Tulisan ini merupakan sebuah pengantar perjalan maestro seni lukis Indonesia. Kali ini yang diangkat adalah seniman Jeihan Sukmantoro. Ikuti tulisan yang menarik secara berseri
Oleh Matdon
Jeihan lahir di Solo, tepatnya di Ngampel Boyolali 26 September 1938. Lahir dari keluarga priyayi Jawa. Sang ayah senang mengunjugi tempat-tempat keramat jawa, sebagai sebuh upaya untuk memahami diri sendiri. Dan menemukan Tuhan. Jeihan kecil lebih dekat dengan ayahnya .
Suatu hari, Jeihan kecil minta dialasi sprei kain batik, yang ditebari kembang setaman dan disedikana cangkir terh gula aren. Semua itu tak bisa difahami oleh akal sehat. Maka dalam diri Jeihan ada pergulatan antar akar tradisi jawa dan modern-kontemporer, antara rasional dan spiritual.
Jeihan kecil, di usia 5 tahun pernah “meninggal” dunia, saat ia terjatuh dari tangga. Ketika semua keluarga dan para pelayat siap-siap membalutnya dengan kafan, ia malah bangkit dan minta sesaji nasi item dan gula jawa serta kain batik. Setelahnya, perupa kelahiran Solo ini hidup dengan otak invalid akibat benturan.
Ini terjadi ketika Jeihan dititipkan kepada tantenya dari pihak ibunya. Ketika ayahnya berkunjung, seketika membuat hatinya senang. Dia keluar dari kamar, bergegas lari keluar menuruni anak tangga. Mungkin karena terlalu semangat, Jeihan terpeleset dan terjatuh. Tulang lehernya patah dan mendesak otak kecilnya. Jeihan dikatakan cacat saat itu. Dia selalu dirundung sakit.
Diambil dari beberapa sumber, selain pernah cedera pada kepala, semasa kecilnya Jeihan seorang autis. Banyak yang tidak suka terhadap dirinya. Kenakalannya kadang dinilai tidak wajar. Pisah dari orang tua, mengalami terror dan horror sendiri, penyendiri dan kehidupan sosialnya hanya dijalani pada masa sekolah dan kuliah. Tetapi, hal ini justru membuat dirinya mandiri dalam memecahkan masalah.
Sejak kecil Jeihan diajarkan untuk disiplin dan mandiri. ia sempat bercita-cita untuk menjadi dalang wayang kulit karena wayang kulit merupakan pendidikan seninya yang pertama dan kuat.
Jeihan sangat mengidolakan tokoh Gareng yang dinilainya sebagai gambaran manusia pekerja keras. Gareng menjadi idealisme Jeihan a, bahwa dalam melangkah dalam hidup harus penuh pertimbangan dan perhitungan.
Pendidiakn masa kecil Jeihan boleh jadi ajaib, ia tidak masuk Sekolah dasar sebagaimana anak-anak lainnya sampai usia 14 tahun, tetapi kemudian langsung mengikuti ujian persamaan SMP. Hebatnya ia lulus dan kemudian masuk SMA terbaik di Solo dan kelak ia kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Bakat seni orang tuanya mengaliri sekujur tubuh Jeihan yang kurus ceking, tetapi selalu percaya diri , ia yakin bahwa pada suatu ketika perjalanannya yang jauh akan sampai pada tujuan yakni cita-cita awal, melukis, yang diminati sejak kecil.
Pada tahapan pencarian keseniannya, Jeihan merumuskan tahap-tahap pencarian intelektual, emosional, dan spiritual. Kelak, Jeihan kecil yang sakit sakitan ini, menjadi seorang seniman Indonesia yang multitalenta. Selain pelukis, Jeihan juga seorang penyair , membuat patung-patung tokoh dari lempengan tembaga. (bersambung)