JABARSATU.COM – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengungkapkan penetapan awal Ramadan di tahun ini tidak akan ada perbedaan. Berdasarkan prediksi, awal Ramadandiperkirakan jatuh pada 18 Juni.
“Insya Allah tahun ini tidak ada perbedaan (awal puasa) karena yang menggunakan pendekatan hisab perhitungan memang sejak jauh hari memprediksi dan sudah diprediksi bahwa ijtima yang terjadi tanggal 16 Juni itu setelah matahari terbenam. Maka tak bisa dikatakan 16 juni malam itu awal ramadan sehingga 17 Juni itulah awal kita sholat tarawih dan kita mulai berpuasa pada tanggal 18 Juni,” kata Din di Gedung Sate, Rabu (3/6).
Din mengungkapkan besar kemungkinan penetapan awal Ramadan dan Idul Fitri di Indonesia tidak akan ada perbedaan sampai tahun 2023.
“Besar kemungkinan dengan pendekatan ruqyat, dengan melihat agar tak ada masalah karena derajatnya tinggi. Maka Insya Allah (awalRamadan) sama begitupun Lebarannya sama pada 17 Juli dan Insya Allah sampai 2023 keliatannya sama nih,” ujarnya.
Jikapun terjadi perbedaan, Din mengungkapkan pihaknya telah melakukan pendekatan terkait metode penetapan awal Ramadan. Metode tersebut, katanya, melalui ruqyat dengan mata kepala maupun ruqyat dengan mata akal pikiran.
Pemerintah pun, kata Din, telah melakukan koordinasi terkait penetapan awal Ramadan ini.
“Menteri Agama dan ulama sudah berkoordinasi, berkomunikasi. Ulama Muhammadiyah sudah bertemu dengan ulama NU begitupun sebaliknya walaupun belum ada kesepakatan,” ujarnya.
Din mengungkapkan penetapan awal Ramadan yang sering berbeda memang merupakan masalah. Menurutnya, masing-masing pihak memiliki dasar agama yang sama-sama kuat.
“Kalau kapan kelahiran Nabi, kapan satu Muharam kan gak ada masalah. Tapi kapan mulai Ramadan, bagi yang sudah yakin Ramadandatang berpuasalah yang sudah yakin Ramadan habis maka berbukalah. Ini masalahnya kan gak diada-adakan tapi memang ada dasar agamanya, ada dua hadis berbeda, ada unsur ibadat,” ujarnya. (JBS/TRB)