Pada kisah sebelumnya diceritakan, tahun 1960-1965 an, Jeihan pulang pergi ke Jakarta membawa lukisan dan dijual dengan harga tertingi 200 ribu rupiah hingga harga 25 ribu rupiah. Bahkan menukar lukisannya dengan beras.
Mengikuti berbagai pameran, dan akhirnya tahun 1985 mulai pameran dengan. S. Soedjojono, disanalah Jeihan mulai kaya raya. (baca kisah sebelum ini. Kisah bagian 1 sampai 6).Cobaan dalam keadaan kaya raya masih dijalani Jeihan, ia mengalami gagal ginjal, tapi ia seperti punya nyawa “cadangan” .
Ikuti kisah berikut.
Oleh: Matdon
Pada tahun 2007, ketika berusia 70 tahun, Jeihan mengalami gagal ginjal kronis. Ccuci darah berkali-kali di Bandung dan pada akhirnya memutuskan cangkok ginjal di Singapura.
Tak susah bagi Jeihan untuk mendapatkan pendonor ginjal, seminggu kemudian mendapatkan pendonor usia 35 tahun yang spesifikasi ginjalnya sangat serupa dengan ginjal milik Jeihan. Itu terjadi Nopember 20017.
Operasi berhasil. Dua tahun kemudian Jeihan merasa seperti anak muda usia 35 tahun, tenaga berlipat dan rambut kembali hitam. Keyakinan Jeihan akan kebesaran Tuhan semakin tebal, menjalani hidup lebih ikhlas karena semua saya pasrahkan pada Tuhan.
Jeihan bersyukur melalui Pameran Lukisan Sabang Merauke. Sejumlah seniman diajak untuk melukis dengan tema kebangkitan nasional, seperti Lian Sahar, Sapardi Djoko Damono, Syahnagra Ismail, Yoes Rizal, Winarti, Patrick, dan Iconk.
Tema lukisannya berubah. Ia banyak menceritakan penderitaan yang dialaminya ketika sakit. Bagian yang tetap dari lukisannya adalah semua mata manusia yang menjadi obyeknya selalu tanpa biji mata, alis, dan bulu mata; hanya goresan hitam.
***
Jeihan menuangkan penderitaan dalam lukisan tentang mosaik kesedihan hidup baik orang lain maupun diri sendiri. Penderitaan yang berwujud dalam penyakit ginjal yang dialaminya sendiri memberikan inspirasi kepada dia untuk melukiskan apa yang dideritan dirinya sendiri. Judul lukisannya seperti “Aku di ICU”, “Aku Cuci Darah” dan “Aku dan 2 Dokter Ginjalku”. Pameran digelar di Taman Ismail Marzuki (22-31 Mei).
Hingga kini Jeihan masih terus melukis, membuat syair puisi mbeling, dan melakukan semua aktifitasnya sebagai seniman. Uisainya sudah 77 tahun. Meski masih rutin berobat ke Singapura dengan biaya yang sanat besar.
Ia juga menjaga kesehatannya dengan makan teratur dan tidak berlebihan, karena menurutnya, segala sesuatu harus dijalani tidak boleh berlebihan, agar hidup seimbang. Keseimbangan dalam hidupmenurutnya seperti tragedi dan komedi. “Tragedi dalam pemikiran adalah keadaan tegang dalam problematika kehidupan di dunia. Sementara komedi itu senyuman” katanya.
Menurutnya, keseimbangan hidup akan terjadi jika manusia dapat menghayati dari sudut orang lain dan sudut diri sendiri. (bersambung)