akan mengawasi sepenuhnya kualitas kredit untuk sektor keuangan berkelanjutan ini.
Sektor pertama yang akan menjadi kajian penerapan industri keuangan berkelanjutan ini adalah sektor industri kepala sawit. “Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK Edi Setijawan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar mengatakan pihaknya baru akan menyusun basis data mengenai saluran kredit untuk sektor ekonomi berkelanjutan ini. [tar]
– See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2254437/bjb-jadi-perintis-industri-keuangan-berkelanjutan#sthash.EnqLsa1G.dpuf
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merangkul PT Bank Jabar Banten (BJB) bersama tujuh bank lainnya menjadi perintis industri keuangan berkelanjutan. Bank lainnya adalah Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.
“Delapan bank ini menguasai 46 persen aset perbankan nasional,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad dalam seminar Pembiayaan Berkelanjutan untuk Mendukung SDGs, di Jakarta, Senin (23/11/2015)
Muliaman meminta perbankan untuk menyeleksi setiap korporasi yang mengajukan kredit pinjaman, dengan indikator diterapkannya prinsip risiko dan mitigasi kerusakan lingkungan dan sosial. “Jadi ke depan perusahaan yang merusak lingkungan jangan harap bisa dibiayai (oleh industri keuangan),” katanya.
Muliaman menegaskan perusahaan-perusahaan yang kerap merusak lingkungan dalam menjalankan bisnisnya, akan sulit memperoleh kredit pinjaman untuk modal usaha, karena perbankan akan sangat selektif. “Bank juga harus hati-hati kalau memberikan kredit kepada perusahaan yang mencemari lingkungan, nanti kualitas kreditnya bisa langsung jelek,” tambah Muliaman.
Misalnya, lanjut dia, perusahaan yang mengajukan kredit minimal harus sudah memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan, seperti yang tercantum dalam Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan.
Otoritas, kata Muliaman, juga akan memberikan panduan agar pengusaha dapat meningkatakn fungsi intermediasi ke sektor-sektor ekonomi prospektif seperti infrastruktur, manufaktur, pertanian, dan UMKM, namun juga tetap mempertahankan prinsip keuangan berkelanjutan. “Jadi perusahaan pandai mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya, ucapnya.
Disinggung apakah OJK akan memberikan insentif mengenai akses dan keringanan bunga pemberian kredit bagi sektor ekonomi berkelanjutan, Muliaman tidak menjawab tegas. Dia lantas mengatakan, pihaknya akan mengawasi sepenuhnya kualitas kredit untuk sektor keuangan berkelanjutan ini.
Sektor pertama yang akan menjadi kajian penerapan industri keuangan berkelanjutan ini adalah sektor industri kepala sawit. “Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK Edi Setijawan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar mengatakan pihaknya baru akan menyusun basis data mengenai saluran kredit untuk sektor ekonomi berkelanjutan ini. [tar]
– See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2254437/bjb-jadi-perintis-industri-keuangan-berkelanjutan#sthash.EnqLsa1G.dpuf
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merangkul PT Bank Jabar Banten (BJB) bersama tujuh bank lainnya menjadi perintis industri keuangan berkelanjutan. Bank lainnya adalah Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.
“Delapan bank ini menguasai 46 persen aset perbankan nasional,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad dalam seminar Pembiayaan Berkelanjutan untuk Mendukung SDGs, di Jakarta, Senin (23/11/2015)
Muliaman meminta perbankan untuk menyeleksi setiap korporasi yang mengajukan kredit pinjaman, dengan indikator diterapkannya prinsip risiko dan mitigasi kerusakan lingkungan dan sosial. “Jadi ke depan perusahaan yang merusak lingkungan jangan harap bisa dibiayai (oleh industri keuangan),” katanya.
Muliaman menegaskan perusahaan-perusahaan yang kerap merusak lingkungan dalam menjalankan bisnisnya, akan sulit memperoleh kredit pinjaman untuk modal usaha, karena perbankan akan sangat selektif. “Bank juga harus hati-hati kalau memberikan kredit kepada perusahaan yang mencemari lingkungan, nanti kualitas kreditnya bisa langsung jelek,” tambah Muliaman.
Misalnya, lanjut dia, perusahaan yang mengajukan kredit minimal harus sudah memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan, seperti yang tercantum dalam Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan.
Otoritas, kata Muliaman, juga akan memberikan panduan agar pengusaha dapat meningkatakn fungsi intermediasi ke sektor-sektor ekonomi prospektif seperti infrastruktur, manufaktur, pertanian, dan UMKM, namun juga tetap mempertahankan prinsip keuangan berkelanjutan. “Jadi perusahaan pandai mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya, ucapnya.
Disinggung apakah OJK akan memberikan insentif mengenai akses dan keringanan bunga pemberian kredit bagi sektor ekonomi berkelanjutan, Muliaman tidak menjawab tegas. Dia lantas mengatakan, pihaknya akan mengawasi sepenuhnya kualitas kredit untuk sektor keuangan berkelanjutan ini.
Sektor pertama yang akan menjadi kajian penerapan industri keuangan berkelanjutan ini adalah sektor industri kepala sawit. “Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK Edi Setijawan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar mengatakan pihaknya baru akan menyusun basis data mengenai saluran kredit untuk sektor ekonomi berkelanjutan ini. [tar]
– See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2254437/bjb-jadi-perintis-industri-keuangan-berkelanjutan#sthash.EnqLsa1G.dpuf
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merangkul PT Bank Jabar Banten (BJB) bersama tujuh bank lainnya menjadi perintis industri keuangan berkelanjutan. Bank lainnya adalah Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.
“Delapan bank ini menguasai 46 persen aset perbankan nasional,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad dalam seminar Pembiayaan Berkelanjutan untuk Mendukung SDGs, di Jakarta, Senin (23/11/2015)
Muliaman meminta perbankan untuk menyeleksi setiap korporasi yang mengajukan kredit pinjaman, dengan indikator diterapkannya prinsip risiko dan mitigasi kerusakan lingkungan dan sosial. “Jadi ke depan perusahaan yang merusak lingkungan jangan harap bisa dibiayai (oleh industri keuangan),” katanya.
Muliaman menegaskan perusahaan-perusahaan yang kerap merusak lingkungan dalam menjalankan bisnisnya, akan sulit memperoleh kredit pinjaman untuk modal usaha, karena perbankan akan sangat selektif. “Bank juga harus hati-hati kalau memberikan kredit kepada perusahaan yang mencemari lingkungan, nanti kualitas kreditnya bisa langsung jelek,” tambah Muliaman.
Misalnya, lanjut dia, perusahaan yang mengajukan kredit minimal harus sudah memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan, seperti yang tercantum dalam Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan.
Otoritas, kata Muliaman, juga akan memberikan panduan agar pengusaha dapat meningkatakn fungsi intermediasi ke sektor-sektor ekonomi prospektif seperti infrastruktur, manufaktur, pertanian, dan UMKM, namun juga tetap mempertahankan prinsip keuangan berkelanjutan. “Jadi perusahaan pandai mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya, ucapnya.
Disinggung apakah OJK akan memberikan insentif mengenai akses dan keringanan bunga pemberian kredit bagi sektor ekonomi berkelanjutan, Muliaman tidak menjawab tegas. Dia lantas mengatakan, pihaknya akan mengawasi sepenuhnya kualitas kredit untuk sektor keuangan berkelanjutan ini.
Sektor pertama yang akan menjadi kajian penerapan industri keuangan berkelanjutan ini adalah sektor industri kepala sawit. “Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK Edi Setijawan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar mengatakan pihaknya baru akan menyusun basis data mengenai saluran kredit untuk sektor ekonomi berkelanjutan ini. [tar]
– See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2254437/bjb-jadi-perintis-industri-keuangan-berkelanjutan#sthash.EnqLsa1G.dpuf
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merangkul PT Bank Jabar Banten (BJB) bersama tujuh bank lainnya menjadi perintis industri keuangan berkelanjutan. Bank lainnya adalah Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.
“Delapan bank ini menguasai 46 persen aset perbankan nasional,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad dalam seminar Pembiayaan Berkelanjutan untuk Mendukung SDGs, di Jakarta, Senin (23/11/2015)
Muliaman meminta perbankan untuk menyeleksi setiap korporasi yang mengajukan kredit pinjaman, dengan indikator diterapkannya prinsip risiko dan mitigasi kerusakan lingkungan dan sosial. “Jadi ke depan perusahaan yang merusak lingkungan jangan harap bisa dibiayai (oleh industri keuangan),” katanya.
Muliaman menegaskan perusahaan-perusahaan yang kerap merusak lingkungan dalam menjalankan bisnisnya, akan sulit memperoleh kredit pinjaman untuk modal usaha, karena perbankan akan sangat selektif. “Bank juga harus hati-hati kalau memberikan kredit kepada perusahaan yang mencemari lingkungan, nanti kualitas kreditnya bisa langsung jelek,” tambah Muliaman.
Misalnya, lanjut dia, perusahaan yang mengajukan kredit minimal harus sudah memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan, seperti yang tercantum dalam Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan.
Otoritas, kata Muliaman, juga akan memberikan panduan agar pengusaha dapat meningkatakn fungsi intermediasi ke sektor-sektor ekonomi prospektif seperti infrastruktur, manufaktur, pertanian, dan UMKM, namun juga tetap mempertahankan prinsip keuangan berkelanjutan. “Jadi perusahaan pandai mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya, ucapnya.
Disinggung apakah OJK akan memberikan insentif mengenai akses dan keringanan bunga pemberian kredit bagi sektor ekonomi berkelanjutan, Muliaman tidak menjawab tegas. Dia lantas mengatakan, pihaknya akan mengawasi sepenuhnya kualitas kredit untuk sektor keuangan berkelanjutan ini.
Sektor pertama yang akan menjadi kajian penerapan industri keuangan berkelanjutan ini adalah sektor industri kepala sawit. “Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK Edi Setijawan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar mengatakan pihaknya baru akan menyusun basis data mengenai saluran kredit untuk sektor ekonomi berkelanjutan ini. [tar/inilah.com]