JABARSATU.COM – Maraknya pungutan liar (pungli) terhadap pengusaha dinilai akibat lemahnya pengawasan yang dilakukan Pemkot Bandung terhadap para pegawai negeri sipil (PNS). Lemahnya pengawasan dimulai dari proses perizinan hingga saat usaha telah beroperasi.
Demikian dilontarkan anggota DPRD Kota Bandung, Aan Andi Purnama . “Sulitnya proses perizinan di Kota Bandung sudah merupakan hal yang biasa. Banyak keluhan dari para pengusaha tentang besarnya biaya tak terduga, dan lamanya proses perizinan hingga berbulan-bulan. Padahal dalam prosedur tetap (protap) izin maksimal harus selesai dalam 14 hari. Hal inilah yang memunculkan peluang terjadinya pungutan liar,” kata Aan.
Aan mengungkapkan, banyaknya pengusaha yang nekat menjalankan usahanya di saat perizinannya belum selesai. Hal ini yang seringkali dimanfaatkan oleh oknum petugas untuk memeras pengusaha. Bahkan tak jarang jarang pengusaha dan petugas terlibat kerjasama.
“Jika proses pengawasan bisa dilakukan mulai dari tahap perizinan, maka peluang terjadinya pungli bisa diminimalisasi. Proses perizinan di Kota Bandung memang cendrung semrawut dan tidak dilaksanakan dengan proses FIFO (first in first out),” tutur Aan.
Oleh karenanya, Aan berharap, perizinan harus memperhatikan proses kecepatan dan prioritas agar tidak dimanfaatkan oleh pihak pihak tertentu. Tim pengawas lah yang akan mengawasi proses tersebut.
“Kuncinya memang diperizinan. Karena petugas mengetahui mana tempat usaha yang legal dan ilegal. Tempat usaha ilegal ternyata menjadi ladang bagi oknum petugas untuk mencari uang. Seharusnya jika memang tidak berizin, petugas bisa menindak tegas dengan menutup tempat usahanya,” katanya.
“Banyak juga pengusaha yang berizin tetapi saat ingin memperpanjang perizinan ternyata dipersulit. Hal itu juga yang membuat banyak pengusaha enggan untuk mengurus perizinannya,” lanjut Aan.
Seperti diberitakan sebelumnya, sebagian besar rumah makan, restoran dan kafe di Kota Bandung ternyata ilegal. Dari sekitar 2.000 rumah makan, restoran dan kafe yang ada, hanya sekitar 600 di antaranya yang berizin.
Akibatnya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung diduga mengalami kebocoran. Karena semua rumah makan, restoran, dan kafe yang ada tetap ditarik pajak oleh petugas.
“Meski tidak berizin atau ilegal, banyak rumah makan, restoran, dan kafe yang ditarik pajak. Anggota saya mengaku membayar pajak meski tidak berizin. Siapa yang memungut pajak? (oknum petugas, red) lebih sakti dari Pemkot Bandung,” ujar Ketua Asosiasi Kafe dan Restoran (Akar) Kota Bandung, Dedie Soekartin.
Dedie mengakui, dengan banyaknya rumah makan, restoran, dan kafe yang tidak berizin, maka semakin membuka peluang terjadinya “kongkalikong” antara pengusaha dengan oknum petugas. Padahal, jika para pengusaha tersebut memiliki izin resmi, Dedie memperkirakan, PAD Kota Bandung dari rumah makan, restoran, dan kafe akan meningkat sekitar 500%.
“Banyak tempat usaha di Jln. Progo atau Jln. Riau yang tidak memiliki izin. Mereka sebenarnya ingin memiliki izin tetapi sulit untuk mendapatkannya,” ujar Dedie.(jbs/gm/md)