JABARSATU.COM – Hermana HMT lahir di Bandung, 11 Oktober 1969. Menapaki jejak pertama di dunia teater dengan bergabung dengan Teater Bapensi semasa SMA (1986-1989). Tahun 1990, ia bergabung dengan Teater Bel Bandung. Di kelompok teater ini ia pernah menjadi aktor, pelatih, direktur artistik hingga sutradara. Pengalaman berteaternya diperdalam di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung Jurusan Teater. Pengalaman berteaternya lumayan panjang, ikut serta mendirikan grup komedi OBSET, K282, dan grup drama Radio Lita Sari (KDR 1026). Pernah juga terlibat dalam kelompok teater Studiklub Teater Bandung, Laskar Panggung, Sanggar Kita, Actors Unlimited Bandung, Teater Alibi, Satu Jejak, serta Sanggar Seni Daarut Tauhiid. Pengalamannya ditambah dengan kolaborasi bersama seniman-seniman berasal dari Australia, Taiwan, Venezuela dan New Zaeland.
Karya-karya dramanya yang pernah dipentaskan yakni Kasarung atawa Tembang Semut Merah (Balai Pustaka, 2000), Singa Padang Pasir, Tembang Sufi, Robohnya Surau Kami (adaptasi cerita pendek karya AA. Navis), Terkapar (Kelir, 2003), Kaos Kaki Bolong, dan Terjebak. Menyutradarai Raja Mati (Eugene Ionesco, 2005 dan 2003), Rama dan Sinta (2004), Kursi-kursi (Eugene Ionesco, 2003 dan 2002), dan Tembang Semut Merah (1999). Untuk pertunjukan monolog pernah mementaskan Kaus Kaki Bolong (2005), Bos (Putu Wijaya, 2002), Terkapar (1998), Sakit Juga (1998). Tak hanya bergelut dengan teater, Mang Her juga menulis cerita pendek, menulis artikel dan sesekali membuat karya foto. Periode 2004-2007 ia mengajar Performance Skill, Artistic Recollection, and Management Practice di Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB. Tahun 2006 2006 menjadi pelatih kesenian lokal untuk Dinas Kebudayaaan dan Pariwisata Jawa Barat.
Kini ia aktif mengelola Longser Pancakaki dan Bandoengmooj Arts & Culture. Berikut petikan wawancara yang dilakukan oleh KabarIndonesia dengan aktor yang baru saja mementaskan monolog Terjebak (2007) ini:
Teater Sampai Bosan
Pria lulusan ASTI/STSI (kini ISBI) ini, sudah sejak Sejak SD minat ke teater. Mulai dari acara Agustusan, main drama di panggung. Kalau di daerah ada seni Gondang. Dari kecil saya sudah mengenal seni Gondang. Seni Gondang itu drama tradisional, teater rakyat yang memiliki nyanyian, dialog.
Keluar dari SMA masuk ke Teater Bel di Gelanggang Generasi Muda (GGM) Bandung. Di sana lebih serius lagi belajar teaternya. Digodok kembali, saat di SMA kadang-kadang lagi suka-suka ya latihan, kalau nggak yang nggak. Di Teater Bel lebih serius lagi, karena belajar dari tingkat dasar hingga ke tingkat mahir. Dua tahun di Teater Bel, masuk ke STSI Bandung jurusan teater. Di STSI lebih serius lagi, lebih lebar lagi mengenal dunia teater.
Ditanya tentang teater di Jawa barat, Hermana menjawab, Secara kuantitas, Bandung masih. Kualitas hanya beberapa kelompok. Dalam kuantitas, Bandung masih menjadi barometer teater di Indonesia. Setiap bulan ada pertunjukan teater. Setiap minggu pasti ada pertunjukan teater.
“Dan saya akan berteater sampai bosan. Kalau dibilang seumur hidup, bisa saja besok saya bosan. Tapi kalau bilang sampai bosan, ‘kan tidak terikat dengan waktu. Itu berarti saya tidak akan berhenti berteater” katanya.(dari berbegai sumber/md)