JABARSATU.COM — Direktur Utama PT Telkom Indonesia, Arief Yahya sudah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik, namun hingga delapan bulan berlalu penyidik kejaksaan agung tidak juga menjemput paksa Arief Yahya yang sebelumnya menjabat Direktur Enterprise and Wholesaler PT Telkom itu. Disebut-sebut Syarifudin Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung telah menerima suap miliaran rupiah dalam rangka pengamanan korupsi Direktur Utama PT Telkom.
Beberapa oknum petinggi Kejaksaan Agung juga diketahui telah menerima suap PT Telkom dan rutin bermain golf bersama pejabat-pejabat PT Telkom. Kesempatan bermain golf bersama kerap digunakan pejabat Telkom untuk memberikan suap kepada petinggi Kejaksaan Agung. Di samping Direktur Penyidikan Kejagung, terdapat juga seorang oknum Jaksa Agung Muda sering terlihat bermain golf bersama-sama pejabat Telkom yang seharusnya sudah dijadikan penyidik sebagai tersangka korupsi.
Dahulu BP3TI disebut BTIP (Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan), yakni Badan Layanan Umum (BLU) dibawah Ditjen PPI yang menyelenggarakan Layanan Internet Kecamatan ke daerah-daerah terpencil atau perbatasan Indonesia.
Adapun awal dari seluruh praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ini diawali dari keputusan mengenai tender yang diatur oleh oknum Dewan Syuro PKS (realisasinya hanya beberapa gelintir orang yang terlibat, lebih disebabkan karena banyak yang tidak mengerti tentang proyek ini. Tapi bagi yang benar-benar mengerti, telah menggila seperti kesetanan, agar dapat dana dari proyek ini). Mereka taunya beres, karena telah melimpahkan wewenang ini kepada Asen (julukan Dr. Adiseno) untuk menjalankan dan mengamankan korupsi ini.
Tapi karena Asen merasa sering dikadalin oleh Panitia (beberapa titipan jagoan nya sering gagal di pelaksanaan tender), untuk akhir tahun 2011 ini, oknum PKS tersebut jadi gila-gilaan mengendalikan pelaksanaan tender di BP3TI Kementerian Kominfo, bahkan tidak sungkan-sungkan tim atau kaki tangannya melakukan negosiasi besarnya suap langsung dengan peserta tender/lelang yang akan dimenangkan.
Seluruh pelaksanaan tender di BP3TI (dulu BTIP atau ) dikontrol penuh oleh si Asen ini (julukan Adiseno). Kaki tanganya terdiri dari Saut Maruli Sarahih Munthe (bidang Teknis) dan Tyas Utomo atau biasa disapa dengan Pak Uut (negosiasi komitmen).
Saut punya dua staf pelaksana yakni Ardi Kuntjoro dan Edwin Rovantara. Mereka yang bertugas berkoordinir dengan Panitia Tender (diketuai Berry) untuk mengatur spesifikasi teknis yang dipakai dan yang akan dimenangkan tim penilainya. Untuk pengelabuan juga ada konsultan yang diundang, agar seolah-olah ada tim independent dalam pelaksanaan proye. Namun, namun keputusan tetap di tangan Berry.
Atas jasa menggunakan merk yang dipakai, maka tim teknis ini meminta fee sekitar 10%-20% dari vendor. Pendapatan ini tidak diinformasikan atau disetor ke pimpinan PKS, karena suap fee ini dianggap sebagai kreativitas tim pelaksana dan sebagai pendapatan untuk menutupi operasional mereka, dan sisanya puluhan miliar rupiah masuk kantong mereka.
Sedangkan disisi negosiasi komitmen, Tyans Utomo alias Uut memiliki 2 staf, yakni Lutfi dan Johan Neesken. Tim ini terkenal garang dan serakah dalam mengutip atau menentukan besar jumlah suap yang harus dii bayar peserya tender sebelum tender dimulai.
Negosiasi dengan para peserta yang akan dimenangkan telah berjalan 3 hingga 6 bulan sebelum tender dimulai. Fee suap harus sebagian dibayar di depan jika satu perusahaan peserta tender sudah disepakati sebagai pemenang tender di BP3TI Kementerian Kominfo. (RP-016/JBS/GN/TOM)