Home Hukum Gaduh Soal Revisi UU KPK, Politik ‘Dua Kaki’ Dimainkan dan Ada ...

Gaduh Soal Revisi UU KPK, Politik ‘Dua Kaki’ Dimainkan dan Ada Yang Alergi di Tubuh KPK Karena Takut Belangnya Terbongkar

906
0

kpkJABARSATU – Kegaduhan soal Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang dikabarkan akan direvisi menggema selama sepekan ini. Pendapat pro dan kontra pun bertaburan di media massa, termasuk dari senator dari Bali yang mantan Ketua Komisi Hukum DPR, Gede Pasek Suardika. Lewat akun Twitter-nya pada Jumat malam (9/10), Pasek merasa perlu menyampaikan soal masuknya undang-undang tersebut dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Pasek melihat ada yang lucu terkait hal itu, karena banyak yang “cuci tangan”, “lempar batu, sembunyi tangan”, dan “tidak ada yang berani turun tangan”. “Sedih memang,” katanya.

Menurut Pasek, harus ditegaskan bahwa revisi UU KPK adalah amanat Prolegnas dan berada pada list nomor 63 dari 160 rancangan undang-undang (RUU), tapi tidak masuk prioritas pada tahun 2015. ” Karena sudah menjadi keputusan bersama antara pemerintah, DPR, dan DPD, tidak perlu dibantah lagi. Aneh ada wakil rakyat mengaku tidak tahu. Bukankah Prolegnas diputuskan dalam rapat paripurna DPR? Lalu mereka ada di mana saat itu? Ada 37 RUU untuk prioritas 2015 dari 160 yang ada. Posisi sebagai pembahasan adalah DPR, sehingga pemerintah nanti menyiapkan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah). Karena UU KPK bukan masuk prioritas sehingga aneh jadi ribut. Yang masuk prioritas 2015 justru RUU KUHP, tapi malah tidak ada gaungnya,” kata Pasek dalam beberapa twit-nya.

Ia berpandangan, revisi UU KPK sebenarnya sangat logis bila melihat bagamana UU KUHP, KUHAP, Kejaksaan/Kepolisian, MA, Komisi Yudisial, Tipikor, dan RUU Contemp of Court, Narkotika, Pemasyarakatan, Advokat, Jabatan Hakim juga dibahas. “Jadi, ada upaya perbaikan komprehensif di dalamnya. Menjadi naif kalau ketika pembenahan total sistem hukum pidana itu lalu ada satu tidak dibenahi. Jadi, konsep Prolegnas sudah tepat,” ungkapnya

Yang jadi masalah, tambahnya, adalah kenapa draft RUU KPK justru tidak berjalan dalam mekanisme yang wajar dan isinya memang untuk menyinkronkan semuanya. “Revisi itu amanat Prolegnas. Naif anggota DPR mengaku tidak tahu. Itu sama saja tidak bertanggung jawab atas keputusan yang dibuatnya sendiri. Aneh juga pemerintah planga-plongo mengaku tidak tahu. Prolegnas kan tidak jatuh dari langit. Dia lewat mekanisme yang benar,” kata Pasek lagi.

Yang haris ditegaskan, lanjutnya, bukan lagi revisi atau tidak, tapi norma apa yang mau direvisi. “Jadi, debatkan isinya, jangan revisinya. Saya sendiri sangat tidak setuju dengan norma 12 tahun KPK harus bubar. Itu tidak logis. Saya akan menentangnya. KPK harus dibenahi, iya. Tapi, membenahi tidak dengan mematikannya. Debat isinya, jalankan revisinya. Soal penuntutan juga harus dipilih norma mana yang dipakai,” tuturnya.

Sekarang ini, ungkap Pasek, UU Kejaksaan mengatur jaksa sebagai penuntut tunggal negara. “Kalau ingin KPK juga punya, revisi RUU Kejaksaan dan KPK jadi linear. Enggak usah teriak, kalau penuntutan hilang, KPK lemah. Yang harus dibahas adalah apakah Indonesia masih menganut sistem JPU tunggal atau tidak. Kalau sepakat tidak ada penuntut tunggal, sebaiknya KPK, kejaksaan, dan kepolisian sama-sama diberikan kewenangan penuntut umum. Hal ini juga linear dengan hak penyidikan, biar diberikan kepada ketiganya, sehingga akan ada revolusi hukum acara yang ada selama ini, dariintegrated justice system menjadi trisula, yaitu separation justice system. Dibagi dengan kewenangan sama di antara KPK, jaksa, polisi. Itu pilihan norma. Tidak usah lebaymelarang revisi. Kalau Prolegnas tidak jalan, fungsi legislasi gagal. Benahi secara akuntabel,” kata Pasek.
.
Ia berharap, jangan ada yang merasa di KPK selama ini tidak ada masalah akibat aturan yang masih multitafsir. “Sebab itu, abuse of power menjadi sangat kuat. Sebagai orang yang pernah menandatangani pencabutan bintang gedung KPK yg mandek sejak 2009, saya tolak KPK bubar 12 tahun kemudian. Tapi, saya juga menolak sikap anti-revisi UU KPK dengan alasan-alasan lebay. Proses revisi kita kawal dengan perdebatan ilmiah di DPR. Perdebatan di DPR untuk bab per bab, pasal per pasal, atau ayat per ayat, terbuka. Mari kita buka dan uji sebaik-baiknya. Saya justru, maaf, curiga dengan yang alergi revisi di tubuh KPK. Jangan-jangan, mereka takut belangnya terbongkar karena sering tidak profesional. Pengalaman sebagai ketua komisi III, menerima pengaduan, rapat dengan KPK, dan merasakan cara kerjanya, wajar di tubuh KPK takut ada revisi. Hanya saja, karena bukan prioritas, untuk apa diributkan sekarang? Selesaikan dulu KUHP yang masuk Prolegnas prioritas, sehingga ribut-ributnya tidak mubazir,” katanya. (Pur) sumber: www.pribuminews.com

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.